PILSAFAT POLITIK BARAT PEMIKIRAN Mazhab Edmun Burke, Mazhab Utilitiarian dan Mazhab Idealis mengenai Teori Negara dan pengaruhnya.
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Semakin
berkembangnya sebuah Negara, maka akan berpengaruh terhadap idiologi yang akan
dianut. Biasanya idiologi yang diterapkan suatu Negara tergantung dari
bagaimana situasi yang sedang dialami oleh Negara tersebut. Lahirnya pemikiran
tentang sebuah Negara dan politik dipelopori oleh para pemikir yang merasa
tidak puas terhadap pemerintahan negaranya.
Begitupun
dengan kelahiran mazhab-mazhab sebagai bentuk pemikiran dalam menentukan
jalannya sebuah Negara. Banyak para pemikir barat yang melahirkan mazhab sesuai
dengan apa yang mereka yakini. Terutama untuk masalah pemerintahan, politik dan
hukum.
Mereka
mengedepankan tentang masalah keadilan dan kebenaran yang hakiki. Dimana Negara
dapat membentuk sistem pemerintahan yang baik sesuai dengan moralitas dan
mengedepankan kehidupan masyarakat.
Setiap
mazhab memiliki sudut pandang yang berbeda mengenai hakikat sebuah kebenaran
dan keadilan. Hal tersebut dapat diyakini dan diterapkan sesuai dengan
keyakinan dan budaya yang dianut oleh sebuah Negara.
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan
tentang Mazhab Edmun Burke?
2. Bagaimana
pemikiran tentang Mazhab Utilitiarian?
3. Apa
yang dimaksud Mazhab Idealis mengenai Teori Negara?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan
tentang Mazhab Edmun Burke.
2. Menjabarkan
pemikiran tentang Mazhab Utilitiarian.
3. Mengetahui
Mazhab Idealis mengenai Teori Negara dan pengaruhnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mazhab Edmun Burke
A. Biografi Pemikir Politik Edmund
Burke
Edmund Burke lahir pada tahun 1729
di Dublin, Irlandia. Burke memiliki seorang ayah pengacara Protestan Irlandia
dan ibu yang menganut Katolik. Meski demikian Burke lebih memilih keyakinan
ibunya dan menjadi seorang Katolik seperti saudara perempuannya. Di masa muda
ia belajar politik praktis. Meskipun di Irlandia masyarakatnya mayoritas
Katolik, tapi Burke tetap menghormati penganut Protestan.
Tahun 1750 ia pergi ke London untuk
menimba ilmu hukum, tapi kemampuannya lebih condong ke arah politik daripada hukum.
Di tahun 1756 Burke menerbitkan tulisannya yang berjudul A Vindication of Natural Society, tulisan Burke ini berisi banyak
ide yang dicetuskan secara mendalam. Tulisan ini diterbitkan setelah Burke
melakukan penelitian.
Di dalam tulisannya Burke menulis
kekurangan dari moral, dasar-dasar masyarakat, dan kebebasan individu dalam
mengeluarkan aspirasi (demonstrasi). Spekulasinya tentang masalah politik
perlahan menjadi jelas, salah satunya yaitu “pemerintahan sipil mendapatkan
kekuatan dari hukum gereja”. Umumnya Burke mengatakan “gagasan dari agama dan
pemerintahan sangat dekat hubungannya”.
Burke memiliki keinginan lebih untuk
masuk dan mendalami dunia politik daripada mendalami sastra dan saat berusia 37
tahun ia menjadi anggota parlemen atau wakil rakyat. Selama menjadi penyambung
suara rakyat Burke menjadi salah satu politikus dan penulis yang dipandang pada
waktu itu, meski demikian ia tidak pernah diizinkan untuk berkunjung ke kantor
kabinet. Kesungguhannya dalam mendedikasikan diri pada pemerintahan Inggris
tidak mampu menghilangkan statusnya sebagai pendatang baru di dunia politik
Inggris.
Burke merupakan penganut sistem
aristokrasi yang di mana ia menganggap aristokrasi merupakan bagian dari
kesempurnaan suatu rencana dari sebuah pemerintahan masyarakat, dan dia
menerima keadaan dengan sangat gembira. Di akhir hidupnya Burke mengatakan “aku
tidak memiliki pengaruh dalam keindahan, tidak memperkuat kesenian, tidak
merekomendasikan seorang pria untuk memiliki kemurahan hati dan perlindungan
dari sebuah kekuasaan. Tapi aku hanya ingin berguna bagi negara ku.”
B.
Pemikiran-Pemikiran
Politik
Edmund
Burke yang dikenal sebagai pemikir politik yang vocal pada zamannya mengkritik
revolusi Perancis karena mengusungkan adanya kebebasan yang nantinya pemerintah
Perancis akan bebas dari batasan apapun. Burke mengatakan manusia terlalu
banyak menggunakan nalar dalam pemerintahannya, ia menjelaskan bahwa nalar
tidak akan mampu memimpin suatu pemerintahan karena setiap orang memiliki nalar
yang berbeda. Pendapat Burge inilah yang disebut sebagai pemikiran
konservatisme.
Berkat
pemikirannya itu Edmund Burke dikenal sebagai Bapak Konservatisme, teori
konservatisme ini kemudian diikuti oleh Frederich Hegel yang mengatakan
“Kehendak negara selama ini bukan berarti kehendak rakyat secara keseluruhan
karena masing-masing individu memiliki beraneka ragam pendapat subjektif
sifatnya, yang tergantung kebutuhan seseorang.” Hal ini dapat kita terima
karena di suatu negara pasti ada masyarakat
yang pro dan kontra terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Selain
dikenal dengan julukan Bapak Konservatisme, Edmund Burke juga dikenal sebagai
pencetus teori Kontrak Sosial. Teori ini menggambarkan bagaimana suatu negara
terbentuk serta kekuasaan yang muncul sebagai kekuatan dari adanya negara.
Teori ini merupakan teori yang paling relevan yang menjelaskan bagaimana suatu
negara terbentuk secara ideal. Karena teori ini menjelaskan adanya kesepakatan
atau perjanjian antara masyarakat dengan negara untuk mencapai kehidupan yang
telah dicita-citakan bersama.
Semasa
hidupnya Edmund Burke juga menulis buku yang berjudul “Reflections on the
Revolution in France”, dampak yang diakibatkan oleh buku ini yaitu konflik
ideologi, pergolakan moral yang tercermin dari gaya hidup dan bahasa, perubahan
pandangan hidup (filosofi), dan perubahan ilmu agama. Tapi tujuan Burke menulis
buku ini adalah demi terciptanya kehidupan yang terarah dalam suatu kebijaksanaan.
Revolusi
Perancis untuk Burke merupakan peristiwa yang lebih dari sekedar konflik internal
di dalam negara Perancis itu sendiri, tapi merupakan revolusi dari doktrin dan
ajaran agama. Bukan hanya itu revolusi yang terjadi pada tahun 1789 ini memaksa
Majelis Nasional Prancis untuk melakukan sidang membuat keputusan menghapus hak
istimewa kaum bangsawan dan selanjutnya mengumumkan persamaan hak warga negara.
Hal ini kemudian dikenal dengan Declaration
des droits de I’homme et ducitoyen.
C.
Kritik
Terhadap Pemikiran Pemikir Politik
Mengambil
pendapat Frederich Hegel tentang negara dan masyarakat maka teori yang
dikemukakan oleh Burke memang pantas untuk membuat atau menciptakan
pemerintahan ideal pada suatu negara. Hegel berpendapat bahwa masyarakat harus
menerima segala kebijakan yang dikeluarkan pemerintah karena negaralah yang
berwenang memiliki hak memaksakan dalam kehidupan berpemerintahan, dan negara
sendiri dicita-citakan dan didambakan oleh manusia itu sendiri.
Dalam
konsep teori kedaulatan negara, teori Burke memiliki kemiripan karena di dalam
teori kedaulatan negara negara yang menciptakan hukum, jadi segala sesuatu
harus tunduk pada negara karena adanya hukum karena eksistensi negara, dan
ketiadaan hukum juga berlaku jika tidak dikehendaki oleh negara. Teori
kedaulatan negara ini dianut oleh Jean Bodin, dan Georg Jellienk.
Teori
kontrak sosial dari Edmund Burke juga memiliki kesamaan dengan teori dari
Hobbes, yang di mana setiap manusia pasti memiliki hasrat dan nafsu
masing-masing. Nafsu dan hasrat ini akan menggerakkan manusia untuk bertindak,
apabila tidak ada kontrak atau perjanjian yang disepakati maka akan terjadi
peperangan untuk memperjuangkan hasrat dan kepentingan masing-masing. Hal ini
lah yang dikritik oleh Hobbes.
Namun pada
ajaran Karl Marx teori Konservatisme dari Burke sangat bertolak belakang karena
Marx adalah seorang komunis sedang Burke adalah seorang liberalis. Marx
memiliki motto “Wahai kaum buruh di seluruh dunia, bersatulah!” Inilah yang
diikuti oleh kaum komunis yang menghendaki sama-rasa sama-rata di seluruh
dunia. Teori dari Marx menginginkan antara si pemilik modal dan buruh memiliki
kedudukan yang sama, tidak memandang jabatan atau kekayaan.
Apabila
kita menarik fenomena ekonomi di Indonesia, teori yang telah dicetuskan oleh
Edmund Burke tentang konservatisme dapat digunakan untuk menjawab persoalan
antara para pemilik modal dengan pekerja atau buruh karena adanya kesepakatan
yang disetujui bersama sebelum kontrak kerja dijalankan demi mengurangi
terjadinya gesekan antara kedua belah pihak.
D. Nilai Konservatisme
Ide yang diperjuangkan oleh Edmund Burke adalah
suatu pemikiran mengenai nilai konservatisme. Konservatif muncul sebagai reaksi
atas terjadinya Revolusi Prancis pada 1789, namun banyak pendapat yang
mengutarakan bahwa konservatisme telah muncul sejak reformasi dengan adanya
karya-karya teolog Anglikan yang berpengaruh. Pengaruh konservatisme meluas
dengan adanya tokoh Edmund Burke yang menulis pemikirannya dalam Reflection
on the Revolution in France, sehingga nilai konservatisme mulai
tersalurkan pandangan atau ide-idenya. Ide atau gagasan yang ingin
disebarluaskan oleh Burke adalah dianutnya kembali nilai-nilai tradisional
ditengah perkembangan modernitas.
Edmund Burke terkenal dengan ide nya tentang
konservatisme modern, karena Burke hidup di masa abad 18, masa dimana
terjadinya pencerahan, namun Burke kurang setuju dengan pemikiran-pemikiran di
masa itu yang mereduksi nilai tradisional dengan pemikiran modern, namun Burke
juga tidak menolak sepenuhnya perubahan yang terjadi disamping dengan adanya
dukungan terhadap nilai-nilai tradisional. Oleh karena itu, Edmund Burke
dianggap sebagai bapak konservatisme modern.
E. Hakekat Manusia
Menurut Edmund Burke manusia memiliki tingkat nalar
yang berbeda-beda, sehingga apabila manusia yang memiliki tingkat nalar rendah
menjalankan pemerintahan, maka akan terjadi kekacauan. Oleh karena itu, Burke
mendorong adanya penggunaan nilai-nilai masa lalu dan lembaga keagamaan seperti
gereja dalam menjalankan sistem pemerintahan. Burke menyatakan bahwa pada
dasarnya manusia itu baik, namun manusia sering melakukan kesalahan yang
didasarkan pada keinginannya dibanding mengikuti kebenaran sesuai akal pikiran.
Nilai agama dianggap sebagai solusi untuk mengembalikan manusia dalam kebenaran
dan kehidupan yang lebih baik. Menurut Burke, persamaan manusia hanya terletak
pada kenyataan bahwa manusia merupakan makhluk rasional dan makhluk bermoral
ciptaan Tuhan, sehingga adanya usaha untuk pemerataan kondisi ekonomi, sosial,
dan intelektual merupakan sebuah kekeliruan yang tidak ilmiah. Persamaan dan
pemerataan yang ingin dicapai tersebut akan merusak tatanan ilmiah dan membuat
kehidupan semakin kacau.
F. Hakekat Negara
Menurut Burke, proses pembentukan negara tidak dapat
dipaksakan dengan adanya revolusi secara radikal, karena akan menghancurkan
negara itu sendiri. Negara terbentuk dengan cara organis, yaitu negara
terbentuk dimulai dari sitem terkecil. Tahapannya adalah negara terbentuk dari
keluarga, keluarga berkumpul membentuk desa, kumpulan desa disebut dengan
polis, dan terakhir berbagai kesatuan polis membentuk negara. Negara bukan
sesuatu yang tercipta secara cepat atau sesuai dengan yang diinginkan, namun
merupakan suatu proses yang memiliki tahapan dalam kehidupan sosial dan moral.
Negara harus memiliki konstitusi yang mengatur kehidupan masyarakat atau
warganya. Menurut Burke, undang-undang atau konstitusi sebuah negara memiliki
keterkaitan dengan ajaran agama (gereja) agar terbentuk peraturan yang menata
kehidupan masyarakat dan menolak pergerakan masyarakat secara radikal. Alasan
lain adanya keterkaitan tersebut adalah pada dasarnya negara merupakan bagian
dari ciptaan Tuhan.
G. Tipe Pemerintahan
Dalam menjalankan pemerintahan diperlukan suatu kombinasi
antara monarki absolut dengan demokrasi, karena menurut Burke penting adanya
partisipasi dari masyarakat secara terus menerus dan konsisten baik dari
golongan minoritas maupun mayoritas, sehingga dapat menyuarakan pendapatnya
kepada pemerintahan. Kombinasi antara monarki absolute dengan demokrasi
diharapkan dapat menciptakan keseimbangan dalam berbagai bidang kehidupan,
seperti bidang sosial dan politik.
Edmund Burke juga menekankan adanya norma atau moral
agama yang mengatur adanya demokrasi tersebut, sehingga muncul gagasan untuk
membentuk gereja nasional dan pemerintahan aristokrat, karena pada dasarnya
menurut Burke, pemerintah adalah sebuah alat hikmat manusia untuk menyediakan
apa yang manusia inginkan. Pada masa sekarang negara yang menerapkan ideologi
Edmund Burke dalam menjalankan pemerintahan negaranya adalah negara Inggris, yaitu
Inggris dari sistem pemerintahan monarki absolute berganti ke monarki
konstitusionalisme.
H. Peran Wakil
Dalam menjalankan pemerintahan tetap ada wakil
rakyat atau legislator. Peran wakil adalah sebagai pembuat kesimpulan atau
menyuarakan pendapat dari rakyat yang berada jauh dari tempat pemerintahan.
Edmund Burke menekankan bahwa wakil harus memiliki hubungan yang erat dengan
pemilihnya untuk memeperhatikan setiap keinginannya, menyuarakan pendapatnya
dan memperhatikan keluhan pemilihnya. Resiko yang diterima menjadi seorang
wakil adalah berkurangnya waktu pribadi yang dimiliki untuk menyalurkan
keinginan, kesenangan mereka demi mewujudkan kesejahteraan para pemilihnya
dengan cara membuat keputusan terbaik yang membawa manfaat bagi pemilih, bangsa
dan negaranya.
Edmund Burke juga menjelaskan keterkaitan wakil
dengan wakil Tuhan, yaitu wakil rakyat atau legislator merupakan anugrah dari
Tuhan yang bertanggung jawab dan dimintai pertanggung jawaban atas semua yang
dilakukan baik berupa kebaikan maupun tindakan penyelewengan. Penyelewengan
yang dimaksud adalah jika wakil tersebut melakukan tindakan khianat kepada
pemilihnya.
I.
Premis-premis yang Telah Diajukan Edmund Burke dan
Situasi Politik pada Saat Itu
Edmund burke adalah salah satu tokoh yang menentang
keras Revolusi Perancis pada saat itu. Pada dasarnya, Revolusi Perancis
mengadakan sebuah kebebasan di mana tatanan pemerintahan Perancis bebas dari
batasan manapun. Akan tetapi Burke hadir dengan pemikiran konservatisme
sehingga ia dijuluki Bapak Konservatisme di mana hal ini juga tertuang dalam
karyanya yang berjudul Reflections on the Revolution in France .
Karena manusia terlalu banyak menggunakan nalar
dalam pemerintahannya, Burke menjelaskan bahwa nalar tidak akan mampu untuk
memimpin dalam pemerintahan karena nalar setiap orang berbeda. Konservatif yang
diusung oleh Burke adalah masyarakat yang lebih terstruktur dan tertata di mana
pemerintahannya boleh mengikat namun bertanggung jawab seutuhnya atas setiap
pengambilan keputusan, bertanggung jawab pasa setiap lapisan masyarakat
terutama masyarakat yang lemah dan minoritas yang selama ini sering
“terpinggirkan”, adanya keterkaitan antara negara dan agama (gereja) karena
menurut Burke selama ini agama menjadi Undang-Undang sebuah negara, mendukung
peraturan yang menata kehidupan masyarakatnya, serta menolak aliran-aliran
radikal.
Diperlukan sebuah kontrak sosial yang mampu mengatur
masyarakatnya dan berlaku seumur hidup serta memiliki aturan-aturan yang jelas
apabila poin dalam kontrak sosial tersebut dilanggar.
Manusia menurut Burke pada dasarnya baik, namun
seringkali melaksanakan sesuatu karena adanya dorongan keinginan bukan karena
akal sehat yang berjalan.Manusia juga dianggap sebagai bagian besar perpolitikan,
oleh karena itu politik harus disesuaikan dengan watak manusia namun harus pula
menyadari bahwa watak manusia bukan bagian yang terbesar.
Burke yang selalu berorientasi pada masa lalu
beranggapan bahwa sistem politik yang paling ideal adalah gabungan antara
monarki, absolut, dan demokrasi dengan antusias dan partisipasi rakyat yang
terus menerus dan konsisten serta pukul rata terhadap semua golongan baik
minoritas maupun mayoritas harus mendapatkan tempat yang sama serta didengarkan
suaranya dalam pemerintahan.
Hidup Burke dihabiskan dalam urusan parlemen dari
pertengahan 1760-an, dan ini membuat perbedaan untuk gaya aktivitas
intelektual. Hal ini tidak salahdan pada tahun 1771 Burke menyatakan bahwa
“Saya telah berusaha sepanjang hidup untuk melatih pemahaman saya dan emosi
saya dalam studi dan kebiasaan Filsafat”, pada saat yang sama ia menyimpulkan
bahwa “Prinsip saya semua diselesaikan dan diatur”. Alasannya adalah untuk
mempengaruhi opini, baik di Parlemen dan dari jabatannya sebagai anggota
legislatif, dan menentukan penilaian di House of Commons itu sendiri.
Masalah umum untuk kedua hal tersebut adalah
pandangan Burke tentang kata-kata pusat untuk pemahaman politik. Burke pada
saat itu merupakan negarawan yang mengajukan sebuah argumen bahwa ia sangat
menentang Revolusi Perancis yang pada saat itu sedang bergejolak. Pada
dasarnya, Revolusi Perancis mengadakan suatu kebebasan dimana tatanan negara di
Perancis benar-benar bebas dalam artian bebas dari batasan.
J.
Gagasan-gagasan yang Telah Dikemukakan Edmund Bruke
Burke mengkritik keras terhadap aksi radikalisme
dalam Revolusi Perancis. Kritik yang dikemukakan oleh Burke dikarenakan
masyarakat bukanlah sebuah mekanisme yang dapat di ubah-ubah menjadi beberapa
bagian lalu dibangun kembali dengan cara berbeda. Masyarakat adalah organisme
yang rentan dan apabila proses tradisi itu terganggu, maka akan menyebabkan
sebuah kekacauan. Burke menyatakan pula bahwa setiap individu membutuhkan
bimbingan moral dan kekuasaan, sehingga kemudian Burke mengusulkan adanya
sebuah gereja nasional dan pemerintahan aristokrat pada masa itu.
Dia tidak percaya dengan demokrasi karena menurut
pemikirannya demokrasi hanya akan mengubah prosespolitik menjadi sebuah perang
antara kepentingan pribadi. Burke mendukung konsep hak milik dan ekonomi pasar
akan tetapi dia menyatakan bahwa kepentingan individu harus dikendalikan oleh
moral.
Dia mendesak para pengusaha untuk tetap berperilaku
terhormat dalam menempatkan tugasnya demi masyarakat untuk memperoleh
keuntungan maksimum. Dia juga ingin aktivitas ekonomi tetap relatif bebas dari
intervensi pemerintah akan tetapi ia juga percaya bahwa kebebasan membutuhkan
struktur kekuasaan untuk menahan keinginan individu. Pandangan Burke
jelas beroposisi. Dalam pemikiran konservatisnya, ada sebuah gagasan yang
disebut dengan ‘Pencerahan’ yang menandakan adanya sebuah tatanan negara yang
lebih teratur. Hal tersebut terkait dengan penolakannya terhadap Revolusi
Perancis, dimana menurutnya negara boleh saja bebas, akan tetapi tetap menggunakan
moral. Ini yang kemudian membuat ia menentang prinsip liberalisme yang menolak
adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.
Untuk Burke, ada tatanan alam dalam urusan manusia,
tetapi muncul tidak dari “dibangun” pengertian hukum alam dan hak alamiah
melainkan dari pengalaman sejarah; hak yang melekat pada orang tidak dalam
keadaan alam tetapi dalam tekstur kebutuhan manusia dan apa yang disebut
“kemitraan” masyarakat. Pemerintah, Burke menegaskan, adalah “sebuah alat
hikmat manusia untuk menyediakan apa yang manusia inginkan”.
Menurut Burke, perlu adanya kontrak sosial untuk
mengatur kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Kontrak sosial tersebut berlaku
seumur hidup selama manusia tersebut menjadi seorang warga negara. Masyarakat
memiliki kebebasan di suatu negara akan tetapi tidak berarti tidak ada sistem
yang mengontrol perilakunya tersebut. Sebagai seorang warga negara, rakyat
harus mematuhi peraturan dan kebijakan negara, akan tetapi tidak serta-merta
seluruh aturan dan kewajiban harus diikuti, rakyat tetap berhak memilih mana
aturan yang harus dipatuhi dan mana aturan menyimpang yang harus dihindari.
Pemikiran Edmund Burke bertumpu pada dua jalur yang
terbentuk ketika Burke menempuh pendidikan tinggi di Trinity, Dublin. Dua
pemikiran tersebut meliputi konsep teologi, kemajuan peradaban, politik dan
metodologi filsafat. Konsep ketuhanan dan teologi Burke melebur dengan konsep
politik dan hukum yang menganggap bahwa hukum yang buruk merupakan bagian kelam
dari sebuah tirani. Hukum yang teridentifikasi buruk identik dengan kekuasaan
yang melampaui atau mengingkari konstitusi yang berimplikasi pada meningkatnya
bahaya potensial yang ditimbulkan penguasa.
Salah
satu contoh, usaha pengembalian kekuasaan kerajaan Britania Raya paska
melemahnya pengaruh kerajaan pada masa George I dan II yang dipimpin oleh
George III dianggap bertentangan dengan esensi konstitusi Britania Raya,
mengingat kekuasaan konstitusional raja dan parlemen memiliki intensitas yang
sama. Oleh sebab itu, Burke yang menjabat sebagai sekretaris pribadi petinggi
Partai Whig di parlemen, Marquess Rockingham, memberikan redefinisi terhadap
fungsi partai politik, bahwa partai politik merupakan asosiasi masyarakat yang
memiliki kesamaan visi dan ideologi untuk menjadi penghubung antara raja dan
parlemen dengan bertindak sebagai kritikus oposisi.
2.2
Mazhab Utilitarian
Utilitarianisme lahir sebagai bentuk
filsafat moral dan politik yang matang dibidani oleh Jeremy Bentham
(1748-1832). Paham ini hadir untuk mengkritisi tradisi hukum kodrat (natural
law) yang berkibar di Inggris Raya pada saat itu. Natural law merupakan
sistem hukum yang merujuk pada aturan yang dianggap berasal dari Tuhan dan
hal-hal metafisika lainnya yang menurut Bentham, produk-produk hukumnya
bertentangan dengan kebutuhan empiris manusia.
Utilitarianisme ialah idea
atau fahaman dalam falsafah moral yang menekankan prinsip manfaat atau
kegunaan dalam menilai sesuatu tindakan sebagai prinsip moral yang paling
dasar. Dengan prinsip kegunaan dimaksudkan prinsip yang menjadikan kegunaan
sebagai tolok ukur pokok untuk menilai dan mengambil keputusan apakah suatu
tindakan itu secara moral dapat dibenarkan atau tidak. Tindakan yang secara
moral benar adalah tindakan yang berguna.
Bentham
berpendapat bahwa alam memberikan kebahagiaan dan kesusahan. Manusia selalu
berusaha memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi kesusahannya. Kebaikan adalah
kebahagiaan dan kejahatan adalah kesusahan.Tugas hukum adalah memelihara
kebaikan dan mencegah kejahatan. Dengan kata lain, untuk memelihara kegunaan.
Keberadaan hukum diperlukan untuk menjaga agar tidak terjadi bentrokan
kepentingan individu dalam mengejar kebahagiaan yang sebesar-besarnya, untuk
itu perlu ada batasan yang diwujudkan dalam hukum, jikas tidak demikian, maka
akan terjadi homo homini lupus
(manusia menjadi serigala bagi manusia yang lain). Oleh karena itu, ajaran
Bentham dikenal sebagai utilitarianisme
yang individual.
Penulis
lain yang tidak kalah pentingnya ialah John Stuart Mill yang lebih banyak
dipengaruhi oleh pertimbangan psikologis. Ia menyatakan bahwa tujuan manusia
ialah kebahagiaan. Manusia berusaha memperoleh kebahagiaan melalui hal-hal yang
membangkitkan nafsunya.Mill juga menolak pandangan Kant yang mengajarkan bahwa
individu harus bersimpati pada kepentingan umum. Kemudian Mill lalu
menganalisis hubungan antara kegunaan dan keadilan. Pada hakekatnya, perasaan
individu akan keadilan dapat membuat individu itu menyesal dan ingin membalas
dendam kepada tiap yang tidak menyenangkannya.
Pendapat
lain dilontarkan Rudolf von Jhering yang menggabungkan antara utilitarianisme
yang individual maupun yang sosial, karena Jhering dikenal sebagai pandangan
utilitarianisme yang bersifat sosial,
jadi merupakan gabungan antara teori yang dikemukakan oleh Bentham,
Mill, dan positivisme hukum dari John Austin. Bagi Jhering, tujuan hukum adalah
untuk melindungi kepentingan-kepentingan. Dalam mendefinisikan kepentingan, ia
mengikuti Bentham, dengan melukiskannya sebagai pengejaran kesenangan dan
menghindari penderitaan tetapi kepentingan individu dijadikan bagian dari
tujuan sosial dengan menghubungkan tujuan pribadi seseorang dengan
kepentingan-kepentingan orang lain.
Utilitarianisme secara utuh dirumuskan
oleh Jeremy Bentham dan dikembangkan secara lebih luas oleh James Mill dan John
Stuart Mill. Utilitarianisme terkadang disebut dengan Teori Kebahagiaan
Terbesar yang mengajarkan tiap manusia untuk meraih kebahagiaan
(kenikmatan) terbesar untuk orang terbanyak. Karena, kenikmatan adalah
satu-satunya kebaikan intrinsik, dan penderitaan adalah satu-satunya kejahatan
intrinsik. Bagi Bentham, moralitas bukanlah persoalan menyenangkan Tuhan atau
masalah kesetiaan pada aturan-aturan abstrak, melainkan tidak lain adalah upaya
untuk mewujudkan sebanyak mungkin kebahagiaan di dunia ini.
Oleh karena itu, Bentham memperkenalkan
prinsip moral tertinggi yang disebutnya dengan ‘Asas Kegunaan atau Manfaat’ (the
principle of utility). Maksud Asas Manfaat atau
Kegunaan, kata Bentham, ialah asas yang menyuruh setiap orang untuk melakukan
apa yang menghasilkan kebahagiaan atau kenikmatan terbesar yang diinginkan oleh
semua orang untuk sebanyak mungkin orang atau
untuk masyarakat seluruhnya. Oleh karena itu, menurut pandangan
utilitarian, tujuan akhir manusia, mestilah juga merupakan ukuran
moralitas. Dari sini, muncul ungkapan ‘tujuan menghalalkan cara’.
Bentham memperkenalkan metode untuk
memilih tindakan yang disebut denganutility calculus, hedonistic
calculus, atau felicity calculus. Menurutnya, pilihan moral
harus dijatuhkan pada tindakan yang lebih banyak jumlahnya dalam memberikan
kenikmatan daripada penderitaan yang dihasilkan oleh tindakan tersebut. Jumlah
kenikmatan ditentukan oleh intensitas, durasi, kedekatan dalam ruang,
produktivitas (kemanfaatan atau kesuburan), dan kemurnian (tidak diikuti oleh
perasaan yang tidak enak seperti sakit atau kebosanan dan sejenisnya).
1. Para utilitarian menyusun argumennya dalam
tiga langkah berikut berkaitan dengan pembenaran euthanasia (mercy killing):
2. Perbuatan yang benar secara moral ialah
yang paling banyak memberikan jumlah kenikmatan dan kebahagiaan
pada manusia.
3. Setidaknya dalam beberapa kesempatan,
perbuatan yang paling banyak memberikan jumlah kenikmatan dan kebahagiaan
pada manusia bisa dicapai melalui euthanasia.
4. Oleh karena itu, setidaknya dalam beberapa
kesempatan, euthanasia dapat dibenarkan secara moral.
Sekalipun mungkin
argumen di atas tampak bertentangan dengan agama, Bentham mengesankan bahwa
agama akan mendukung, bukan menolak, sudut-pandang utilitarian bilamana para
pemeluknya benar-benar memegang pandangan mereka tentang Tuhan yang penuh kasih
sayang.
Pada sisi lain, para
utilitarian menolak eksperimen saintifik tertentu yang melibatkan binatang,
lantaran kebahagiaan atau kenikmatan harus dipelihara terkait dengan semua
makhluk yang bisa merasakannya terlepas apakah ia mukhluk berakal atau tidak.
Lagi-lagi, buat mereka, melakukan hal yang menambah penderitaan adalah tindakan
imoral.
Singkatnya,
Utilitarianisme Klasik yang diusung oleh Jeremy Bentham, James Mill dan anaknya,
John Stuart Mill, dapat diringkas dalam
tiga proposisi berikut :
·
Semua tindakan mesti dinilai benar atau baik atau salah atua jelek
semata-mata berdasarkan konsekuensi-konsekuensi atau akibat-akibatnya.
·
Dalam menilai konsekuensi-konsekuensi atau akibat-akibat itu, satu-satunya
hal yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau penderitaan yang dihasilkannya.
Jadi, tindakan-tindakan yang benar adalah yang menghasilkan surplus kebahagiaan
terbesar ketimbang penderitaan.
·
Dalam mengkalkulasi kebahagiaan atau penderitaan yang dihasilkan, tidak
boleh kebahagiaan seseorang dianggap lebih penting daripada
kebahagiaan orang lain. Kesejahteraan tiap orang sama penting dalam penilaian
dan kalkulasi untuk memilih tindakan.
Gagasan Utilitarianisme
yang menyatakan bahwa ‘kebahagiaan itu adalah hal yang diinginkan dan
satu-satunya tujuan yang diinginkan, semua hal lain diinginkan demi mencapai
tujuan itu’ jelas mirip dengan gagasan Hedonisme. Dan Hedonisme, seperti kita
tahu, adalah keyakinan klasik bahwa kenikmatan, kebahagiaan atau kesenangan
adalah kebaikan tertinggi dalam kehidupan. Istilah Hedonisme sendiri
beasal dari kata Yunani yang bermakna kesenangan. Hanya saja, Epicurus, tokoh
utama Hedonisme percaya bahwa manusia seharusnya mencari berbagai kesenangan,
kebahagiaan dan kenikmatan pikiran ketimbang tubuh. Katanya, orang bijak harus
menghindari kesenangan2 yang akhirnya akan berujung pada penderitaan.
Utilitarianisme cenderung menyamakan kebaikan
dengan kebahagiaan. Hedonisme gagal karena kesenangan inderawi sederhana pada
akhirnya bertentangan dengan tujuan-tujuan yang lebih kompleks. Asketisme gagal
karena usahanya memberangus nafsu dan tujuan-tujuan alamiah. Egoisme gagal
karena kebebasan personal yang tidak dapat diganggu gugat pada akhirnya akan
bertentangan dengan perlindungan maksimalnya. Stoisisme menyamakan kebaikan
dengan kebajikan. Eksistensialisme dan pesimisme salah karena menga
Definisi Nilai Nilai, dalam filsafat, adalah suatu prinsip
atau standar untuk mempertimbangkan baik buruknya sesuatu. Baik adalah sesuatu
yang menyenangkan dan sesuai bagi maksud tertentu, sedangkan buruk berarti yang
tidak menyenangkan dan tidak sesuai bagi maksud tertentu. Benar adalah
kesesuaian putusan atau hasil kebaikan tertinggi (dan tidak sekedar mendekati
kebaikan), sedangkan salah berarti ketidaksesuaian putusan atau hasil kebaikan
tertinggi.
Sumber Nilai-Nilai Nilai-nilai diturunkan dari maksud-maksud
dan keinginan-keinginan. Keinginan adalah hasrat-hasrat yang muncul dari muatan
rasa senang dan rasa sakit. Keinginan-keinginan tersebut bisa saja berbenturan
antara satu dengan yang lain, seiring dengan maksud dan kemampuan. Maksud
adalah hasrat bagi tercapainya tujuan tertentu. Kebahagiaan adalah
kecenderungan manusia untuk mencapai pemenuhan keinginan-keinginan dan hasrat-hasratnya.
Tujuan tertinggi bagi sebagian besar umat manusia adalah keterjagaan diri yang
menampak pada tiga hal :
· Keberlangsungan
hidup personal, keberlanjutan tubuh, pikiran dan jiwa Keberlangsungan genetis
· Keberlanjutan
keluarga Keberlangsungan memetik
· Keberlanjutan
ingatan dan kreasi-kreasi Minoritas umat manusia memilih tujuan-tujuan
alternatif seperti rasa senang, sakit, pengetahuan, keindahan, kasih sayang,
keadilan, kelanjutan ekosistem, kapabilitas, ketentraman, atau pembinasaan.
Nilai intrinsik adalah nilai yang
berasal dari maksud atau keinginan yang berujung pada maksud dan keinginan itu
sendiri, dan tidak murni muncul dari maksud dan keinginan yang lain.
A.
Riwayat Singkat Jeremy Bentham
Jeremy Bentham lahir Houndsditch, London 15 February,
1748. Keluarganya adalah ahli hukum. Bentham hidup selama masa perubahan
sosial, politik dan ekonomi. Revolusi industrial (dengan perubahan sosial dan
ekonomi yang masif yang membuatnya bangkit, juga revolusi di prancis dan
America semua merefleksikan pikiran Bentham. Tahun 1760, Bentham masuk Queen's
College, Oxford dan lulus tahun 1764, belajar hukum. Meskipun cukup qulified,
ia tidak mempraktekkan ilmu hukummnya.
Bentham menghabiskan waktunya dengan belajar, sering
menulis 6-8 jam perhari. Bentham tidak menulis single text. Teori kerjanya yang
paling penting adalah the Introduction to the Principles of Morals and
Legislation (1789), dimana banyak teori moralnya yang dia sebut "the
greatest happiness principle" , digambarkan dan dikembangkan.
Tahun 1781, Bentham menjadi associated Earl of
Shelburne dan melalui dia, mendapat kontak dan jaringan. Meskipun begitu hanya
sebagian saja yang sangat menghargai karyanya. Ide-ide Bentham masih kurang
dihargai. Tahun 1785, menemui kakaknya Samuel di Russia. Pada tahun 1791,
Bentham membuat usulan "aneh" yakni sebuah desain gedung penjara yang
diberi nama Panopticon yang berarti "melihat semuanya". Panopticon
terdiri dari sel-sel yang disusun secara melingkar dengan pintu sel menghadap
ke dalam inti lingkaran tersebut. Dinding antarsel dibuat tebal agar komunikasi
antarpenghuni sel tidak terjadi. Di bagian belakang sel dipasang jendela kecil
agar cahaya dapat masuk menerangi isi sel. Di pusat lingkaran sel-sel tersebut
dibangun sebuah menara pengawas dengan jendela penutup. Dengan konfigurasi
seperti ini, si penjaga dapat melihat semua penghuni sel sementara penghuni sel
tidak dapat melihat si penjaga.
Saat
meninggal di London, 6 Juni 1832, Bentham meninggalkan puluhan ribu
halaman—beberapa diantaranya hanya berupa sketsa, yang sedang digagasnya untuk
diterbitkan. Dia juga meninggalkan rumah besar, yang digunakan untuk membiayai
Newly University College, London.
B.
Pandangan Bentham Tentang Kebahagiaan
Ada tiga karakteristik utama dari basis filsafat
moral dan politik Bentham :
·
The
greatest happiness principle
·
Universal
egoism
·
The
artificial identification of one's interests with those of others.
Semua
karakteristik ini disebutkan dalam karya-karyanya. Terutama dalam Introduction
to the Principles of Morals and Legislation, dimana Bentham berfokus pada
pengartikulasian prinsip rasional yang akan menunjukkan sebuah basis dan
petunjuk untuk reformasi hukum, sosial dan moral.
Filsafat moral Bentham merefleksikan apa
yang ia sebut pada waktu berbeda sebagai "the greatest happiness
principle" atau "prinsip utilitas", sebuah istilah yang dipinjamnya
dari Hume. Meskipun berhubungan dengan prinsip ini ia tidak hanya mengacu pada
kegunaan benda-benda atau tindakan, tapi lebih jauh lagi pada benda atau
tindakan yang membawa kebahagiaan umum. Khususnya kewajiban moral yang
menghasilkan the greatest amount of happiness for the greatest number of
people, kebahagiaan yang ditentukan dengan adanya kenikmatan dan hilankanya
kesakitan.
Filsafat moral Bentham, secaa jelas
merefleksikan pandangan psikologis bahwa motivator utama dalam diri manusia
adalah kenikmatan dan kesengsaraan. Bentham menerima bahwa versinya dari
prinsip utilitarian adalah sesuatu yang tidak memasukkan bukti langsung, tapi
dia mencatat bahwa hal tersbut bukanlah sebuah masalah sebagaimana prinsip
penjelasan tak menunjukkan penjelasan apapun dan semua penjelaan harus dimulai
pada suatu tempat. Tapi karena itulah tidak menjelaskan mengapa kebahagiaan
lain atau kebahagiaan umum harus dihitung. Dan pada faktanya dia menyediakan
sejumlah saran yang dapat disebut sebagai jawaban terhadap pertanyaan mengapa
kita harus peduli dengan kebahagiaan orang lain.
·
Pertama,
prinsip utilitarianisme adalah sesuatu yang individu, dalam bertindak, mengacu
pada eksplisitas dan implisitas, dan ini sesuatu yang dapat ditentukan dan
dikonfirmasikan dengan observasi sederhana. Tentunya, Bentham berpegangan bahwa
semua sistem moralitas yang ada dapat “direduksi pada the principles of
sympathy and antipathy," yang pastinya mampu mendefinisikan utilitas.
·
Kedua,
jika kenikmatan adalah sesuatu yang baik, kemudian kebaikannya menggangu
kesenangan orang lain. Meskipun, sebuah halangan moral untuk mengiuti atau
memaksimalkan kesenangan telah mendorong secara independen dari interest
tertentu dari tindakan manusia. Bentham juga menyarankan bahwa individual akan
secara beralasan mencari kebahagiaan umum dengan mudah karena hasrat dari orang
lain adalah dikepung oleh mereka sendiri, meskipun ia tahu bahwa hal ini adalah
mudah bagi bahwa hal tersebut mudah bagi individu untuk dilupakan. Bahkan,
Bentham membayangkan sebuah solusi terhadap hal ini secara baik. Secara khusus,
dia mengajukan bahwa hal itu membuat identifikasi hasrat yang jelas, ketika
dibutuhkan, membawa hasrat berbeda bersama yang akan menjadi tanggungjawab
penegak hukum.
Prinsip-prinsip
dasar ajaran Jeremy Bentham adalah sebagai berikut :[1]
1. Tujuan hukum adalah hukum dapat
memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu baru orang
banyak.
2. Prinsip itu harus diterapkan
secara kuatitatif, karena kualitas kesenangan selalu sama.
3. Untuk mewujudkan kebahagiaan
individu dan masyarakat maka perundang-undangan harus mencapai empat tujuan :
a. To provide subsistence (untuk
memberi nafkah hidup)
b. To Provide abundance (untuk
memberikan nafkah makanan berlimpah)
c. To provide security (untuk
memberikan perlindungan)
d. To attain equity (untuk
mencapai persamaan)
C.
John Stuar
Mill (1806-1873)
Sejalan dengan pemikiran Bentham, Mill memiliki
pendapat bahwa suatu perbuatan hendaknya bertujuan untuk mencapai sebanyak
mungkin kebahagian. Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk
menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun
oleh siapa saja yang mendapatkan simpati dari kita, sehingga hakikat keadilan
mencakup semua persyaratan moral yang hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.[2]
Menurut Mill keadilan bersumber
pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik
oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang mendapat simpati dari kita.
Perasaan keadilan akan memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya
atas dasar kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu sampai kepada
orang lain yang kita samakan dengan diri kita sendiri, sehingga hakikat
keadilan mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan
umat manusia.
2.3
Mazhab Idealis, Teori Negara
“Karena
Kebanaran adalah Kesatuan dari Kehendak universal dan subyektif; dan yang
Universal harus ditemukan dalam Negara, dalam hukum-hukumnya, dalam bentuknya
yang universal dan rasional. Negara adalah Roh Tuhan yang ada di atas Bumi”
(Hegel, Philosophy of History).
A.
Teori
Pengetahuan Kant
·
Pengetahuan adalah produk bersama
dari akal dan materi (Rasionalis dan Empiris)
·
Kant membedakan pengetahuan menjadi dua
yaitu :
1. Pengetahuan
a priori yaitu pengetahuan yang sepenuhnya terlepas dari pengalaman.
2. Pengetahuan
a posteriori yaitu hanya bisa diperoleh melalui indera.
B.
Etika Kant
Teori empiris pengetahuan
berpendapat bahwa “tidak ada pembuktian tertinggi menyangkut kebenaran atau
kesalahan pernyataan moral”, pendapat ini ditentang Kant. Kant berpendapat
bahwa terdapat prinsif tertinggi (supreme principle) yang mengontrol semua
penilaian moral. Manusia merasa wajib tunduk pada hukum, ia merasakan adanya
keharusan dan kewajiban.
Manusia
adalah makhluk moral dengan kehendak bebas dan jiwa yang abadi, dan ia hidup
dalam dunia yang teratur yang diarahkan oleh intelek yang mengatur. Kebenaran dan kesalahan tidak bisa
dibuktikan, ia harus diterima dengan kepercayaan.
Kant
merumuskan standar tindakan moralnya, dalam bentuk perintah atau imperatif. Ada
dua jenis kewajiban yaitu :
1. Hipotesis,
yang memberi tahu kepada kita apa yang harus kita lakukan jika kita ingin
mencapai tujuan;
2. Kategoris,
yang memberi tahu kita apa yang harus kita lakukan sebagai makhluk moral.
Suatu
tindakan adalah baik jika pelaku bersedia menjadikan prinsip atau pedoman yang
mendasarinya diuniversalkan sebagai hukum bagi semua orang. Kewajiban adalah
penting bagi filsafat politik karena tujuannya adalah menjamin prinsip tindakan
yang bebas bagi semua anggota masyarakat melalui pengaturan diri.
C.
Teori
Politik Kant
Problem
politik bagi Kant adalah realisasi imperatif kategoris, pelaksanaan hukum yang
sepenuhnya berjalan sendiri, dalam praktik. Sifat mementingkan diri yang
tertaman dalam watak manusia yang menyebabkannya terkadang bertindak
bertentangan dengan rasa kewajibannya.
Kant
berpendapat bahwa negara harus dibangun di atas kebebasan setiap manusia, di
atas persamaan warga, dan di atas ketergantungan individu pada dirinya sendiri.
Semua hukum yang diundangkan oleh negara haruslah didasarkan atas
prinsip-prinsip itu. Masyarakat politik melambangkan imperatif kategoris,
karena melalui perangkat-perangkat hukumnyalah tindakan sukarela orang
disesuaikan menurut hukum universal kebebasan. Filsafat politik Kant sebagian
ada dalam tradisi liberal yang menempatkan peran yang pada dasarnya bersifat
negatif pada negara, yaitu menjamin koeksistensi individu yang teratur. Ia
merasa bahwa negara dalam menjalankan fungsi ini sebenarnya ikut membantu
perkembangan moral warganya.
Menurut
Kant, tatanan politik nasional atau internasional baru dapat tercapai apabila
prinsip tak berpamrih pada hukum moral diterima oleh manusia sebagai basis
moral dari kewajiban hukum. Manusia harus sadar bahwa kebebasan tidak berarti
kemampuan untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Kebebasan berarti bertindak
menurut suara kehendak hatinya yang rasional, sumber hukum universal.
D.
Idealisme
Hegel
Idealisme
absolut, teori bahwa realitas pokok semesta ada dalam ide Tuhan atau absolut
(the divine or absolute idea). Menurut Hegel, alam adalah keseluruhan yang
bersifat koheren, manifestasi eksternal dari rasio absolut atau Tuhan yang
secara progresif terungkap dalam ruang dan waktu. Yang absolut adalah roh
(geist)
E.
Filsafat
Sejarah Hegel
Hegel
memahami sejarah sebagai penyimpangan Roh “dalam proses jalannya pengetahuan
akan sesuatu yang mungkin”.Ia adalah tahapan sementara dari yang absolut dalam
perjalannya menuju penyempurnaan. Dengan melakukan studi sejarah secara cepat,
manusia bisa mencapai pengetahuan akan pola evolusioneratau rencana umum dari
roh murni spiritual dan karenanya sampai pada standar nilai sejarah yang obyektif.
Menurut Hegel, negara memainkan
peran untuk mencapai tujuan tertinggi dunia dan manusia. Hegel berpendapat
bahwa roh tidak hanya mencapai tujuannya melalui industri-industri tetapi juga
negara.
Menurut Hegel, Negara adalah :
·
Institusi yang pada kenyataannya
merupakan inti dari kehidupan sejarah.
·
Penjelmaan tertinggi dari ide Tuhan
(the divineidea) di atas bumi dan instrumen utama yang digunakan oleh yang
absolut dalam mewujudkan dirinya ketika ia bergerak menuju kesempurnaan.
·
Roh di atas bumi dan secara sadar
merealisasikan dirinya disana.
·
Keseluruhan organis yang terdiri
dari individu-individu yang terkelompokkan ke dalam kelas-kelas, asosiasi
sukarela, dan komunitas lokal.
Hegel
merumuskan teori etikanya melalui kontras dialektika antara hak dan moralitas.
Hak, sebagai tesis, merepresentasikan tuntutan obyektif individu dalam
masyarakat. Moralitas, sebagai antitesis, merepresentasikan tugas subyektif
individu dalam hubungannya dengan orang lain.
Kebebasan
sejati ada dalam tindakan yang sejalan dengan roh universal ketika ia
berkembang secara progresif. Manusia bertindak sejalan dengan kehendak riilnya
dan bukan menurut dorongan nafsunya yang kasar hanya ketika ia berusaha
mengidentifikasi dirinya dengan roh. Kebebasan tidak pernah berupa kekuasaan yang
tidak terbatas untuk memilih, tetapi hanya berupa hak untuk bertindak secara
rasional.
Hegel
berpendapat bahwa konflik antarnegara itu sehat dan tak bisa dihindarkan. Memang
harus ada perang sekali waktu karena pengungkapan atau penyingkapan yang lebih sempurna
dari yang universal hanya bisa terjadi melalui perjuangan. Hegel menganggap
pandangan Kant tentang perdamaian dunia sebagai ilusi semata. Bahkan jika
negara-negara bersatu dalam persekutuan yang erat atau meleburkan identitas
mereka dalam suatu organisasi dunia, bangunan politik yang baru jelas akan
menimbulkan kecenderungan yang berlawanan dan menciptakan bahaya baru. Karena
tidak ada cara untuk menghindari proses dialektika dalam jalannya sejarah
dunia.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Ide yang
diperjuangkan oleh Edmund Burke adalah suatu pemikiran mengenai nilai
konservatisme. Konservatif muncul sebagai reaksi atas terjadinya Revolusi
Prancis pada 1789, namun banyak pendapat yang mengutarakan bahwa konservatisme
telah muncul sejak reformasi dengan adanya karya-karya teolog Anglikan yang
berpengaruh.
Menurut Burke,
proses pembentukan negara tidak dapat dipaksakan dengan adanya revolusi secara
radikal, karena akan menghancurkan negara itu sendiri. Negara terbentuk dengan
cara organis, yaitu negara terbentuk dimulai dari sitem terkecil. Menurut
Burke, undang-undang atau konstitusi sebuah negara memiliki keterkaitan dengan
ajaran agama (gereja) agar terbentuk peraturan yang menata kehidupan masyarakat
dan menolak pergerakan masyarakat secara radikal. Alasan lain adanya
keterkaitan tersebut adalah pada dasarnya negara merupakan bagian dari ciptaan
Tuhan.
Dalam
menjalankan pemerintahan diperlukan suatu kombinasi antara monarki absolut
dengan demokrasi, karena menurut Burke penting adanya partisipasi dari
masyarakat secara terus menerus dan konsisten baik dari golongan minoritas
maupun mayoritas, sehingga dapat menyuarakan pendapatnya kepada pemerintahan.
Kombinasi antara monarki absolute dengan demokrasi diharapkan dapat menciptakan
keseimbangan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti bidang sosial dan
politik.
Utilitarianisme
lahir sebagai bentuk filsafat moral dan politik yang matang dibidani oleh Jeremy
Bentham (1748-1832). Utilitarianisme ialah idea
atau fahaman dalam falsafah moral yang menekankan prinsip manfaat atau
kegunaan dalam menilai sesuatu tindakan sebagai prinsip moral yang paling
dasar.
Kant berpendapat bahwa negara harus dibangun di atas
kebebasan setiap manusia, di atas persamaan warga, dan di atas ketergantungan
individu pada dirinya sendiri. Semua hukum yang diundangkan oleh negara
haruslah didasarkan atas prinsip-prinsip itu.
Hegel berpendapat bahwa roh tidak hanya mencapai tujuannya
melalui industri-industri tetapi juga Negara. Hegel merumuskan teori etikanya
melalui kontras dialektika antara hak dan moralitas.
[1]
Muh. Erwin, Filsafat
Hukum ; Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Jakarta : Rajawali Press, 2011, hlm
180-181.
[2] H.R Otje Salman, S, Filsafat
Hukum (Perkembangan & Dinamika Masalah), Bandung : PT. Refika Aditama,
2010, hlm 44.
0 komentar:
Post a Comment