KUMPULAN TUGAS KULIAH DAN MAKALAH _ADMINISTRASI _ADMINISTRASI NEGARA _ADMINISTRASI PUBLIK _KEBIJAKAN _MANAGEMEN _ORGANISASI _KEAGAMAAN _DAN LAIN LAIN

Friday, 18 November 2016

FILSAFAT POLITIK IDEOLOGY LIBERALISME, DEMOKRASI, SOSIALISME DAN KOMUNISME

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pandangan yang berkembang hingga dewasa ini bahwa lairnya pemikiran di Barat berupa filsafat, ilmu pengetahuan, kebudayaan hingga berkembangnya peradaban Barat pada dasarnya berasal dari proses dan interaksi peradaban besar yang telah ada sebelumnya. Peradaban itu sendiri terdiri atas :Yunani-Romawi, Judeo-Kristiani, dan islam. Setelah runtuhnya tiga peradaban besar itu, memberikan pupuk penyubur yang tumbuhnya suatu peradaban baru bagi bangsa-bangsa di Barat. Tentu bukan dating dengan begitu saja, sejarah telah membuktikan bahwa bangsa-bangsa Barat mengalami masa the dark ages (abad kegelapan) yang panjang, kemudian mereka belajar dari kemajuan serta keunggulan peradaban sebelumnya.
Setelah mengalami masa dark ages(masa kegelapan) muncul berbagai ideology yang merupakan system nilai atau kepercayaan yang diterima sebagai suatu fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu.sehingga dapat dikatakan bahwa ideology itu merupakan suatu ide filsafat yang diwujudkan dalam kehidupan konkrit, teori filsafat yang di praktekan dalam kehidupan. Maka dengan berdasarkan defenisi tentang ideology dapat di golongkan menjadi 5 ideologi yaitu : liberalisme, demokrasi, nasionalisme, sosialisme, komunisme yang akan di kaji lebih dalam dalam makalah ini.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang di maksud dengan ideology liberalism, dan bagaimana sejarah perkembangannya?
2.      Apa yang di maksud dengan ideology demokrasi, dan pembagian demokrasi?
3.      Apa yang di maksud dengan ideology nasionalisme ?
4.      Apa yang di maksud dengan ideology sosialisme dan bagaimana system politiknya?
5.      Apa yang di maksud dengan ideology komunisme dan bagaimana system politiknya?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui ideology liberalisme dan sejarah perkembangannya.
2.      Untuk mengetahui ideology demokrasi dan pembagian demokrasi
3.      Untuk mengetahui ideology nasionalisme
4.      Untuk mengetahui ideology sosialisme, dan system politiknya
5.      Untuk mengetahui ideology komunisme dan system politiknya
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  PENGERTIAN IDEOLOGI LIBERAL
Secara etomologi, berasal dari kata atau bahasa Latin yang berarti free. Selanjutnya liberal berarti nonrestricted tidak dibatasi atau independent in opinion bebas dalam pendapat. Ada beberapa pertimbangan bahwa penjelasan tentang ideologi politik, maka harus dimulai dengan kajian ideologi liberalisme. Hal ini disebabkan karena, adalah sebagai implikasi akhir atau produksi indutrialisasi cita-cita dunia Barat, sebagian besar adalah cita-cita liberal dan liberalisme itu snediri disebut-sebut sebagai ideologi dunia modern yang paling berhasil. Keberhasilan ini dipertegas oleh runtuhnya rezime-rezime komunis di Eropa sejak tahun 1989 yang menandai tidak adanya lagi pesaing yang serius bagi liberalisme. Namun penting dicatac bahwa generalisasi semacam ini hanya dimungkinkan dengan menafsikan istilah “liberalisme” secara sangat luas. Hal ini disebabkan liberalisme bukanlah seperangkat tunggal kepercayaan-kepercayaan yang tetap dan yang tidak pernah berubah melainkan sebagai sebuah definisi pemikirab yang sangat luas.
Maka pada titik ini ada semacam atau sejumlah hal yang dipercayai atau yang disepakati oleh sebagian kaum liberal tentang liberalisme. Yang utama adalah kebebasan atau “liberte” dari pada individu. Mereka sepakat bahwa liberte ini menyiratkan hal-hal yang akan menyelamatkan dan yang akan mempertinggi kebebasan tersebut, seperti persamaan hak, pemerintahan konstitusional, aturan hukum dan toleransi. Namun di sisi yang lain yang melihat bahwa liberalisme, adalah doktrin politik yang berpendapat bahwa tujuan negara sebagai suatu asosiasi dari pada individu-individu yang idndependen adalah yang memfasilitasi proyek (kebahagian) anggotanya. Negara tidak boleh memaksakan kehendaknya sendiri seperti dalam doktrin anarkisme yang melihat hakikat manusia sebagai makhluk sosial secara spontan sebagai sebuah sifat yang akan terdistrosi  jika ada orang yang menguasai orang lain dalam pandangan kelompok anarkis, masyarakat ideal adalah sebuah masyarakat dimana tidak ada pemerintahan dan tidak seorangpun yang menguasai orang lain. Sehingga umat manusia dapat berkembang secara penuh. Liberalisme adalah salah satu versi dari tradisi politk Barat.
 Dalam pengertian yang bersifat umum, bahwa liberalisme adalah yang mengacu kepada seluruh tradisi pemikiran dan perilaku Barat modern yang dipertentangkan dengan bentuk tradisi di Asia, dan Afrika. Tetapi dalam politik aktual Eropa dan Amerika, liberalisme berangkat dari atau merujuk kepada seperangkat ide yang dari waktu ke waktu membedakan pengikutnya dari konservatif dan sosialis. Apa saja yang merupakan bentuk spesifik dari liberalisme ini berubah-ubah dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Namun menjelang akhir adab tersebut, muncul “liberalisme” baru yang menekankan bahwa negara seharusnya bertanggung jawab atas penyelidikan kebutuhan material bagi orang miskin sehingga mereka bisa menjalankan kebebasannya secara lebih efektif. Mediasi menuju sosialisme ini jelas bertentangan dengan konsep negara minimal yang oleh banyak pemikir awal dapat dianggap bisa menjamin kebebasan. Liberalisme klasik pada abad ke-19, dibangkitkan kembali pada tahun 1970an, dan mendapay tempat di patrtai-partai politik yang menyebut dirinya sebagai “konservatif”. Yang sebenarnya berakar dari masa ratusan tahun yang lalu. Namu sebagai doktrin politik yang koheren, konservatisme merupakan sebuah fenomena modern yang timbul dan berkembang sebagai respons terhadap Revolusi Perancis.
2.1.1     sejarah pemikiran liberal
Liberalisme dan kapitalisme lahir menjadi suatu paham dan melembaga sekitar abad 18 di daratan Eropa dan Inggris. Sistem kapitas dan liberal menandai cara dalam menjawab persoalan kehidupan yang berkaitan dengan ekonomi dan politik. Eropa  daratan yang sebelumnya berkuasa para raja-raja, kaum feodal tidak saja memegang kendali kekuasaan politik, tetapi berperan dalam penguasaan ekonomi, baik ditingkat pemilikan sampai kepada produksi. Raja bekerja sama dengan tuan tanah dan gereja memiliki peranan dalam mengendalikan kehidupan politik, sosial, dan ekonomi masyarakat. Sumber ekonomi dan faktor produksi dikuasai oleh tiga kelompok dalam masyarakat itu. Pada saat itu yang paling berperan adalah kalangan remaja, kekuasaan gereja demikian besar. Gereja tidak saja memiliki hak untuk menentukan bagaimana kegiatan politik, ekonomi maupun keagamaan itu harus berjalan. Gereja memiliki hak untuk memasung kebebasan individu untuk mengemukakan pendapat yang berbeda, bahkan melakukan tindakan inkuisisi terhadap mereka yang menentang keputusan gereja, utamanya atas nama ajaran Kristiani. Rakyat tidak hanya mengalami penderitaan, eksploitasi dan kesengsaraan, persoalan yang asasi hak mengemukakan pendapat yang berbeda akan menghadapi hukuman dan siksaan dari penguasa gereja. Gereja demikian absolut dalam mengatur kehidupan politi, kemasyarakatan, keagamaan dan dunia ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Akibat tindakan gereja, raja dan kaum feodal yang tirani, rakyat melakukan perlawanan. Mereka menuntut kebebasan, persamaan dan keadilan liberty, fraternity dan equality, sebuah semboyan yang dikumandangan dalam revolusi di Perancis, telah melahirkan Liberalisme dalam lapangan politik, kapitalisme dalam lapangan ekonomi, hedonisme dalam lapangan sosial budaya, dan free value dalam lapangan ilmu pengetahuan. Dalam lapangan teologi, pembatasan peran agama (gereja). Gereja hanya berperan dalam lapangan keagamaan, bahkan dari segi teologis menimbulkan aliran baru yang diakibatkan ketidak puasan terhadap kepemimpinan Paus di Roma seta kebijakan gereja. Ini kemudian melahirkan Kristiani dengan aliran yang lain seperti Protestan, Calvin, Anglikan, selain Kristen Ortodok dan lainnya. Di sini lahir pandangan teologi dari Martin Luther, Calvin dan sebagainya.
Revolusi Prancis tahun 1789, dan revolusi industri di awal abad 19, telah melahirkan suatu abad baru di Eropa, abad pencerahan Renaissance, atau Aufklarung. Adanya Liberalisme dan Kapitalisme di Eropa telah membentuk masyarakat Eropa dengan perubahan nilai etika dan moral dalam berbagai aspek kehidupan, tidak hanya dalam lapangan keagamaan saja. Runtuhnya dominasi gereja, berarti runtuhnya cara berpikir agama yang dogmatis dan doktriner. Orang-orang di Eropa menjadi terbelah diantara yang ragu pada agama (agnotic), kelompok yang tegas memisahkan agama dengan kehidupan dunia (sekulerisme moderat), sampai kepada yang anti agama (Kristen) yaitu kalangan yang berpaham (sekulerisme radikal).
Kebebasan berpikir yang tumbuh demikian besar disebabkan oleh adanya pengakuan hak-haki individu untuk mengembangkan kreativitas dan berpendapat. Dibidang ilmu pengetahuan mendorong masyarakat di Eropa untuk melakukan eksplorasi dunia imlu. Melalui penjelajahan (discovery), penemuan (invention), pembaruan (inovasi), telah terjadi revolusi ilmu pengetahuan yang demikian cepat, maka ditemukannya mesin uap oleh James Watt, listrik oleh Thomas Alva Edision, radio oleh Maercuni, dinamit oleh Nobel, lokomotif oleh Stephenson, kapal terbang Wright bersaudara, penyelidikan biologi mengenai asal kehidupan Louise Paster, Spalazani dan Fransisco Redy, penemuan penangkal petir oelh Bunyamin Franklin.
Nilai-nilai itu kemudian yang membangun semangat kolonialisme dan imperalisme dalam sejarah peradaban Barat. Manusia tidak saja sebagai penanggung ilmu, melainkan superioritas dan penggugatan atas keberadaan Tuhan (agama) dalam kehidupan
Pada akhirnya, kemajuan bangsa Eropa (Barat), harus dibayar mahal dengan melakukan eksploitasi terhadap bangsa lainnya di kawasan Afrika, Asia dan Amerika. Penjajahan, perbudakan, eksploitasi sumber alam, pangsa pasar dan membangun pola hubungan ketergantungan dunia yang tertinggal terhadap dunia yang telah maju. Ideologi besar yang dibangunnya melahirkan bangsa superior menindas dan menciptakan ketergantungan diatas bangsa imperior. Dengan kata lain, Ideologi liberal kapitalisme merupakan ideologi yang membangun kemajuan dan kekayaan di bagian belahan bumi di atas penderitaan bangsa-bangsa lainnya.

2.1.2         SISTEM POLITIK LIBERAL
Liberalis, menurut Huszar dan Stevenson dalam bukunya political science, bersumber kepada pemikiran politik yang bersumber dari teori Jhon Lock (1632-1704), yang mengemukakan bahwa manusia itu di jamin oleh konstitusi dan dilindungi oleh pemerintah. Pemerintah harus memakai system perwakilan,jadi harus dalam kerangka demokratis. System politic liberal ini sangat kuat mempengaruhibentuk Negara di eropa barat pada awalnya, kemudian berkembang pascakolonialisasi dunia barat terhadap dunia ketiga, yakni kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Pegaruh semakin meluas dan mendunia, terutama setelah di penghujung abad ke-20 dengan runtuhnya komunisme maka Negara-negara di eropa timur seperti kawasan Asia dan Amerika Latin, yang dulunya berpaham sosialisme , perlahan kini mulai mengorbit dalam system demokrasi liberal.
Dengan dianutnya paham liberal, Negara-negara kerajaan yang bersifat feodal dan bertumpu kepada kesetiaan terhadap raja dan keluarganya telah berubah. Lahir Negara seperti  di Eropa (Prancis, Inggris, Jerman, Italia Dll) tidak lagi berpusat pada system politik yang berpusat pada gereja (Paus) di Roma. Negara dengan sendirinya menjadi kekuatan yang terbesar, tertinggi dan otonom yang di inspirasikan rasa kebangsaan bukan lagi membangun “kerajaan tuhan di bumi”. Oleh sebab itu, telah berkembang sedemikian rupa. Benuk Negara dapat di bedakan menjadi dua bentuk, Bentuk Negara republic dan bentuk Negara kerajaan.
Dengan pengaruh liberalism, bentuk republic bersifat parlementer seperti Jerman, Prancis,Italia. Adapun yang monarki absolut bergeser menjadi monarki konstitusional atau monarki parlementer, seperti Inggris, Belanda, Belgia, Spanyol. Lebih jauh dapat diamati Negara-negara di Eropa Barat khususnya, serta kawasan lainnya setelah berakhirnya perang dunia di pertengahan abad 20 dan setelah runtuhnya paham komunisme di sejumlah Negara pada paruh akhir era 80-an. Pada awalnya suara raja dan suara Paus adalah suara Tuhan, setelah pengaruh liberalism demikian kuat melanda eropa, kekuatan suara ada ditangan setiap warga, berarti suara rakyat adalah suara tuhan (fox dei-fox popule).
2.1.3  TOKOH-TOKOHNYA
Dapat disebutkan sejumlah ahli piker yang memang menganut aliran bebas atau naturalism pada abad pertengahan abad ke-18 dengan para propagandanya antara lain:

1.      Prancois Quesnay (1694-1774)
Lahir di Varsales Prancis. Bekerja sebagai dokter istana Louis XV, tetapi lebih tertarik kepada bidang ekonomi, tahun 1758, ia menerbitkan label ekonomi yang disebut La Tableaun Eqonomique, didalamnya menggambarkan peredaran mata uang dalam masyarakat sebagai peredaran darah. Menurutnya di dunia terdapat 3 penemuan besar, yakni tulisan, mata uang, d an table ekonomi.
2.      Jhon Locke (1632-1704)
Meramu teori naturalism liberal, menurutnya hak pribadi adalah salah satu hak alam dan insting yang tumbuh bersama pertumbuhan manusia. Oleh sebab itu, tidak ada seorang pun mengingkari instink ini.
3.      Adam Smith (1732-1790)
Penganut aliran klasik terkenal. Lahir di kota Kirkcaldy Scotlandia, menjadi guru besar di Universitas Glaslow itu dibidang logika. Ia menerbitkan buku pada tahun 1776, mengenai alam dan sebab-sebab kekayaan manusia. Buku ini yang dikatalan oleh Edmund Burke sebagai karya teragung yang pernah di tulis manusia.
4.      David Ricardo (1772-1823)
Membahas hokum pembagian hasil perkapita dalam ekonomi kapitalisme. Teori yang terkenal ialah hokum pengurangan penghasilan. Menurutnya “segala perbuatan dipandang menghilangkan moral jika keluar dari perasaan cinta kepada orang lain”.
5.      Robert Malthus (1766-1834)
Ekonom inggris klasik yang dikenal pesimistis. Ia penemu teori tentang kependudukan yang populer bahwa jumlah penduduk berkembang menurut deret ukur, sedangkan jumlah pertanian berkembang menurut deret hitung.
6.      Lord Keynes (1883-1946)
Teorinya berkisar mengenai pengangguran serta lapangan kerja. Teori ini telah melampaui teori-teori yang lain. Oleh sebab itu, dialah yang berjasa dalam menciptakan lapangan kerja secara utuh bagi suatu kekuatan aktif di masyarakat kapitalis. Teori-teorinya disebut dalam bukunya berjudul “teori umum tentang lapangan kerja, bursa dan matauang, ini beredar pada tahun1930.
7.      David Hume (1711-1776)
Penemu teori pragmatism yang integrative. Ia mengatakan, hak milik khusus adalah tradisi yang dianut masyarakat yang harus diikuti. Sebab itu disanalah manfaat mereka.
Ada tokoh-tokoh lainnya seperti Emund Burke, Urgot,Mirabeau, J.B Say dan masih banyak lainnya di bidang politik selain Jhon Locke, adalah J.J Rousseau, Monstesqieu, Machiavelli masuk dalam kelompok ini.
2.1.4 PRINSIP-PRINSIP IDEOLOGI LIBERALISME DAN KAPITALISME.
Ada sejumlah prinsip-prinsip yang dapat dijelaskan dari ideology liberalisme dan kapitalisme, berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan melalui penjelasan berikut ini.
1.      Mementingkan individu (the emphasis on the individual). Mendewakan hak pribadi dengan membuka jalan selebar-lebarnya agar setiap orang mengerahkan kemampuan dan potensi yang ada untuk meningkatkan kekayaan dan memeliharanya serta tidak ada yang menjahatinya. oleh karena itu, dibuat peraturan yang cocok untuk meningkatkan dan melancarkan usaha serta tidak ada campur tangan Negara dalam kehidupan ekonomi, kecuali dalam batas-batas tertentu yang di perlukan oleh peraturan umum dalam ragngka megokohkan keamanan.
2.      Memperlakukan pemikiran orang lain secara sama (treat the other’s reason equality) konsep satu orang satu suara (one man one vote) adalah bukti, bahwa pendekatan kuatitatif lebih dikedepankan berbanding kualitatif dalam pengambilan keputusan politik atau kebijakan apapun. Cara seperti ini memang mempresentasikan setiap individu, tetapi benarkah suara terbanyak adalah suara kebajikan? Itu tidak penting, dengan demikian persoalan moral dan etika dapat dikalahkan dengan banyak suara.
3.      Percaya terhadap persamaan dasar semua manusia (hold the basic of all humanity)  equality, dalam semboyan revolusi Prancis, telah mengilhami semangat ideology liberalism dan kapitalisme, bahwa manusia, setiap individu memiliki peluang yang sama dalam berkompetisi, hak-hak yang sama.
4.      Kebebesan berbicara (freedom for speech). dalam berpolitik setiap individu bebas mengemukakan pendapat, melalui kritik dan debat mengenai berbagai masalah yang ada dan di perbincangkan masyarakat umum. Kebebasan berbicara merupakan sarana untuk mendapatkan sarana untuk mendapatkan akses informasi secara lebih terbuka dan jelas.
5.      Pemerintah dilakukan dengan persetujuan yang di perintah (government by the consent of the people or the governed). Setiap individu memiliki hak partispasi politik secara aktif melalui berbagai alat atau sarana politik yang ada guna mengontrol pemimpin politik yang menjadi kepercayaan sekaligus wakil dalam menjalankan kebijakan politik menuju kepada kesejahteraan masyarakat.
6.      Negara adalah alat (the state is instrument). Negara berperan untuk melindungi rakyat sebagai warga Negara. Negara menjadi organisasi tertinggi dan terkuat yang mengekspresikan kepentingan warga negaranya, mengenai apa yang harus di perjuangkan. Sebab itu Negara tidak memiliki hak semena-mena.
7.      Pemerintah berdasarkan Hukum (the rule of law) ini menegaskan walau politik juga di hasilkan dari proses demokrasi, artinya yang menang memang memiliki hak untuk mengendalikan kekuasaan. Akan tetapi, kekuasaan bukan segalanya, kekuasaan tunduk kepada hokum dan di control oleh hokum melalui lembaga politik lainnya. Kekuasaan hanya salah satu sarana kepemilikan pribadi dalam merebut kepentingannya. Namun agar tidak disalahgunakan (corruption), di perlukan seperangkat hokum untuk mengontrol kekuasaan itu.
8.      Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga Negara (the separation and distribution of state institution).hal ini di perlukan agar terjadi check and balance, terjadinya kehidupan politik, pemerintahan dan Negara dalam kewenangan kekuasaan yang terbelah agar tidak terjadi tirani atau dikatator dari Negara atas warganya.
9.      Percaya kepada sebagai sang pencipta (trust in god as creator), kaum liberalisme dan kapitalisme, percaya adanya tuhan, tetapi ini sebagai sesuatu yang bersifat pribadi dan bersifat ritual. Agama bukan pandangan hidup, ia hanya sarana untuk pemenuhan rohani serta spiritual. Mereka tidak anti agama, akan tetapi agama tidak perlu melibatkan perannya dalam politik.
10.  Menolak dogmatis (refuse dogmatism), ini disebabkan filosofis kaum liberalism dan kapitalisme adalah rasionalisme. Pengagunan akan kemampuan berpikir manusia, menempatkan hal yang bersikap doktrin menjadi tidak menarik bagi penganut ini.

2.2  PEMIKIRAN MODERN  TENTANG DEMOKRASI
Konsep pokok demokrasi sudah lama di gagas oleh para pemikir atau filosof Yunani kuno. Salah satu filosof Yunani kuno tersebut adalah Aristoteles (384 – 322) SM yang berkeyakinan bahwa demokrasi adalah supremasi kumpulan masyarakat luas termasuk di antaranya orang-orang miskin. Sebagai ciri pokok demokrasi klasik, adalah yang menyangkut tiga nilai dasar. Secara konseptual demokrasi bukanlah yang gampang atau mudah untuk di pahami hal ini di sebabkan karena demokrasi memiliki banyak konotasi makna. Variatif, evolutif dan dinamis.
kita mengenal berbagai tipologi demokrasi seperti demokrasi liberal, demokrasi rakyat, demokasi pancasila, demokrasi terpimpin, demokrasi parlementer, demokrasi kerakyatan, demokrasi komunis, demokrasi proletar, yang semuanya menggunakan kata demokrasi akan tetapi maknanya yang berbeda-beda. Demokrasi juga merupakan konsep evolutif dan dinamis, dan bukan sebagai konsep yang statis.
Artinya, konsep demokrasi selalu mengalami perubahan, baik dalam bentuk-bentuk formalnya maupun dalam bentuk substansialnya sesuai dengan konteks dan dinamika sosio historis dimana konsep demokrasi itu lahir dan berkembang. Demokrasi berkembang secara evolutif, secara perlahan tetapi dengan pasti. Maka apa yang di pahami sebagai gagasan-gagasan demokrasi yang berkembang dewasa ini. Karena alasan ini pula demokrasi selalu di perdebatkan. Apakah demokrasi bersifat universal atau kah bersifat partikular atau lokal ( Suhelmi, 2007 : 297).
Terkait dengan hal tersebut diatas, bahwa membicarakan demokrasi ternyata tidaklah dapat dilepaskan dengan persoalan kekuasaan (power) dan negara (state). Hal ini disebabkan pada dasarnya membicarakan demokrasi adalah masalah yang berkaitan erat dengan soal bagaimana rakyat dalam suatu negara, mengelola kekuasaan untuk kepentingan bersama. Dalam perjalan sejarah soal pengelolaan kekuasaan oleh rakyat, itu berkaitan dengan soal bagaimana konsep negara dan konsep kekuasaan muncul dalam kehidupan berbangsa atau dalam kehidupan manusia. (Adisusilo, 2007 : 85).
Maka berkenaan dengan hal tersebut, sekalipun demokrasi dengan mudahnya diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi. Gagasan “Government ruled by the people” ini yang secara etimologis, menyiratkan lebih banyak ketidak sepakatan ketimbang
Maka dengan demikian, secara garis besarnya, perbedaan-perbedaan tersebut tampil dalam dua kelompok perdebatan, pertama, kelompok yang mempersoalkan cara atau metoda untuk menciptakan “Government ruled by the people”. Kedua, kelompok yang meributkan kondisi-kondisi apa yang memungkinkan terciptanya atau bagi upaya-upaya membentuk sebuah demokrasi? Dalam jenis kelompok yang pertama (perdebatan yang pertama) bahwa proses terbentuknya demokrasi senantiasa dan sering kali dilihat dengan empat cara pandang yang berbeda-beda.
Cara yang pertama, cenderung melihat demokrasi sebagai institusi politik yang memungkinkan terciptanya “Government ruled by the people”. Demokratis tidaknya sebuah negara, dapat di ukur bukan saja dengan berdasarkan kepada ada tidaknya lembaga-lembaga politik, seperti parlemen, konstitusi, partai-partai politik yang sistem banyak akan tetapi juga yang terpenting, adalah apakah lembaga-lembaga politik yang dimaksudkan itu dapat melaksanakan fungsinya sebagai mestinya. Untuk itu lembaga-lembaga politik (demokrasi) harus dilengkapi dengan beberapa proses dan aturan main yang lain, seperti tegaknya “ the rule of law “ transfarsi, akuntabilitas publik, “separation of power”, dan konstitusionalisme.
Cara yang kedua, mengambarkan demokrasi sebagai metoda politik untuk memilih pemimpin. Dalam terang semangat pengertian in, demokrasi hampir identik dengan pemilihan umum (pemilu). Akan tetapi bilama pemilihan umum (pemilu) dapat deilakukan dengan bebas dan jujur serta adil, demokrasi juga memerlukan beberapa syarat yang lain, yaitu pengakuan atas hak dan kebebasan bagi warganegara.
Cara yang ketiga, menempatkan demokrasi sebagai nilai, prilaku dan budaya pada tingkat mikro demokrasi pada hal ini brkaitan erat dengan toleransi, menerima dengan terbuka terhadap prulalitas, dan menerima dialog senbagai ganti dari pada tindakan aksi kekerasan. Sementara itu, cara pandang yang keempat, menaruh demokrasi dalam kerangka perimbangan kekuatan (balance of power) terutama antara kelas-kelas sosial di masyarakat.
Dan dengan membicarakan demokrasi, tidak bisa tidak bicara soal kekuasaan dan negara, sebab pada dasarnya, bicara soal demokrasi adalah soal bagaimana rakyat dalam satu negara mengelola kekuasaan untuk kepentingan bersama. Dalam perjalana sejarah , soal pengelolaan kekuasaan oleh rakyat itu terkait dengan soal bagaimana konsep negara dan konsep kekuasaan muncul dalam kehidupan manusia. Bagian ini akan membicarakan kedua hal tersebut.

2.2.1        Negara Dalam Legitimasi Theologis
St.Agustinus (354-430) boleh dibilang dapat mewakili para pemikir dan penganut teori kedaulatan Tuhan dan Allah. Dalam bukunya yang berjudul, “Civitas Dei Civitas Terrena”. Dalam hubungan ini, St.Agustinus memandang negara duniawi ini sebagai kekuatan jahat dan dosa yang harus ditolak. Maka oleh sebab itu, dunia ini harus di tegakan kedaulatan Allah agar manusia dapat terselamatkan. Negara duniawi memang tidak dapat dielakan, akan tetapi untuk mencegah dampak negatifnya bagi manusia, maka kekuasaan Allah harus di tampilkan diri dalam diri wakil-wakil Allah entah ibu nabi, radja, kaisar atau pemimpin-pemimpin lainnya.
Dalam hal ini manusia harus taat kepada kedaulatan Allah, lewat ketaatannya kepada pemimpin-pemimpin duniawi, yang mewakili kehadiran Allah. Maka dengan menaati wakil-wakil Allah, manusia dapat belajar untuk taat kepada Allah. Dengan menaati wakil-wakil Allah, maka manusia dapat belajar untuk menjadi warga negara Allah agar manusia bertingkah laku sesuai dengan kehendak Allah maka norma agama dijadikan sebagai norma hukum.
Dengan dijadikan norma agama (moral) menjadi norma hukum positif (negara) maka norma hukun dan norma agama tidak dapat dipisahkan. Atau tidak dipisahkan. Keduanya disatukan dan memang hanya satu yakni norma moral yang sekaligus menjadi norma hukum maka dengan cara yang sedemikian, diharapkan kedaulatan Allah dapat ditegakan didunia lewat para wakil-wakilnya. Karena tidak ada mekanisme untuk melakukan pengawasan atau kontrol terhadap para penguasa duniawi ini maka mereka lebih cenderung bertindak secara otoriter dan berkuasa secara absolut. Negara sejak awal dinilai jahat dan ingin dijadikan sebagai sarana atau alat penyelamatan dengan menunjuk wakil-wakil Allah di dunia ternyata, mengalami kegagalan total. Negara bukan menjadi yang terbaik dan menguntungkan bagi manusia akan tetapi justru semakin represif terhadap warganegaranya atau terhadap manusia. Legitimasi teologis memang tidak menyediakan sistem yang memungkinkan rakyat untuk mengontrol penguasa. Keshalehan dan kebijakan pemimpin memang di andaikan akan teapi hal tersebut amatlah sulit dalam kehidupan konkrit sehari-hari. (Adisusilo, 2007 : 86).
Implikasi dari pada teori ini sangat besar dan sangat luar biasa dieropa lambat akan tetapi pasti, kerajaan-kerajaan di eropa, sejak runtuhnya romawi barat, pada abad ke –V, maka lambat laun menghadirkan monarki teokratik. Dinasti meroving pada akhir abad ke-V, mulai dengan membangun monarkidengan berpusat di Austria lalu kemudian dinasti Charolling melanjutkan pada abad ke-VII yang mencapai puncaknya pada radja Karel Agung (768-814) yang meletakan dasar-dasar bagiterbentuknya imperium romawi suci pada abad ke-IX dengan wilayah yang sangat luas yang dimulai dari spanyol, prancis, belanda, german, Austia, dan hongaria. Romawi suci dengan tegas mendasarkan diri pada kitab suci injil. Maka dengan demikian tidaklah dapat diragukan lagi teokrasi kristiani ditegakan di eropa hingga akhir abad ke-XVIII. (Adisusilo, 2007 :87).
Dan memang harus diakui, bahwa kadar theokrasinya tidaklah sama dan sangat kontekstual. Raja atau ratu ingris, jelas-jelas memperlihatkan sebagai kepala negara dan sebagai kepala gereja. Sripaus, diroma, sebagai kepala gereja katolik dunia, merangkap sebagai kepala negara kepausan atau kepatikan. Diperancis, Austria, jerman, meskipun kepala negaranya adalah raja, akan tetapi tidak merangkap sebagai kepala gereja, akan tetapi birokrasi pemerintahannya dan birokrasi gereja agaknya sulit untuk dipisahkan. Norma agama, yang diterapkan di eropa, berbeda-beda kadarnya dan kedalamannya. Keadaan ini mulai mengalami perubahan sejak terjadinya revolusi perancis tahun 1789 melanda hampir seluruh eropa yang melahirkan negara bangsa (Nationstate). Legitimasi theologisnya mulai dipertanyakan dan diganti dengan legitimasi sosiologis yang dirintis oleh Thomas Hobbs (1588-1679), jhon Locke (1632-1704) dan Jean Jacques Rousseau (1712-1778), dan lain-lainnya. Legitimasi sosiologi ini perlahan-lahan tetapi pasti melahirkan negara bangsa yang bersifat sekuler.

2.2.2        Negara Dalam Legitimasi Ontologis

A.    (Nicollo Machivelli 1469-1527)
Berbicara tentang politik, atau kekuasaan dengan tanpa penyinggung tokoh italia yang bernama (Nicollo Machivelli 1469-1527) rasanya tidak lengkap. Hal ini disebabkan karena Nicollo Machivelli adalah tokoh pemikiran politik yang pengaruhnya cukup besar dalam bidang pilsafat politik. Terutama dengan melalui bukunya dengan judul “ Il principe atau the prince” (1513) yang sangat berpengaruh pada politis jahat sehingga namanya melekat dengan sebutan politik yang menghalalkan segala cara demi meraih tujuan. Machivelli menerangkan analisis secara mendetail mengenai teknik berpolitik. Karyanya hingga saat ini masi menjadi reperensi kajian bagi mahasiswa yang belajar politik dan Filsafat.
Dalam bukunya yang Sang Pangeran (The Prince) Machiavelli berkonsentrasi (berfokus) pada teknik yang harus digunakan oleh para politis yang hendak sukses untik meraih tujuan politiknya dengan tanpa memperhitungkan nilai-nilai moral. Atau dengan perkataan lain, tema buku ini terutama menekankan nasehat bagi kaum penguasa atau bangsawan yang hendak berkuasa dengan sukses, dalam kaitannya dengan masalah memerintah, bahwa prinsip pokok yang harus di pegang adalah seorang penguasa atau bangsawan itu, harus membuang jauh-jauh segala macam pertimbangan moral dan hanya mengandalkan pada kekuatan, kebohongan, kelicikan dan kebencian (Plumb, 1969 : 71).
Jikalau keamanan negara yang memang yang mengharuskan maka segala cara adalah halal untuk mencapai tujuan dan serta menegakan kekuasaan. Seorang penguasa (Pemimpin) tidak boleh mengikuti hati nurani yang melemahkan kemaun untuk tetap berkuasa. Orang lain dapat saja mengemukakan kebenaran dan menyatakan bersedia menderita untuk itu tapi bagi seorang pengusa (Pemimpin) sebagai kebenaran yang sejati terletak pada bagaimana mempertahankan dan memperkuat kekuasaan segala macam cara. Untuk keperluan menjaga kekuasaan tersebut, seorang pemimpin atau seorang penguasa, harus memiliki tentara nasional yang prefisional tidak bisa mengandalkan tentara sewaan sebab mereka itu setia hanya karena uang (Nicollo Machiavelli, 1939:83).
Kalau melihat secara keseluruhan pemikiran politik Nicollo Machiavelli, tampaknya ia memulai dengan sebuah proses besar yaitu proses sekularisasi politik. Segala yang ber bau sakral dan terkait dengan persoalan politik, harus di buang jauh-jauh semua unsur-unsur yang terkait dengan politik pada dasarnya adalah duniawi belaka, bahkan dia kebablasan sebab etika politiknya  tanpa moral brutal dan kejam.
Mereka berangkat dari asumsi yang dikemukakan oleh Nicollo Machiavelli bahwa negara adalah bidang duniawi, yang harus dikelola secara duniawi pula, yang lain adalah penguasa, sang pangeran atau pemimpin adalah mnusia biasa yang memiliki sejumlah ambisi dan nafsu pribadi yang hendak berkuasa secara terus-menerus. (Adisusilo, 2007 :92-93).
2.2.3        Negara Dalam Legitimasi Sosiologis
Masa pencerahan di Eropa, mewarnai pada pola pikir manusia terutama dalam persoalan politk, Negara dan kekuasaan. Rasionalisme dan empirisme, mendorong Negara dan kekuasaan pun dipandang dengan berdasarkan pengalaman nyata (pendekatan sosiologis) dan harus dipertanggung jawabkan secara rasional dan etis pula. Pendekatan ini menghasilkan suatu pandangan baru tentang Negara dan kekuasaan yang ada didalamnya pada dasarnya, merupakan pengalaman hidup bersama. Negara itu merupakan hasil dari kesepakatan bersama, hasil consensus yang dicapai secara rasional dan etis, maka oleh sebab itu segala implikasinya harus dipecahkan secara konsensus oleh semua pihak yang berkonsensus, yakni seluruh rakyat (Adisusilo, 2007:92).


a.      Thomas Hobbes (1688-1679)
Setelah gagasan Niccolo Machiavelli yang sekuler, dilontarkan dan mendorong kemunculan penguasa yan absolut dan otoriter maka Thomas Hobbes (1588-1679) dengan bukunya yang berjudul “Liviathan” (1651) mencoba membangun pemikiran baru bahwa Negara itu ada sebagai hasil dari perjanjian atau consensus bersama seluruh orang-orang atau rakyat (kontrak social). Maka dengan itu muncullah suatu pemikiran politik yang dicerminkan oleh teori, yakni teori perjanjian.
Teori-teori tentang asal mula Negara dapat dimasukan kedalam dua golongan yakni:
a)      Teori yang spekulatif
b)      Teori yang historis (teori yang evolusionistis)
Teori spekulatif yang dibahas dalam hubungan ini adalah teori perjanjian masyarakat (kontrak social). Teori perjanjian masyarakat atau teori kontrak social, yang menganggap bahwa perjanjian sebagai dasar Negara dan masyarakat.
            Keadaan alamiah karena itu tidak dapat dibiarkan berlangsung secara terus-menurus, manusia dengan akal budinya mengerti dan menyadari bahwa demi keberlanjutan kehidupan mereka sendiri keadaan alamiah ini harus diakhiri. Dan hal ini dilakukan dengan cara perjanjian bersama-sama individu yang tadinya hidup dalam keadaan alamiah, berjanji akan menyerahkan semua hak kodrati yang dimilikinya kepada seseorang atau lembaga atau kepada seluruh majelis. Lembaga masyarakat yang disebut belakangan adalah sebagai Negara, yang memiliki kekuasaan yang sangat besar yang berasal dari masyarakat itu,
            Maka dalam hubungan ini gambaran Thomas Hobbes (1588-1679) tentang Negara, masih dekat dengan Monarki Absolut (Tradisional) yang mengaku kekuasaannya berasal dari tuhan. Bagi Thomas Hobbes, hanya terdapat satu perjanjian yakni “Pactum Subjection” atau perjanjian pemerintahan dengan jalan mana segenap individu yang berjanji menyerahkan semua hak-hak kodrat mereka yang dimiliki ketika masih hidup dalam keadaan alamiah, kepada seseorang atau sekelompok orang yang ditunjuk untuk  mengatur kehidupan mereka.

b.      John Locke (1632-1704)
Dengan teori perjanjian masyarakat adalah orang kedua yang tidak kurang pentingnya atau terkenalnya adalah yang berasal dari pemikiran Politik John Locke (1632-1704. John Locke mengemukakan ide-ide politiknya kea lam dua buah bukunya yang berjudul “Two Treatises of Civil Government”
Dalam bukunya yang pertama dari “treatiises” ini, pokok-pokok pikirannya tentang Negara, yang dilatarbelakangi oleh kondisi social ketika itu berhadapan dengan keyakinan yang hidup dalam masyarakat khusus nya apa yang diyakini oleh raja Inggris dan ini dipergunakan oleh John Locke untuk menyerang pendapat Sir Robert Filmer bahwa kekuasaan raja adalah berasal dari tuhan (allah) sendiri atau dengan mencari legitimasi teologis, yang mengemukakan teori tentang hak-hak Raja yang berasal dari tuhan (The Devine Rights Of Kings) Negara itu ada, itupun adalah karena kehendak allah, maka sebagai pemegang kuasa sebenarnya yang bertindak atas nama allah juga. (Isjwara, 1967: 127).
Bagi pandangan John Locke, dalam keadaan sebelum ada Negara, atau dalam keadaan alamiah dapat ditafsirkan bahwa keadaan dimana manusia bebas dan sederajat menurut kehendaknya sendiri. Dalam konsep tentang keadaan alamiah (State Of  Nature) antara John Locke dan Thomas Hobbes melihat bahwa keadaan alamiah itu sebagai suatu keadaan anarkis. Namun dalam hal ini John Locke memiliki pandangan lain tentang hal itu yakni bahwa dalam keadaan alamiah, sebagai suatu keadaan “a peace atau a goodwill, mutual assistance and preservation” (Lucio Collecti, 1972: 166-167)
Paling tidak John Locke merupakan tokoh penting dalam kaitannya dengan memperkenalkan gagasan bahwa kekuasaan Negara bukanlah berasal dari allah akan tetapi berasal dari rakyat yang sepakat mengadakan perjanjian bersama untuk membentuk Negara. Negara yang berasal dari rakyat itu juga diperuntukan bagi rakyat yaitu untuk melindungi hak dan kepentingannya. Disini Negara demokratis itu nyata dan tidak tergelincir menjadi Negara totaliter.
c.       Jean Jackues Rouseau (1712-1778)
Ketika orang membicarakan masalah Negara demokrasi, maka sebagai wacana pemikiran ilmiah, orang tidak boleh melupakan kntribusi pemikiran Jean Jackues Rouseau (1712-1778). Dan tidak bisa disangkal bahwa berkat bukunya Du Contract Sosial (selanjutnya disebut dengan kontrak social) revolusi perancis terkenal dengan semboyan Liberte, egalite dan fretarnite. Di samping itu pemikiran jean Jackues Rouseau memberikan pengaruh terhadap Revolusi Perancis, maka dalam hubungan ini Rouseau  telah memperkenalkan “doktrin kedaulatan rakyat” yang menjadi salah satu daya Tarik utama darrevolusi perancis bagi bangsa lain yang menyimaknya. Jean Jackues merupakan tokoh yang pertama kali menggunakan istilah kontrak social dengan makna dan orisinalitas yang tersendiri.
Jean Jackues Rouseau yang pertama sekali meletakan dasar-dasar faham kedaulatan rakyat atau jenis Negara yang demokratis yakni rakyat yang mempunyai kedaulatan dan penguasa hanyalah sebagai wakil rakyat (Iswara, 1982: 147-149).
Dimana aspirasi dan kehendak manusia itu ditampung dalam Negara. Individu yang masuk kedalam Negara, tidak akan kehilangan apa-apa dan bahkan individualitasnya diperkuat. Dengan mentaati Negara mereka juga mentaati diri mereka sendiri. Rakyat memutuskan segala sesuatu untuk kepentingan umum atau kepentingan seluruh rakyat.

2.3  PEMIKIRAN DAN IDEOLOGI NASIONALISME

A.    Nasionalisme, Natie dan Negara-Nasional
            Bahwa nasionalisme dan natie adalah merupakan fenomena sosial politik yang terpenting dalam abad ini, kiranya tidak perlu banyak penjelasan lagi. Nasionalisme dan natie, adalah dua serangkai sebagai fenomena sosial politik yang pada akhirnya bermuara pada Negara-nasional atau Negara bangsa (nation-state). Nasionalisme adalah suatu gerakan sosial (social movement) yang penuh dengan dinamika yang berhembus kurang lebih dua abad yang lalu yang berasal dari Eropa Kontinental dan selanjutnya menimbulkan gejolak dan keguncangan yang melanda di benua-benua Asia-Afrika dalam abad ini. Revolusi perancis tahun 1789, adalah bentuknya yang pertama dan pergolakan serta kebangkitan Negara-negara Asia-Afrika dari abad XX-an.
            Namun demikian apa yang dimaksudkan dengan konsep atau teori ataupun ideology dan pengertian tambahan lainnya, seperti misalnya “natie” dan Negara bangsa (nation-state). Nasionalisme dengan dilandasi sebuah keyakinan bahwa umat manusia terbagi kedalam bangsa-bangsa dan bahwa semua bangsa berhak untuk memiliki pemerintahan sendiri dan berhak untuk menentukan nasibnya sendiri sebagai suatu bangsa.  Maka dengan demikian Negara-bangsa,merupakan satau-satunya unit politik yang sah sebagai penjaga identitas politik bangsa. Nasionalisme, sebagai doktrin yang menyatakan bahwa sekelompok etnis dan politik, haruslah kongruen (sama dan sebangun). Namun secara lebih spessifik dan kongkrit, nasionalisme menyatakan bahwa Negara nasional dikatakan bahwa nasionalisme dalam refleksinya  nyata, dinyatakan dalam Negara-bangsa (nation-state) yang diidentifikasi dengan kultur bangsa (nasional) dan berkomitmen dalam melindunginya adalah unit politik yang bersifat natural. Sehingga pada akhirnya, prinsip-prinsip yang tercermin dalam doktrin nasionalisme, nyatanya dapat diterima dan dianut secara luas dan dapat diterima begitu saja di dunia modern.
            Sebagai unit politik dan nasional, adalah unit yang mempresentasikan dan mengekspresikan kehendak mayoritas dari suatu bangsa, melindungi kepentingannya, dan menjamin kelangsungan hidup bangsa itu. Maka dengan demikian, uraian diatas dapat juga dipahami sebagai ungkapan, manusia dikelompokkan dalam kategori tertentu , seperti bangsa dan Negara yang dipelajari dalam ilmu politik. Ilmu politik memusatkan perhatian pada konsep bangsa dan Negara karena semua proses politik menyangkut bangsa dan Negara.
2.4.1  Beberapa Pengertian Pokok Nasionalisme
            Sekalipun secara etimologis perkataan nasionalisme, natie dan nasional kesemuanya adalah yang berasal dari bahasa latin “natie” yang dapat diartikan sebagai “bangsa yang dipersatukan karena kelahiran”, “natio” adalah kata benda dari kata kerja “nasci” yang berarti dilahirkan. Namun arti dan hakekat yang melekat pada kata itu, sudah beralih menurut zaman dan tempat dan disesuaikan dengan ideology penafsirannya. Dan dengan demikian dengan konteks ini bahwa sudah banyak diusahakan rumusan definitive tentang nasionalisme yang berasal dari sarjana ilmu politik, sarjana-sarjana ilmu sosial lainnya meninjau pengertian naasionalisme dari segi dan pandangan masing-masing sehingga pengertian nasionalisme tergantung daripada sudut pandang mereka ini. Oleh sebab itu sudut pandang ilmuan sosial tersebut dapat digolongkan menjadi dua sudut peninjauan secara objektif dan subjektif. (Isjwara, 1967:109)
            Jika ditinjau dari sudut pandang secara objektif, maka dengan demikian nasionalisme dikaitkan dengan suatu kenyataan objektif. Yang dikaitkan sebagai cirri khasnya, sebagai factor objektif yang paling jelas dan lazim dikemukakan adalah misalnya factor ras, aspek, agama, bahasa, peradaban (seperti apa yang dikemukakan oleh para sarjana Anglo Saxon disebut sebagai “civilization”), wilayah, Negara dan kewarganegaraan. Kendatipun demikian, pandangan seperti ini senantiasa tidak terlepas dari kritikan, mereka berpendapat bahwa nasionalisme tidak selalu ditentukan oleh factor objektif semata-mata. Bahwa agama, ras, peradaban tidak menentukan ada tidaknya nasionalisme itu.
            Pada titik inidapat dikatakan bahwa factor-faktor objektif itu merupakan factor-faktor kausatif yang menentukan ada tidaknya suatu nasionalisme yang seacara khusus. Jadi factor-faktor objektif itu tidaklah merupakan factor yang bersifat konstan, yang membentuk nasionalisme, akan tetapi lebih menekankan kondisi-kondisi yang memberikan corak secara khusus pada nasionalisme sebagai suatu bangsa. Namun demikian sebagai hal yang pokok dan fundamental dalam pandangan kita tentang nasionalisme, adalah adanya kesadaran yang tinggi. Atau dengan kata lain, nasionalisme itu merupakan formalisasi ataupun rasionalisasi dari kesadaran nasional. Dan kesadaran nasional itulah kiranya yang membentuk bangsa (natie) dalam pengertian politik berarti sebagai Negara nasional (nation state).
            Definisi-definisi objektif tersebut diatas, sebagaimana yang telah dikemukakan sudah sejak lama oleh Ernest Rena dalam suatu pamphlet yang dikenal dengan ungkapan Apakah Bangsa Itu (Qu est-ce que E’est un nation) pada tahun 1882. Maka menurut pandangan Ernest Renan, bahwa bangsa itu tidak selalu ditentukan oleh ras, bahasa, agama, Negara, peradaban, atau kepentingan ekonomi. Ide nasional didasarkan atas sejarah yang gemilang, adanya pahlawan bangsa dan Negara yang sungguh-sungguh mengabdi untuk nusa dan bangsa. Bangsa (natie) terutama dipersatukan oleh kesukaran-kesukaran, kesulitan-kesulitan, penderitaan-penderitaan yang dialami secara bersama. Karena itu nasionalisme adalah rasa kesadaran yang kuat dengan berlandaskan atas kesadaran akan pengorbanan yang pernah di derita bersama-sama dalam sejarah dan atas kemauan menderita dalam hal-hal serupa itu di masa depan.
            Dewasa ini tinjauan yang bersifat subjektif terhadap pemahaman nasionalisme, sebagai unsure-unsur yang pada umumnya dianggap yang tepat tentang nasionalisme dan bangsa (natie) itu. Maka dengan berdasarkan tinjauan yang bersifat subjektif atas pemahaman kita tentang nasionalisme itu adalah suatu gerakan sosial atau sebuah aliran rohaniah yang mempersatukan rakyat kedalam suatu “natie” yang membangkitkan massa ke dalam keadaan politik dan sosial yang aktif. Dengan nasionalisme seperti ini, maka Negara akan menjadi milik seluruh lapisan rakyat, bukan lagi menjadi milik seorang raja, atau milik kaum bangsawan, akan tetapi menjadi milik rakyat sebagai keseluruhan. Dan rakyat dalam hubungan ini akan menjadi suatu “natie”, karena itu nasionalisme dapat dipandang sebagai landasan ideal dari setiap Negara nasional.
            Nasionalisme merupakan manifestasi kesadaran nasional yang mengandung cita-cita yang merupakan ilham yang mengandung dan merangsang suatu bangsa. Dalam kaitan ini Hertz, (1951:21) menyebutkan ada empat macam cita-cita nasionalisme ini yakni:
1.      Perjuangan untuk mewujudkan persatuan nasional yang meliputi persatuan di bidang politik, ekonomi, sosial, keagamaan, kebudayaan dan persekutuan, serta adanya solidaritas.
2.      Perjuangan untuk mewujudkan kebebasan (kemerdekaan) nasional yang meliputi kebebasan dari penguasaan asing atau campur tangan dunia luar dan kebebasan dari kekuasaan-kekuasaan internal yang tidak bersifat nasional atau yang hendak mengesampingkan bangsa dan Negara.
3.      Perjuangan untuk mewujudkan kesendirian, pembedaan, individualistis, keaslian atau keistimewaan.
4.      Perjuangan untuk mewujudkan pembedaan diantara bangsa-bangsa, yang meliputi perjuangan untuk memperoleh penghormatan, kewibawaan, gengsi dan pengaruh.

2.4  PEMIKIRAN DAN IDEOLOGI SOSIALISME
Sosialisme adalah ideology dan aliran pemikiran, yang muncul sebagai reaksi (respon) terhadap revolusi industry dan akibat-akibatnya. Awal sosialisme muncul pada abad ke 19 yang dikenal sebagai sosialis utopia. Faham ini berkeyakinan bahwa kemajuan manusia dan keadilan terhalang dengan lembaga hak milik atas sarana produksi. Maka sebagai jalan keluarnya menurut faham ini, adalah dengan membatasi atau dengan menghapuskan hak milik pribadi dan menggantinya dengan hak pemilikan bersama atas sarana produksi. Maka dengan cara ini, pemilik pribadi dibawah kapitalisme dapat ditiadakan.
Cita-cita sosialisme sebenarnya sudah sejak lama dicetuskan jauh sebelum Karl Max memikirkan revolusi proletariat. Gagasan bahwa kekayaan dunia ini merupakan milik bersama atau semua, bahwa pemilikan bersama ternyata lebih dari milik pribadi. Pemikiran bersama oleh faham ajaran ini, akan menciptakan dunia yang lebih baik, membuat semua situasi ekonomi semua orang, meniadakan pembedaan antara orang miskin dan orang miskin dan miskin, menggantikan usaha-usaha yang mengejar keuntungan pribadi semata dengan kesejahteraan umum. Maka dengan demikian, sumber segala keburukan sosial, akan dihilangkan dan tidak ada perang lagi, semua orang akan menjadi saudara. Cita-cita sosialisme tersebut sudah ditemukan dalam peradaban bangsa Yunani Kuno, seperti yang dikemukakan oleh Plato (427-327) SM bahwa calon pemimpin Negara tidak boleh mempunyai hak pribadi dan tidak berkeluarga, memiliki segalanya bersama dan hidup dengan aturan yang sama. Namun ini hanya terbatas pada kalangan para filosof atau calon pemimpin saja sementara masyarakat sendiri bebas mempunyai hak milik. Cita-cita bahwa memiliki semuanya bersama sehingga tidak ada lagi yang memiliki secara berlebihan maupun mengalami kekurangan adalah cirri khas umat Kristen Purba. Didalam Kitab perjanjian Baru, digambarkan bahwa umat Kristen yang pertama di Yerusalem, “memiliki segala-galanya bersama” namun hal ini dianggap sebagai cara hidup yang ideal.
2.4.1   Sejarah Kelahiran Sosialisme
Sosialisme, pada hakikatnya berpangkal dari kepercayaan diri manusia, melahirkan kepercayaan pula segala penderitaan dan kemelaratan yang dihadapi dapat diusahakan kelenyapannya. Penderitaan dan kemelaratan yang diakibatkan pembajakan politik dan ekonomi dimana penguasa dan pengusaha dengan semangat liberal dan kapitalnya, memilki kekuatan penuh mengatur kaum kebanyakn warga Negara, dengan segala kerserakahannya yang didasarkan rasionalisme dan individulisme, mendorong sebagian orang mencari cara baru pemecahan masalah sosial tersebut tanpa harus dilakukan dengan kekerasan. Konsep kemakmuran yang idela yang dicita-citakan paham sosialis telah ada dalam buku Plato yang berjudul Republic. Dalam buku itu, Plato menggambarkan bahwa penguasa tidak memiliki kekayaan pribadi, serta apa yang dimiliki oleh Negara berupa hasil produksi dan konsumsi dibagikan sama-sama kepada semua.
Setelah melebarnya sayap-sayap Ideologi Liberalisme dan Kapitalisme, maka dunia yang telah tersentuh ideologi ini dipenuhi dengan pragmatism hidup, sikap individualis, konsumeris, hedonism, materialism, dan sekularisme. Ini telah menimbullkan masalah sosial sampai pada tingkat unit sosial terkecil, seperti melemahkan ikatan emosional dalam keluarga, disorientasi, disorganisasi sosial, pada skala besar timbulnya aliansi sosial sebab jauh dari agama dan ketimpangan sosial dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. 
2.5.2 SISTEM POLITIK SOSIALISME
Sosialisme dengan demokrasi, memiliki hubungan yang sangat penting, ia menjadi bagian dari kebijakan sosialis. Sosialisme dalam konteks demokrasi memiliki tujuan dengan inti yang sama, yakni untuk lebih mewujudkan demokrasi dengan memperluas penerapan prinsip-prinsip demokrasi dari hal-hal yang bersifat politis sampai pada yang bersifat nonpolitis dalam masyarakat. Sejarah Sosialisme menunjukkan, bahwa gerakan sosialis yang berhasil hanya berkembang di negara dengan tradisi demokrasi yang kuat, seperti di Inggris, negara di kawasan
            Pada saat depresi 1930-an, ini memberikan harapan kepada partai sosialis untuk terjadinya perkembangan lebih lanjut. Pada tahun 1932 , Franklin D.Rosevelt terpilih sebagai presiden, dengan menerapkan kebijakan New Deal yang demikian semangat, Partai Sosialis hanya mendapatkan dukungan suara sebesar 167.000 suara.  Dukungan yang datang kepada partai ini sebenarnya tidak mewakili seruan “kaum proletar industri yang tertindas” dalam menantang kapitalisme, melainkan protes para petani menentang harga produk pertanian yang rendah, tingkat bunga yang tinggi, praktik yang kotor dalam politik. Mobilitas sosial masyarakatnya, khususnya di bidang pendidikan (universitas) sangat tinggi.
            Oleh sebab itu, dalam perjuangan untuk mencapai cita-citanya, sosialis ,menggunakan cara-cara yang demokratis sebagai berikut :
1.      Sosialisme menolak terminologi Proletariat yang menjadi konsep Komunisme;
2.      Pemilikan alat-alat produksi oleh negara harus diusahakan secara perlahan-lahan atau secara bertahap. Jika satu tahap sudah berjalan, maka diusahan kepada tahap selanjutnya;
3.      Kaum sosialis menuntut pendirian umum yang demokratis bahwa pencabutan hak milik warga negara harus melalui proses hukum dan warga negara tersebut harus mendapat kompensasi;
4.      Kaum sosialis menolak pengendalian kekusaan oleh sekelompok minoritas yang mengatasnamakan kekuatan revolusioner;
5.      Tidak sependapat bahwa dalam demokrasi hanya ada dua pilihan antara liberalikapitalis atau komunis.

2.5.3        Tokoh-Tokoh Sosialis
1.      S.t Simon (1760-18730
Merupakan bapak Sosialisme. Dia orang pertama yang menyerukan perlunya sarana-sarana produksi agar dimiliki sepenhnya oleh pemerintah.
2.      Robert Owen (1771-1858)
Merupakan tokoh yang sangat konsen untuk mementingkan perbaikan seluruh lapisan masyarakat dan penyelesaian permasalahan antara kaum kapitalis dengan buruh. Ia hidup di Inggris dan pertama kali yang menggunakan istilah Sosialisme. Perhatian utamanya adalah kepada perubahan progresif undang-undang, serta ingin memperkokoh keadaan yang tidak adil.
3.      Marie Charle Fourier (1837)
Ia mengusulkan agar dibangun perumahan bagi kaum buruh. Ia berusaha membentuk masyarakat-masyarakat kecil yang tidak (sekurang-kurangnya) diharapkan tidak mengenal kemiskinan dan penderitaan. Ia tidak tega melihat penderitaan orang lain, maka ia menganjurkan agar dalam masyarakat kecil  tadi diadakan sistem pemilihan umum, dan sistem pendidikan yang sama bagi anak-anak tanpa membedakan yang miskin dengan yang kaya.  Fourir tidak menghendaki persamaan seluruhnya, melainkan ia mengakui adanya hierarki. Menurutnya pendapat usaha, haruslah dibagai antara tenaga, capital, dan bakat (talent), dengan bagian terbesar disediakan untuk tenaga.

4.      Bakunin (1814-1876)
Ia merupakan rekan segenerasi Karl Marx, orang pertama  yang mengajarkan manusia kearah serba halal. Yang membuat manusia berbuat bebas, merdeka sesuka hatinya tanpa ada ikatan dan tanpa norma serta undang-undang sebagai dasar perbuatannya.
5.      Thomas Moore
Merupakan seorang sosialis Utopis ke-15-16, menurutnya Sosialisme merupakan reakis dari Kapitalisme. Ia hanya dapat mengembangkan dirinya di mana tradisi liberalis sudah berkembang seperti di Eropa Barat, sedangkan di negara yang tidak memiliki tradisi semacam itu, cenderung akan menjadi Fasisme.
2.5.4 Prinsip-Prinsip Ideologi Sosialisme
Sosialisme memiliki prinsip-prinsip dalam menegakkan suatu pemerintahan dan negara dalam mewujudkan kepentingan rakyat keseluruhan. Ini meliputi masalah agama, idealisme etis, dan estetis, empirisme Fabian dan liberalisme. Prinsip-prinsip ideologi Osialisme menurut Sidney Webb dalam bukunya Fabian Esseys (1889) itu menganggap Sosialisme sebagai hasil yang tidak dapat dielakkan dari keberhasilan demokrasi dengan kepastian yang datang secara bertahap (Inevitability of gradualness) yang berbeda dengan pandangan Karl Marx tentang kepastian revolusi. Adapun pernyataan tersebut dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip Sosialisme sebagai berikut :
1.      Masalah agama
Dalam pembentukan gerakan sosialis pengaruh agama merupakan yang paling kuat. Menemukan berbagai hal yang berhubungann dengan doktrin keagamaan, sosial,dan ekonomi serta banyaknya jumlah sekte keagamaan telah membuktikan betapa adanya berbagai ajaran yang dipegangnya. Hal ini tampak terlihat di Inggris pada masa itu menurut Attle. Hal ini disebabkan karena dulu ada gerakan Kristiani Sosialis yang beranggapan bahwa agama itu harus disosialisasikan dan sosialisasi harus dikristianikan.
2.      Idealisme etis dan estetis
Ini menjadi sumber Sosialisme di Inggris, Jhon Ruskin dan William Morris mengungkapkan ini bukan suatu program politik dan/atau ekonomi, tetapi merupakan pemberontakan melawan kemelaratan, kebosanan, dan kemiskinan hidup dibawah Kapitalisme industri.
3.      Empirusme Fabian
Ini merupakan ciri gerakan sosialis Inggris yang paling khas. Masyarakat Fabian didirikan pada tahun 1884, serta mengambil nama seorang Romawi, yakni Quintus Fabius Maximus Cunctator, “si penunda”. Moto awal dari masyarakat itu adalah ‘Engkau harus menunggu saat yang tepat; kalau saat yang tepat itu tiba engkau harus melakukan serangan yang dahsyat , sebab jika tidak, penundaan yang engakau lakukan itu sia-sia dan tidak akan membawa hasil. Tokoh-tokoh dari kalangan ini adalah George Bernand Shaw, Sidney dan Beatrice Webb, H.G. Wells dan Graham Walls, mereka bukan berasal dari kalangan miskin. Prinsip menurut mereka adalah bahwa tuntutan dasar pikiran serta politik sosialis itu masuk akal dan bersifat adil.
4.      Liberalisme
Ini telah menjadi sumber yang semakin penting bagi Sosialisme, terutama sejak Partai Liberal merosot perananya di banyak negara. Seperti di Inggris Partai liberal merosot peranannya,dan meningkatnya peran oleh Partai Buruh. Dalam sosialisme juga ada kecenderungan berorientasi pada negara, masa, dan kolektivitas. Namun, dalam 40 tahun terakhir semakin banyak orang Liberal yang menggabungkan diri dengan Partai Buruh. Hal ini penting terutama setelah partai liberal terjadi tidak berarti banyak beralih ke partai buruh. Sebab dalam partai buruhlah, gagasan mereka dapat dikembangkan.

2.6     PENGERTIAN KOMUNIS

           Ketika Karl Marx mulai menyerukan model sosialisme, keadaan di Eropa sedang terjadi Exploitasi kaum Borjuis(capital) kepada buruh (Proletar). Marx, seorang Yahudi yang dilahirkan di Trier, Jerman, wataknya yang sombong, keras kepala, memiliki kelebihan ynag membuatnya menjadi berani. Ia menjadi seorang yang revolusioner dengan gagasan dan gerakannya untuk melakukan perubahan berdasarkan suatu ideology baru, yakni Komunisme.
           Istilah ini kemudian dipergunakan bagi golongan sosialis yang lebih militan. Marx dan Engels menggunakan istialh dari karya hasil mereka dengan sebutan manifesto komunis, ini untuk memberikan pengertian yang revolusioner sambil memperlihatkan kemauan untuk “ bersamanya “ bersama dalam hal milik dan dalam hal menikmati sesuatu. Menurut Engels, istitalah itu kurang mengandung pengertian utopis, erat hubungannya dengan perjuangan kelas pekerja serta konsepsi materialis dari sejarah. Sebuah pendekatan yang digunakan oleh Engels dan Marx pada sifat yang ideologis yang pada akhirnya membangun masyarakat komunis, sebuah masyarakat sama rasa dan sama rata(unclesses).
      Masyarakat komunisme yang digambarkan oleh Marx adalah suatu komunitas yang tidak berkelas, tentram, tenang, manusia dengan disiplin diri, dan pandangan terhadap kerja sebagai sumber kegembiraan, lepas dari perlu tidaknya kerja ini dipandang dari segi keuntugan serta kepentingan diri. Bekerja merupakan sumber dari segalanya, sebuah aliran berpikir berlandaskan kepada atheisme, yang menjadikan materi sebagai asal segala-segalanya. Ditafsirkannya sejarah berdasarkan pertarungan kelas factor ekonomi. Karl Marx dan Frederch Engels adalah tokoh utamanya dalam mengembangkan paham ini.
Sebagaimana dikemukakan Loer inti dari materialieme sejarah berdasakan premis teoritis dapat dikemukakan sebagai berikut. Pertama, sebab terjadi perubahan dan proses sejarah harus dilacak dalam bentuk serta cara prosuksi ekonomi masyarakat, bukan dalam gagasan atau filsafat. Kedua, setiap masyarakat selalu dicirikan oleh adanya basis serta superstruktur, di mana basis menentukan suprastruktur. Ketiga,  perubahan itu disebutkan oleh adanya antagonimse, koentradiksi kelas social atau proses dialektis antara kekuatan-kekuatan serta hubungan-hubungan produksi. Keempat, masyarakat kapitalis melahirkan kondisi-kondisi material yang pada akhirnya menhancurkan masyarakat tersebut, karena dalam masyarakat kapitalis selalu berlangsung kontradiksi internal, yakni pertarungan atau konflik tidak pernah henti antara kekuatan social yang terdapat dalam masyarakat kapitalis itu sendiri. Oleh sebab itu, Marx mengatakan bahwa sejarah masyarakat yang ada tidak lain sejarah perjuangan kelas.
      Dalam masyarakat industry modern lebih dari dua ratus tahun terakhir ini, pemilikin alat-alat produksi industry telah memegang peranan penting atau menjadi kunci utama. Kaum kapitalis tidak hanya menentukan tujuan ekonomi dari masyarakat. tetapi secara politik menguasainya serta menetapkan ukuran dan nilai-nilai social. Tujuan akhir, tentu untuk mempertahankan ideology yang dipahami kesakralannya dan keadilan pemilikan harta kaum kapitalis. Demikian pola imperialism, terutama terjadi karena kepentingan dari persaingan ekonomi, dan ini merupakan aspek inti dari kapitalisme. maka analisis Marx yang terpenting adalah materi atau ekonomi menentukan perkembangan dan perubahan sejarah. Itulah sebabnya imperialism dan kapitalisme akan dihancurkan, factor produksi harus direbut oleh mereka yang ditindas akibat sistemkapitalisme itu, yakni revolusi melalui perjuangan kaum buruh.
2.6.1 sejarah komunis               
            Komunis, mulai popular dipergunakan setelah revolusi di tahun 1830 di Prancis. Suatu gerakan revolusi yang menghendaki perubahan pemerintah yang bersifat parlementer dan dihapuskannya raja. Akan tetapi tetapi terjadi malah dihapuskan system republic dan Louis Philippe naik sebagai raja, ini melahirkan gelombang munculnya perkumpulan revolusioner rahasia di Paris pada tahun-tahun tiga puluhan, terutama di tahun empat puluhan. Istilah komunis itu dipergunakan terhadap perkumpulan-perkumpulan serta paham yang dianutnya, Di masa itu yang jelas istilah Komunisme itu, lekat pada nama golongannya.
      Istilah komunis, awalnya mengandung dua pengertian. Pertama, ada hubungannya dengan komune(commune) , sesuai satuan dasar bagi wilayah Negara yang berpemerintahan sendiri, dengan Negara itu sendiri sebagai federasi an komune-komune itu. Kedua (bersmaan dengan penegertian pertama) dari istilah komunisme, ia menunjukan milik kepunyaan bersama. Pengertian yang pertama, lebih erat hubunganya serikat rahasia dan serikat yang hidup terbuang, seperti perkumpulan Liga Komunis(1847) di kalangan orang-orang Jerman yang hidup dalam buangan di luat negri (Paris); manifesto komunis merupakan garis perjuangan liga itu: pengertian kedua, dari istilah komunisme, ia menunjukkan milik atau kepunyaan bersama dan ini dipergunakan di tahun 1840-an bagi pengikut Cabet. Pada esensinya, Komunisme adalah ideology ideology politik.
Dalam hubungan ini Babeuf menyerukan semoga rakyat menyatakan bahwa rakyat menuntut agar segala apa yang telah dicari, dikembalikan, segala apa yang memalukan dirampas oleh orang-orang kaya, atau kaum kaya, dari kaum miskin. Merekalah yang pertama sekali menyuarakan tuntutan-tuntutan inti komunisme kemudian hari, seperti sosialisasi alat-alat produksi dan kediktatoran kaum proletariat. Produksi harus diatur secara bersama-sama, hak milik pribadi harus dihapus, setiap orang harus diberikan kegiatan (pekerjaan) sesuai dengan bakat dan kemampuannya, tanah harus dinasionalisasikan, akan tetapi diserahkan kepada kaum tani untuk digarap. Setiap orang menyerahkan hasil pekerjaannya dan menerima kembali bagiannya dari Pemerintah. (Susesno, 2001:20).
      Hal yang sama dilakukan oleh Saint Simon. Iamembuat penelitian terkait dengan persoalan konsep kelas dan dampak industrial yang cepat di antara kalangan para pekerja. Dalam hubungan ini ada tiga keyakinan yang dapat dalam pemilikan dasar Saint Simon itu. Pendewaan ilmu pengetahuan.
Maka dalam hubungan ini, Sain Simon mengharapkan terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera bagi semua orang, bukan dari perjuangan kelas kaum buruh, melainkan dari suatu penataan masyarakat yang adil dan sejahtera bagi semua orang, bukan dari perjuangan kelas kaum buruh, melainkan dari suatu penataan masyarakat dari atas yang ilmiah. Disini menurut pandangan Saint Simon, Negara itu bertugas untuk mengurus agar bidang produksi berfungsi dengan baik. Maka untuk itu, pengelolaan yang digunakan dalam industri harus diterapkan pula masalah-masalah social. Juga dalam hubungan ini apa yang dilakukan oleh Robert Owen telah mendalami konsep-konsep kelas social dan perjuangan kelas kelas dan menjadikannya sebagai tema sentral dari berbagai penelitian social ( Suhelmi, 2001: 267-268 dan Suseno, 2001-26).


2.6.2 Perkembangan Pemikiran Marxisme
            Hal ini sama artinya dengan membedakan pengertian antara “Marxisme” dengan “Komunisme “  dalam konteks pemahaman sosialisme di depan. Komunisme yang juga disebut sebagai komunisme internasional adalah nama gerakan kaum komunis. Komunisme adalah gerakan dan kekuatan politik partai-partai komunisyang sejak Revolusi Oktober 1917 di awah pimpimnan V.I Lenin (1870-1924) menjadi kekuatan politik dan ide-ide ologis internasional Dan istilah komunisme juga dipergunakan untuk menunjuk kepada “Ajaran Komunisme” atau “ Marxisme-Leninisme “ yang merupakan ajaran atau sebuah ideology resmi komunisme.
            Jadi, Marxisme menjadi salah satu komponen dalam suatu system ideologis komunisme. Memang kaum komunisme yang selalu mengklaim monopoli atas interpretasi ajaran Marx itu untuk memperlihatkan diri sebagi pewaris sah ajaran Marx. Namun sebelum itu, bahwa sebelum dimonopoli  olej V.I. Lenin, istilah komunisme digunakan untuk cita-cita utopis mayarakat dimana segala hak milik pribadi dihapus dan semuanya dimiliki secara bersama. Sedangkan istilah “Marxisme”  itu sendir, adalah sebutan bagi pembakuan resmi ajaran Karl Kautsky (1854-1938) dalam pembakuan itu, ajaran Marx sebenarnya sering ruwet dan sulut untuk dimengerti disederhanakan agar cocok sebgai ideology perjuangan kaum buruh.
            Menurut pandangan Georg Lukas, yang menegaskan bahwa “Marxisme klasik” adukan dari Fredrich Engels, dan Karl Kautsky menyimpang dari apa sebenarnya yang dimaksudkan Marx. Ajaran Marx, itu sendiri pertama kali ditemukan dalam “German Ideology” tidak memuat segala apa yang dipikirkan Marx, melainkan hanya apa yang oleh Marx dianggap betul dan definnit (Suseno, 2001: 5).
2.6.3  SISTEM POLITIK KOMUNIS
Secara teoritis, pemerintahan komunis yang didasarkan ideologinya memperlakukan semua Negara bagian mereka, rakyat, dan cita-citanya menciptakan masyarakat sama rata-sama rasa. Dalam kenyataanya “jauh panggang dari api” kekerasan, penyingkiran lawan-lawan, pembuangan, pengasingan, agotasi dan propaganda untuk menghancurkan bagi mereka yang tidak sejalan merupakan tindakan yang biasa dan harus dijalankan dengan cara revolusoiner dan radikal. Dengan demikan, ideology komunisme dangan Marxismenya cenderung untuk melahirkan suatu system potilik yang otoriter dan tirani seperti yang diperlihatkan oleh penguasa Stalin dan Lenin di Rusia, Mao Tse Tung di Cina, Kim II Sung di Korea Utara, Khi Smpan di Kamboja, dan fibel Castro di Kuba. Melalui Partai Komunis yang menganut single party memegang kekuasan dengan mutlak-diktator. Rakyat tidak mungkin mengembangkan buah pikirannya, apalagi melalukan partisipasi politik yang berbeda dangan partai komunis yang berkuasa, termasuk untuk mengemukakan kebijaksanaan partai Negara.
Apabila Marx menekankana secara teoritis, hanya kemungkinan terjadi revolusi sosial di Negara maju (kapitalis), maka Lenin membantah pendapat ini. Ia memiliki pandangan, disebabkan oleh kerja sama internasioanal atau keterjalinan internasional dari kapitalisme, maka kapitalisme terbentang secara internasional bagaikan sebuah rantai. Penanaman solidaritas terhadap buruh dalam dokrin komunis secara gamblang diketengahkan seperti slogan Marx dan Engels “kaum buruh bersatulah”. Trotsky sendiri berkesimpulan bahwa Komunisme hanya mungkin dapat berkembang, jika seluruh dunia ini berhasil dikomuniskan. Tidak heran Lenin kemudian melopori berdirinya Komunis Internasional (Kominter).
Anggota atau kader partai diperintahkan untuk melakukan penyusunan ke dalam partai politik lain, terutama kelompok serikat kerja, tentara dan organisasi pemerintah. Mengutamakan perebutan kekuasaan melalui kekerasan yang mereka sebut jalan melalui kekerasan kolektivitas yang gambarkan melalui:
1.      Meningkatkan produksi melalui mekanisme yang lebih mudah yaitu dengan pertanian kolektif daripada usaha kecil milik perseorangan;
2.      Adanya penyesuaian pertanian dengan industry yang mula-mula milik perseorangan kepada dasar pemilikan dan penyelenggaran oleh Negara;
3.      Mengadakan perubahan, petani ynag bebas menjadi proletar pertanian yang terikat guna pengawasan dan pengaturan, ditambah lagi di samping adanya organisasi partai komunisme secara resmi juga diperintahkan untuk masuk dalam sel-sel organisasi lawan politik.
Dalam struktur sosial politik, Negara yang berpaham ideology komunis menganut system komando, hierarkis dari atas dengan pola sentralistik dan diktator atas nama proletar sehingga sering disebut dictator proletariat. Oleh karena itu, dalam pengambilan keputusan ada tiga tingkat atau tiga jalur untuk lahirnya suatu kebijakan politik yaitu Politik Biro (vanguard) merupakan pimpinan tertinggi dan pemutus, partai atau parlemen, dan negara terakhir masyarakat. “Kebenaran” itu adanya pada tingkat Polit Biro. Secara resmi, Negara komunis mengaku kemajemukan masyarakat, sebagai realisasinya adanya wadah partai politik. Akan tetapi, masyarakat komunis, marxisme, leninisme mengajarkan bahwa sosialisme dibentuk dan dipertahankan melalui kediktatoran proletariat. Kediktatoran proletariat dilakukan melalui partai, kediktatoran partai hanya mungkin melalui kediktatoran polit biro.
Mengenai oposisi, dalam Negara komunis ada atau kemungkinan terjadi oposisi, yaitu
1.      Oposisi intern, oposisi dari partai pemerintah (istilahnya pemebersihan sesame teman);
2.      Oposisi sektoral, oposisi yang dilakukan oleh lapisan-lapisan tertentu dalam masyarakat terutama wartawan, budayawan dan cendikiawan;
3.      Oposisi subversive, oposisi yang dianggap membahayakan kelangsungan hidup partai dan Negara karena Negara adalah partai dan partai adalah Negara.
Negara-negara yang menganut ajaran Marxisme di antaranya Rumania, Hongaria, Bulgaria, Jerman Timur, Korea Utara, Vietman, Laos, Kamboja, RRC, Kuba. Akan tetapi, seiring angin reformasi yang kuat pada induk Negara berpaham Marxisme, yakni Uni Soviet daast di bawah kepemimpinan Gorbachev dengan Glasmot dan Pretroika, Uni Soviet runtuh berganti menjadi Negara Rusia, maka komunisme rintuh, negara-negara tersebut pun satu demi satu dipertengahan tahun 1980-an, meninggalkan ideology komunismenya dan melepaskan diri dari rantai ikatan fakta Warsawa. Kecuali sejumlah Negara yang masih bertahan dengan paham komunismenya seperti RRC, Korea Utara dan Kuba, Negara ini pun tidak bersikap konservatif terhadap komunismenya. Keruntuhan paham komunis di negra tersebut pada hakikatnya karena komunisme-marxisme dalam fakra perjalanan sejarahnya terdapat perbedaan antara cita-cita, janji-janji dan harapan dengan kenyataan.

2.6.3        TOKOH-TOKOHNYA

1.      PLATO
Plato adalah orang pertama yang memperkenalkan faham komunisme. Menurut Plato, kepentingan perorangan harus disesuaikan dengan kepentingan masyarakat. Dengan demikian, Plato lebih cenderung untuk menciptakan rasa kolektivisme, rasa bersama, daripada penonjolan pribadi orang perorangan. Oleh karena itu, mengenai cara kehidupan sosial, Plato melarang adanya hak milik dan kehidupan berkeluarga. Ia memandang adanya hak millik hanya akan mengurangi dedikasi seseorang pada kewajibannya sebagai anggota masyarakat dan keperluan jasmaniah seseorang akan dicukupi oleh negara sepenuhnya. Oleh karena itu, golongan mayoritas yang merupakan kelas penghasil tetap diperkenankan memiliki harta pribadi dan juga berkeluarga, maka komunisme Plato disebut dengan komunisme terbatas.

2.      Karl Marx
Komunisme yang digambarkan oleh Marx adalah suatu komunitas yang tidak berkelas namun, tentram dan tenang, manusia yang memiliki disiplin diri dan memandang pekerjaan sebagai sumber kebahagiaan, lepas dari pemikiran perlu tidaknya sebuah pekerjaan dipandang dari segi keuntungan dan kepentingan diri sendiri. Bekerja merupakan sumber dari segalamya, sumber dai kebahagiaan serta kegembiraan. Orang  bekerja bukan untuk memenuhi nafkah, melainkan panggilan hati. Oleh karena itu, selayaknya tiap orang menjalani peran sesuai kesanggupannya karena saat itu tingkat produksi telah demikian melimpah maka, pendapatan seharusnya tidak lagi berupa upah, melainkan berdasarkan pada keperluan tiap-tiap individu.  Komunisme bagi Marx merupakan pengahapusan yang pasti atas hak milik pribadi dan alienasi manusia, karena pemberian yang nyata atas hakikat kemanusiaan oleh dan untuk manusia.

3.      Fredrich Engels
Beliau adalah sahabat sekaligus orang yang banyak membatu kehidupan Karl Marx. Engles mengemukakan bahwa bila tiba suatu waktu ketika kelas sosial lenyap maka kekuasaan politik pun akan lenyap. Ia juga mengemukakan bahwa pernah ada suatu masa masyarakat tanpa  Negara dan tanpa memiliki pengetahuan tentang Negara dan kekuasaannya. Pada tingkat tertentu dari tahapan ekonomi yang berhubungan dengan terpecahnya masyarakat menjadi kelas-kelas, Negara pun hadir sebagai sebuah kebutuhan. Kemudian dalam tahapan perkembangan produksi di mana kelas-kelas menjadi suatu kebutuhan sekaligus penghalang yang baik bagi produksi, kelas-kelas tersebut akan dihancurkan oleh revolusioner yang bersifat komunal. Bersama hilangnya kelas-kelas tersebut maka, Negara pun lenyap.

4.      Vladimir Ilivh Ulyanov atau Lenin
Seseorang yang keras kepala, berasal dari etnis Yahudi. Ia tokoh yang mampu menjabarkan Komunisme dalam pratik nyata. Lenin memperkenalkan konsep vanguard dalam terminology komunis. Konsep ini merujuk ke sekelompok kecil namun etilte proletar. Mereka merupakan kelompok terdidik, paling revolusioner, memiliki kedasaran kelas yang tinggi dan cita-cita kepada komunisme. Mereka inilah yang berperan sebagai agen transformasi sosial, penggerak revolusi komunis dan pelopr pembentukana demokrasi Marxis-Leninis. Menrutnya tanpa vanguard cita-cita komunis hanya sekedar konsep idealis yang tidak akan terealisasi secara nyata.
2.6.4 Prinsip-prinsip Ideologi Komunisme
Prinsip-prinsip ideology komunisme yaitu:
1.      Ideologi komunisme adalah system politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan berdasarkan ajaran Marxisme-Lininisme.
2.      Ideology komunisme khususnya pemikiran Marx memiliki daya pesona yang memberikan ekpresi harapan. Lepas setuju atau tidak setuju bahwa dengan segala bentuknya yang terselubung serta teorinya terkandung ekspresi harapan.
3.      Orang-orang komunis percaya kepada historical materialis sebab mareka memandang soal-soal spiritual hanya sebagai efek sampingan akibat dari keadaan perkembangan materi termasuk ekonomi. Oleh karena itu, mereka tidak memusingkan kepada hal yang bersifat pembangunan spiritual termasuk pembangunan akhlak orang bertuhan.
4.      Cara mencapai tujuan sangat menghalalkan kekerasan-radikal, revolusioner dan perjuangan kelas dengan sendirinya etika tingkah laku berdasarkan atas kekerasan serta tidak mengakui pertanyaaan hak asasi manusia. Marxisme juga mengingkari ikatan keluarga yang dianggapnya bahwa itu mengandung dukungan terhadap masyarakat Borjuis yang kemudian harus digantikan dengan kekacauan seksual.
5.      Cita-cita perjuangan adalah membangun masyarakat tanpa Negara, tanpa kelas dengan konsep sama rata-sama rasa, ideology komunis itu bersifat internasional di bidang politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
6.      Pengendalian segala kebijakan berada di tangan segelintir orang yang disebut Polit Bori, dengan sendirnya kebijakan ekonomi juga dilakukan secara tersentral dengan manajemen yang juga secara dictator dan pemerintahan yang dikendalikan oleh sejumlah orang yang sedikit.



















BAB III
KESIMPULAN
Ideology berkenaan denga nilai yakni bagaimana kita harus berbuat kepada orang lain dan hidup bersama dalam masyarakat. Dari berbagai macam ideology yang ada, menawarkan visi yang bertentangan dengan “masyarakat yang baik,” masyarakat yang terbaik secara moral yang tinggi bagi tempat hidup bersama manusia. Maka oleh sebab itu, pada umumnya, semua ideology memiliki konsepsi tentang masyarakat ideal yang juga akan menegakkan nilai-nilai moral yang dianut oleh ideology masyarakat itu. Dan dengan memiliki pandangan yang seperti ini, jelas menuntut keyakinan-keyakinan dan filsafat tertentu tentang sifat dasar (hakikat) manusia misalnya.
Jadi dengan demikian, sebuah ideology seperti misalnya, liberalism klasik, yang melihat manusia sebagai makhluk yang pada dasarnya egois namun rasional, tentu akan melihat masyarakat yang ideal sebagai sebuah masyarakat dimana manusia sebagai individu memiliki kebebasan yang maksimum untuk mengejar kepentingan mereka sendiri secara kompetitif dengan individu lainnya.
Liberalism merupakan gerakan-gerakan (movement) yang terutama di maksudkan untuk melindungi kebebasan individu dalam mengeluarkan pendapat, kebebasan beragama dan kebebasan untuk meraih kesempatan peluang ekonomi. Dengan demikian, individualism mengagungkan manusia sebagai individu. Ideology seperti sosialisme, akan melihat bahwa orang pada dasarnya sama dan suka bekerja sama, bahwa sikap egois dan kompetisi akan mengarah pada masyarakat kelas yang terpecah yang mencegah berkembangnya tabiat manusia secara penuh.









DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutardjo.2007.Sejarah Pemikiran Barat Dari Yang Klasik Sampai Yang Modern. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma.
Budiardjo, Miriam.1986. Pendekatan-Pendekatan Dalam Ilmu Politik,Dalam Jurnal Politik No 1. Jakarta: AIPI Gramedia Pustaka Utama.
_____________.1994.Demokrasi Di Indonesia.Demokrasi Parlementer, Demokrasi Pancasila. Jakarta: Gramedia.
______________.1984 Symposium Kapitalisme, Sosialisme Dan Demokrasi. Jakarta:Gramedia,
Fautanul, Idzam.2013.Filsafat Politik, Jakarta: Gaung Persada Press Group
Sitepu, Anthonius P.2012. Studi Ilmu Politik.Yogyakarta : Graha Ilmu.
Syam, Firdaus.2010. Pemikiran Polik Barat (Sejarah,Filsafat,Ideology, Dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Ketiga), Jakarta: Bumi Aksara.
Varma, SP.1999. Teori Politik Modern. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Powered by Blogger.

TUGAS KULIAH, MAKALAH, ADMINISTRASI PUBLIK, KEBIJAKAN, MANAGEMEN, KEPEMIMPINAN, ORGANISASI DAN KEAG

Blogger templates

Blogroll