MODEL-MODEL ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK
BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Latar Belakang
Dalam beberapa tahun belakangan ini, dimana
persoalan-persoalan yang dihadapi pemerintah sedemikiankompleks akibat krisis
multidimensional, maka bagaimanapun keadaan ini sudah barang tentu membutuhkan
perhatian yang besar dan penanganan pemerintah yang cepat namun juga akurat
agar persoalan-persoalan yang begitu kompleks dan berat yang dihadapi oleh
pemerintah segera dapat diatasi. Kondisi seperti ini pada akhirnya menempatkan
pemerintah dan lembaga tinggi Negara lainnya berada pada pilihan-pilihan
kebijakan yang sulit.Kebijakan yang diambil tersebut terkadang membantu
pemerintah dan rakyat Indonesia keluar dari krisis, tetapi dapat juga terjadi sebaliknya,
yakni malah mendelegitimasi pemerintah itu sendiri.
Dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul
diperlukan pengambilan kebijakan yang tepat, sehingga kebijakan tersebut tidak
menimbulkan permasalahan baru. Pengambilan suatu kebijakan tentunya
memerlukan analisis yang cukup jeli, dengan menggunakan berbagai model serta
pendekatan yang sesuai dengan permasalahan yang akan dipecahkan.
Untuk bisa mengambil kebijakan yang sesuai dengan
permasalahan yang ada, dipandang sangat perlu bagi pengambil kebijakan untuk
mengerti serta memahami berbagai model dan pendekatan yang dapat digunakan
sebagai dasar dalam pengambilan suatu kebijakan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa
yang di maksud dengan Model?
2.
Bagaimana
Manfaat dari Model?
3.
Bagaimana
Model Analisis Kebijakan Publik dari Sudut Proses, sudut hasil dan dari sudut
dampak?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
model
Model kebijakan adalah representasi sederhana
mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun
untuk tujuan-tujuan tertentu.Seperti halnya masalah-masalah kebijakan yang
merupakan bangunan mental yang berdasarkan pada konseptualisasi dan spesifikasi
elemen-elemen kondisi masalah, model-model kebijakan merupakan rekonstruksi
artificial dari realitas dalam wilayah yang merentang dari energi dan
lingkungan sampai ke kemiskinan, kesejahteraan dan kejahatan.
Model kebijakan dapat dinyatakan sebagai
konsep, diagram, grafik atau persamaan matematika. Mereka dapat digunakan tidak
hanya untuk menerangkan, menjelaskan dan memprediksikan elemen-elemen suatu
kondisi masalah melainkan juga untuk memperbaikinya dengan merekomendasikan
serangkain tindakan untuk memecahkan masalah-masalah tertentu.
Model adalah wakil ideal dari situasi-situasi
dunia nyata.Model adalah menyederhanakan dari realitas yang diwakili. Model
dapat dibedakan atas model fisik dan model abstrak. Model fisik adalah
reproduksi ukuran kecil dari benda atau objek fisik.Model pesawat terbang,
model pakaian, model rumah dibuat untuk menggambarkan bentuk asli dari benda yang
ingin digambarkannya. Model abstrak adalah penyederhanaan fenonema sosial atau
konsep-konsep tertentu yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan-pernyataan
teoritis, simbol-simbol, gambar atau rumusan-rumusan matematis mengenai
fenomena yang dideskripsikannya.
Ada beberapa
definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai analisis kebijakan, Beberapa
diantaranya yang relevan di bawah ini:
Ericson
(1970) dalam tulisannya, “..Public Policy analysis is a future-oriented
inquiry into the optimum means of achieving a given set of social objectives”
(penyelidikan yang berorientasi kedepan dengan menggunakan sarana yang optimal
untuk mencapai serangkaian tujuan sisial yang diinginkan).
Dror
(1971) mendefinisikan analisis kebijakan sebagai “an approach and methodologyfor
design and indentification of preferable alternatives in respect to complex
policy issues” (suatu pendekatan dan metodelogi untuk mendesain dan
menemukan alternatif-alternatif yang dikehendaki berkenaan dengan sejumlah isu
yang kompleks).
Sedangkan
Kent (1971) mendefinisikan analisis kebijakan sebagai “..that kind of
systematic, disciplined, analytical, scholarly, creative study whose primary
motivation is to produce well-supported recommendations for action dealing with
concrete political problems” (sejenis studi yang sistematis, berdisiplin,
analitis, cerdas, dan kreatif yang di lakukan dengan maksud untuk menghasilkan
rekomendasi yang andal berupa tindakan-tindakan dalam memecahkan
masalah-masalah politik yang konkret).
Dalam
lingkar tradisi akademis pemikiran studi-studi kebijakan, terutama yang
berkaitan dengan analisis kebijakan public, sudah lama dkenal adanya berbagai
pendekatan (approaches) yang dikembangkan oleh para pakar/teoritisi kebijakan
public. Pendekatan-pendekatan itu, masing-masing tentu dengan segala kebutuhan
dengan kekurangannya, dimaksudkan untuk dapat memotret dan memahami fenomena
kebijakan atau problema kebijakan tertentu. Oleh karena itu, kalau kita
membahas analisis kebijakan, sedikit banyak yang kita bicarakan itu sebenarnya
adalah beragam cara yang dilakukan oleh para pakar kebijakan, baik secara
individual atau secara kolektif, dalam aktifitas yang disebut sebagai analisis
kebijakan (policy analysis) tertentu yang di anggapnya paling sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing.
Meski
demikian, dalam realita sehari-hari mengingat kompleksnya masalah-masalah
kebijakan kita akan sulit menemukan seorang analis yang seratus persen murni,
memiliki visinya sempurna mengenai pendekatan yang benar-benar pas untuk segala
macam persoalan.
2.2 Fungsi Model Kebijakan
Fungsi utama model adalah untuk mempermudah
kita menerangkan suatu benda atau konsep. Dalam beberapa kasus, model dapat
didasarkan suatu teori, tetapi model juga dapat dipakai untuk menguji atau
menjelaskan hipotesis sebagai bagian dari proses perumusan teori. Untuk
mempermudah dalam menjelaskan gedung, pasar, pemerintah, partisipasi, atau
kesejahteraan tentunya diperlukan model, benda dan konsep di atas tidak mungkin
kita bawa kemana-mana.Kita hanya dapat membawa benda dan konsep tersebut dalam
bentuk model. Oleh karena itu, model memiliki fungsi :
a.
Membantu kita untuk memperoleh pemahaman
tentang peroperasinya sistem alamiah atau system buatan manusia. Model membantu
kita menjelaskan sistem apa, dan bagaimana sistem tersebut beroperasi.
b.
Membantu kita dalam menjelaskan permasalahan
dan memilah-milah elemen-elemen tertentu yang relevan dengan
permasalahan.
c.
Membantu kita memperjelas hubungan antara
elemen-elemen tersebut.
d.
Membantu kita dalam merumuskan kesimpulan dan
hipotesis mengenai hakekat hubungan antar elemen.
e.
model digunakan untuk menyederhanakan dan memudahkan dalam
upaya membandingkan fenomena administrasi publik. Misalnya: kita menggunakan
model-model implementasi kebijakan untuk membandingkan program yang sama dalam
lokasi yang berbeda.
f.
Model digunakan sebagai hasil dari upaya membangdingkan ,
seperti layaknya model yang lain, penggunaan model ini untuk memudahkan
penyampian dan penyederhanaan. Model ini contohnya digunakan untuk menjelaskan
sistem administrasi publik di negara berkembang, jika dibandingkan dengansistem
administrasi publik di negara maju. Jika di negara maju masalah dapat
dipusatkan maka di negara-negara berkembang masalah-masalah administrasi publik
cenderung menyebar dan kompleks.
2.3 Model-model Analisis Kebijakan Publik
Maksud dibuatnya model menurut Wahab (2008:72),
“adalah untuk membantu pekerjaan mereka (analis) dalam memahami dan
memvisualisasikan realita kebiajakan publik yang kompleks”. Menurut Wahab
(2008:72), “dengan berbekalkan model-model dan tipologi-tipologi itulah maka analis
kebijakan publik (public polcy anayst) akan dipermudah tugasnya dalam
upayanya memahami bagamana proses perumusan atau proses implementasi kebijakan
publik itu.
Henry dalam Islamy
(2007:36) mengelompokkan dua tipologi dalam analisis model kebijakan,
yaitu (1) kebijakan publik dianalisa dari sudut proses; (2) kebijakan publik
dianalisa dianalisa dari sudut hasil dan akibat (efek)nya. Selanjutnya Dye
dalam Wahab (2008:77), membagi model analisis kebijakan publik ke dalam 6 buah
model, yaitu : model kelembagaan, model kelompok, model elit, model rasional,
model inkremental dan model sistem. Menurut henry dalam Islamy (2007:36), Tipologi yang termasuk ke dalam kelompok penganalisisan dari sudut proses adalah.
1.
Model kelembagaan
Dari sudut pandang model kelembagaan,
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh warga negara, baik secara perseorangan
maupun secara berkelompok pada umumya terkonsentrasi dan tertuju pada
lembaga-lembaga pemerintah. Kebijakan publik menurut model kelembagaan ini
ditetapkan, disahkan, dilaksanakan dan dipaksakan pemberlakuannya oleh
lembaga-lembaga pemerintah tersebut.
Dengan perkataan lain, menurut model ini
terdapat hubunan yang erat antara kebijakan publik dan lembag-lembaga
pemerintah. Kebijakan apapun tidak akan menjadi kebijakan publik kalau ia tidak
diterima, diimplementasikan dan dipaksakan pemberlakuannya oleh lembaga-lembaga
pemerintah.
Model kelembagaan biasanya dipakai untuk
menelaah proses perumusan/ pembuatan kebijakan publik, namun sebetulnya dapat
pula dimanfaatkan untuk menelaah implementasi kebijakan publik, model ini
dipakai untuk menjelaskan kondisi aktual dan potensial dri lemabaga-lemabag
pemerintah, dan menganalisis kenapa satu persoalan yang sama kadangkala harus
diorganisasikan dan diatur oleh beberapa lemabaga.
2.
Model kelompok
Model ini berangkat dari suatu anggapan bahwa
interaksi antar kelompok dalam masyarakat adalah pusat perhatian dari politik. Individu-individu
yang memiliki latar belakang kepentingan yang sama biasanya akan bergabung baik
secara formal maupun informal untuk mendesakan kepentingan-kepentingannya pada
pemerintah. Dalam model ini, perilaku individu akan mempunyai makna politik kalau
mereka bertindak sebagai bagian atas nama kepentingan kelompok.
Dari sudut pandang model kelompok, perilaku
individu akan mempunyai makna politik kalau mereka bertindak sebagai bagian
dari kelompok atau atas nama kepentingan kelompok. Kelompok dapat diibaratkan
sebagai sebuah jembatan politik penting yang menghubungkan antara individu
dengan pemerintah, karena politik tidak lain adalah perjuangan yang dilakukan
oleh kelompok-kelompok untuk emmpengaruhi kebijakan publik. Sebagai alat bantu
analisis, model kelompok ini selain dapat dipergunakan untuk meganalisis proses
pembuatan kebijakan publik juga dapat dipergunakan untuk menganalisis proses
implementasinya.
Kelompok dipandang sebagai jembatan yang
penting antara individu dan pemerintah, karena politik pada dasarnya adalah
perjuangan-perjuangan yang dilakukan kelompok untuk mempengaruhi kebijakan
publik. Dari sudut pandang model ini sistem politik mempunyai tugas untuk
mengelola konflik yang timbul dalam perjuanagan antar kelompok tersebut, dengan
cara :
a.
Menetapkan aturan permainan dalam perjuangan
kelompok;
b.
Mengatur kompromi-kompromi dan menyeimbangkan
kepentingan;
c.
Memberlakukan kompromi yang telah dicapai dalam
bentuk kebijakan publik;
d.
Memaksakan kompromi tersebut.
Model pluralis/kelompok lebih menitik beratkan
bahwa kebijakan publik terbentuk dari pengaruh sub-sistem yang berada dalam
sistem demokrasi. Dalam model ini adalah gagasan yang sifatnya lebih
parsitipatif dan berbasis komunitas dalam perumusan kebijakan atau pengambilan
kebijakan.[1][4]
Padangan Pluralis menurut Robert Dahl dan David Truman, menguraikan sebagai
berikut :
a.
Kekuasaan merupakan atribut individu dalam hubungannya
dengan individu-individu yang lain dalam proses pembuatan keputusan.
b.
Hubungan –hubungan kekuasaan tidak perlu tetap
berlangsung, hubungan-hubungan kekuasaan lebih dibentuk untuk
keputusan-keputusan khusus. Setelah keputusan tersebut dibuat maka hubungan-hubungan
kekuasaan tersebut tidak akan nampak, hubungan ini akan digantikan oleh
seperangkat hubungan kekuasaan yang berbeda ketika keputusan selanjutnya hendak
dibuat.
c.
Tidak ada pembedaan yang tetap antara elit dan
massa. Individu-individu yang berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dalam
suatu wakt tidak dibutuhkan oleh individu yang sama yang berpartisipasi dalam
waktu yang lain.
d.
Kepemimpinan bersifat cair dan mempunyai
mobilitas yang tinggi.
e.
Terdapat banyak pusat kekuasaan diantara
komunitas. Tidak ada kelompok tunggal yang mendominasi pembuatan keputusan
untuk semua masalah kebijakan.
f.
Kompetisi dapat dianggap berada diantara
pemimpin. Kebijakan publik lebih lanjut dipandang merefleksikan tawar menawar
atau kompromi yang dicapai diantara kompetisi pemimpin politik.
Dalam model ini kebijakan publik pada dasarnya
mencerminkan keseimbangan yang tercapai dalam perjuangan antar kelompok pada
suatu waktu tertentu dan kebijakan publik mencerminkan kesimbangan setelah
pihak-pihak atau kelompok-kelompok tertentu berhasil mengarahkan kebijakan
publik ke arah yang menguntungkan mereka.Besar kecilnya pengaruh
kelompok-kelompok tersebut ditentukan oleh jumlah, kekayaan, kekuatan
organisasi, kepemimpinan, akses terhadap pembuat keputusan dan kohesi dalam
kelompok.
3.
Model rasional
Dalam model ini konsep rasionalitas sama dengan
konsep efisiensi. Oleh karena itu dapat diaktakan bahwa suatu kebijaksanaan
yang sangat efisien, dimana rasio antara nilai yang dicapai dan nilai yang
dikorbankannya adalah positif dan lebih tinggi dibandingkan dengan
alternatif-alternatif yang lain, Islamy (2000:50). Dalam setiap organisasi
tentu terdapat sejumlah cara untuk pencapaian tujuan, dan pada saat dihadapkan
dengan kebutuhan untuk membuat suatu pilihan diantara berbagai alternatif, maka
pembuat keputusan yang rasional (rational decision-maker) harus memilih
alternatif yang dirasanya paling tepat guna mecapai hasil akhir (outcome) yang
diinginkan.
Model rasional komprehensif ini menekankan pada
pembuatan keputusan yang rasional dengan bermodalkan pada komprehensivitas
informasi dan keahlian pembuat keputusan.
Dalam model ini suatu kebijakan yang rasional adalah suatu kebijakan
yang sangat efisien, dimana rasio antara nilai yang dicapai dengan nilai yang
dikorbankan adalah positif dan lebih tinggi dibandingkan dengan
alternatif-alternatif yang lain.
Dalam model ini para pembuat kebijakan untuk
membuat kebijakan yang rasional, harus :
a.
Mengetahui semua nilai-nilai utama yang ada
dalam masyarakat.
b.
Mengatahui semua alternatif kebijakan yang
tersedia.
c.
Mengetahui semua konsekuensi dari setiap
alternatif kebijakan.
d.
Memperhitungkan rasio antara tujuan dan nilai
sosial yang dikorbankan bagi setiap alternatif kebijakan.
Model
ini terdiri dari elemen sebagai berikut :
a.
Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah
tertentu. Masalah ini dapat dipisahkan
dengan masalah yang lain atau paling tidak masalah tersebut dapat dipandang
bermakna bila dibandingkan dengan masalah yang lain.
b.
Tujuan, nilai atau sasaran yang mengarahkan
pembuat keputusan dijelaskan dan disusun menurut arti pentingnya.
c.
Berbagai alternatif untuk mengatasi masalah
perlu diselidiki.
d.
Konsekunsi (biaya dan keuntungan) yang timbul
dari setiap pemilihan alternatif diteliti.
e.
Setiap alternatif dan konsekuensi yang
menyertainya dapat dibandingkan dengan alternatif lain. Pembuat keputusan
memil;iki alternatif beserta konsekuensi yang memaksimalkan pencapaian tujuan,
nilai atau sasaran yang hendak dicapai.
Namun ada krikit terhadap model rasional
komprehensif, yaitu :
a.
Para pembuat keputusan tidak dihadapkan pada
masalah-masalah yang konkrit dan jelas.
Sehingga seringkali para pembuat keputusan gagal mendefinisikan masalah
dengan jelas, akibatnya keputusan yang dihasilkan untuk menyelesaikan masalah tersebut
tidak tepat.
b.
Tidak realitis dalam tuntutan yang dibuat oleh
para pembuat keputusan. Menurut model ini pembuat keputusan akan mempunyai
cukup informasi mengenai alternatif yang digunakan untuk menanggulangi masalah.
Pada kenyataannya para pembuat keputusan seringkali dihadapkan oleh waktu yang
tidak memadai karena desakan masalah yang membutuhkan penanganan sesegera
mungkin.
c.
Para pembuat keputusan publik biasanya
dihadapkan dengan situasi konflik daripada kesepakatan nilai. Sementara
nilai-nilai yang bertentangan tersebut tidak mudah diperbandingkan atau diukur
bobotnya.
d.
Pada kenyataannya bahwa para pembuat keputusan
tidak mempunyai motivasi untuk menetapkan keputusan-keputusan berdasarkan
tujuan masyarakat, sebaliknya mereka mencoba memaksimalkan ganjaran-ganjaran
mereka sendiri.
e.
Para pembuat keputusan mempunyai kebutuhan,
hambatan dan kekurangan sehingga menyebabkan mereka tidak dapat mengambil
keputusan atas dasar rasionalitas yang tinggi.
f.
Investasi yang besar dalam program dan
kebijakan menyebabkan pembuat keputusan tidak mempertimbangkan lagi alternatif
yang telah ditetapkan oleh keputusan sebelumnya.
g.
Terdapat banyak hambatan dalam mengumpulkan
semua informasi yang diperlukan untuk mengetahui semua kemungkinan alternatif
dan konsekuensi dari masing-masing alternatif.
4.
Model inkremental
Model inkremental pada hakikatnya memandang
kebijakan publik sebagai kelanjutan dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan
oleh pemerintah di masa lampau, dengan hanya melakukan perubahan-perubahan
seperlunya. Pendekatan ini diambil ketika pengambil kebijakan
berhadapan dengan keterbatasan waktu, ketersediaan informasi dan kecukupan dana
untuk melakukan evaluasi kebijakan secara komprehensif.
Model ini lebih bersifat deskritif dalam
pengertian, model ini menggambarkan secara aktual cara-cara yang dipakai para
penjabat dalam membuat keputusan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam mempelajari model penambahan, yakni :
a.
Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis
empirik terhadap tindakan dibutuhkan.
b.
Para pembuat keputusan hanya mempertimbangkan
beberapa alternatif untuk menanggulangi masalah yang dihadapi dan alternatif
hanya berada secara marginal dengan kebijakan yang sudah ada.
c.
Untuk setiap alternatif, pembuat keputusan
hanya mengevaluasi beberapa konsekuensi yang dianggap penting saja.
d.
Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan
dibatasi kembali secara berkesinambungan.
e.
Tidak ada keputusan tunggal atau penyelesaian
masalah yang dianggap paling “tepat”.
f.
Pembuatan keputusan secara inkremental pada
dasarnya merupakan remedial dan
diarahkan lebih banyak kepada perbaikan terhadap ketidaksempurnaan sosial yang
nyata sekarang ini daripada mempromosikan tujuan sosial di masa depan.
Keputusan yang diambil dari model ini hasil
kompromi dan kesepakatan bersama antara banyak partisipan. Dalam kondisi
banyaknya partisipan, keputusan akan lebih mudah dicapai bila persoalan yang
disengketakan oleh berbagai kelompok hanya merupakan perubahan terhadap program yang sudah ada, keadaan
sebaliknya jika menyangkut perubahan kebijakan besar yang menyangkut keuntungan
dan kerugian besar. Pembuatan keputusan secara inkrementalisme adalah penting
dalam rangka mengurangi konflik, memelihara stabilitas dan sistem politik itu
sendiri.
Dalam pandangan inkrementalis, para pembuat
keputusan dalam menunaikan tugasnya berada dibawah keadaan yang tidak pasti
yang berhubungan dengan konsekuensi dari tindakan mereka di masa depan, maka
keputusan inkrementalis dapat mengurangi risiko atau biaya ketidakpastian itu.
5.
Model sistem
Manfaat utama dari model sistem ini ialah
kemampuannya untuk mengkonsepsualisasikan secara sederhana gejala-gejala
politik (political phenomena) yang, dalam kenyataan sebenarnya kerapkali
jauh darikompleks. Dengan lebih memfokuskan pada proses-proses (processes)
dan bukannya pada lembaga-lembaga (institutions) atau struktur-struktur (structures).
Model sistem juga bermanfaat dalam mengelompokkan proses kebijakan (policy
process) ke dalam tahapan-tahapan yang berbeda-beda yang masing-masing
tahapan itu dapat pula dianalisis secara lebih terperinci.
Model sistem menurut Paine dan Naumes
menggambarkan model pembuatan kebijakan sebagai interaksi yang terjadi antara
lingkungan dengan para pembuat para pembuat kebijakan, dalam suatu proses yang
dinamis. Model ini mengasumsikan bahwa dalam pembuatan kebijakan terjadi interaksi
yang terbuka dan dinamis antara pembuat kebijakan dengan lingkungannya.
Interaksi yang terjadi dalam bentuk keluaran dan masukan (inputs dan outputs).
Menurut model sistem, kebijakan politik
dipandang sebagai tanggapan dari suatau sistem politik terhadap
tuntutan-tuntutan yang timbul dari lingkungan yang merupakan kondisi atau
keadaan yang berada di luar batas-batas politik. Kekuatan yang timbul dari
lingkungan dan mempengaruhi sistem politik dipandang sebagai masukan (inputs) bagi sistem politik, sedangkan
hasil-hasil yang dikeluarkan oleh sistem politik yang merupakan tanggapan
terhadap tuntutan tersebut dipandangkan sebagai keluaran (outputs) dari sistem politik. Sistem politik adalah sekumpulan
struktur untuk dan proses yang saling berhubungan yang berfungsi secara
otoritatif untuk mengalokasikan nilai-nilai bagi suatu masyarakat. Hasil-hasil
(outputs) dari sistem politik
merupakan alokasi nilai secara otoritatif dari sistem dan alokasi-alokasi ini
merupakan kebijakan publik.
Untuk mengubah tuntutan menjadi hasil-hasil
kebijakan, suatu sistem harus mampu mengatur penyelesaian-penyelesaian
pertentangan atau konflik dan memberlakukan penyelesaian pertentangan atau
konflik dan memberlakukan penyelesaian ini pada pihak yang bersangkutan. Oleh
karena itu suatu sistem dibangun berdasarkan elemen yang mendukung sistem
tersebut dan hal ini bergantung pada interaksi antar berbagai sub sistem, maka
suatu sistem akan melindungi dirinya melalui tiga hal, yaitu :
a.
Menghasilkan outputs yang secara layak memuaskan;
b.
Menyandarkan diri pada ikatan-ikatan yang
berakar dalam sistem itu sendiri;
c.
Menggunakan atau mengancam untuk menggunakan
kekuatan (penggunaan otoritas).
Menurut Thomas R. Dye, dengan teori sistem ini
dapat diperoleh petunjuk mengenai:
a.
Dimensi-dimensi lingkungan apakah yang
menimbulkan tuntutan-tuntutan terhadap sistem politik ?
b.
Ciri-ciri sistem politik yang bagaimanakah yang
memungkinkannya untuk mengubah tuntutan-tuntutan menjadi kebijakan publik dan
berlangsung terus-menerus ?
c.
Dengan cara yang bagaimana masukan-masukan yang
bersasal dari lingkungan mempengaruhi sistem politik?
d.
Ciri-ciri sistem politik yang bagaimanakah yang
mempengaruhi isi kebijakan publik?
e.
Bagaimanakah masukan-masukan yang berasal dari
lingkungan mempengaruhi kebijakan publik?
6.
Model Elit
Model elit adalah (the ruling elite model)
adlaah sebuah model analisis yang dikembangkan dengan mengacu pada teori elit (elite
theory).Kebijakan publik dilihat dari sudut teori elit selalu
dianggap sebagai the result of preference and values of governing elite (cerminan dari preferensi kehendak dan nilai-nilai yang dianut oleh elit
berkuasa). Miliband berpendapat bahwa negara bukanlah sebuah badan yang netral,
melainkan sebuah instrumen untuk dominasi klas. Dalam masyarakat kapitalis
negara pada hakekatnya merupakan instrumen bagi golongan borjuis untuk
mengokohkan dominasinya (secara sosial, ekonomi dan politik) dalam masyarakat,
(Wahab (2008:88). Kelompok elit yang bertugas membuat dan melaksanakan
kebijaksanaan digambarkan dalam model ini sebagai mampu bertindak/berbuat dalam
suatu lingkungan yang ditandai dengan sikap massa yang apatis, kerancuan
informasi, sehingga massa menjadi pasif. Kebijakan publik mengalir dari atas ke
bawah, yaitu dari golongan elit ke golongan masssa. Kelompok elit yang mempunyai
kekuasaaan dan nilai-nilai elit berbeda dengan massa. Dengan demikian kebijakan publik adalah merupakan perwujudan
keinginan-keinginan utama dan nilai-nilai golongan elit yang berkuasa.
Menurut Islamy (2000:40),
Model elit-massa dapat dirumuskan secara singkat sebagai berukut :
- Masyarakat dibagi menjadi dua kelompok kecil (golongan elit) yang mempunyai kekuasaan (penguasa) dan kelompok besar (golongan non-elit) yang tidak punya kekuasaan (diuasai). Hanya sejumlah kecil orang-orang yang menentukan kebijaksanaan negara, sedangkan massa (rakyat) tidak ikut menentukan.
- Kelompok elit yang berkuasa tidak mempunyai tipe yang sama (berbeda) dengan kelompok non-elit yang dikuasai. Karena kelompok elit ditentukan atau dipilih secara istimewa dari golongan masyarakat yang mempunyai tingkat sosial-ekonomi tinggi.
- Perpindahna posisi/kedudukan dari non-elit ke elit harus diusahakan selamba mungkin dan terus-menerus untuk mempertahankan stabilitas dan menghindari pergolakan (revolusi). Hanyala non-elit ynag telah menerima konsensus dasar golongan elit yang dapat masuk ke dalam lingkaran penguasa.
- Golongan elit menggunakan konsensus tadi untuk mendukung nilai-nilai dasar dan sistem sosial untuk melindungi sistem tersebut.
- Kebijaksanaan negara tidaklah menggambarkan keinginan massa tetapi keinginan elit.
- Golongan elit yang aktif relatif sedikit sekali memperoleh pengaruh dari massa yang apatis/pasif. Elitlah yang mempengaruhi masa dan bukan massa yang mempengaruhi elit.
Menurut Islamy (1984:39), kelompok elit yang
bertugas membuat dan melaksanakan kebijaksanaan digambarkan dalam model ini
sebagai mampu bertindak/berbuat dalam suatu lingkungan yang ditandai dengan
sikap massa yang apatis, kerancuan informasi, sehingga massa menjadi pasif.
Kebijaksanaan negara mengalir dari atas ke bawah, yaitu dari golongan elit yang
mempunyai kekuasaan dan nilai-nilai elit berbeda dengan massa.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Model kebijakan
adalah representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu
kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu.Model adalah wakil
ideal dari situasi-situasi dunia nyata.Model adalah menyederhanakan dari
realitas yang diwakili. Model dapat dibedakan atas model fisik dan model
abstrak. Model memiliki fungsi antara lain: Membantu kita untuk memperoleh
pemahaman tentang peroperasinya sistem alamiah atau system buatan manusia.
Model membantu kita menjelaskan sistem apa, dan bagaimana sistem tersebut
beroperasi, membantu kita dalam menjelaskan permasalahan dan memilah-milah
elemen-elemen tertentu yang relevan dengan permasalahan, membantu kita
memperjelas hubungan antara elemen-elemen tersebut, membantu kita dalam
merumuskan kesimpulan dan hipotesis mengenai hakekat hubungan antar elemen.
Selain fungsi yang di miliki model, model kebijakan juga memiliki jenis yaitu
model pluralis, elitis, sistem, rasional, inskrementalis, dan institusional.
DAFTAR PUSTAKA
Budi
Winarno, Teori dan Proses Kebijakan
Publik, Media Pressindo, Yogyakarta, 2005.
Eddi
Wibowo, T. Saiful Bahri, Hessel Nogi S. Tangkisilan, Kebijakan Publik dan Budaya, Yayasan Pembaharu Administrasi Publik
Indonesia, Yogyakarta, 2004.
Edi
Suharto, Ph.d, Analisis Kebijakan Publik. CV Alfabeta. Bandung, 2008
Miftah
Thoha, Ilmu Administrasi Publik Kontemporer, Kencana Prenada Media Group.
Jakarta 2010
Wayne Parsons, Public Policy, Pengantar Teori dan Praktik
Analisa Kebijakan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008.
William N.
Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik,
Gadjah Mada University Press, Jogjakarta, 2003.
kebijakan publik, MAKALAH, model analisis krbijakan, model elit, model inkremental, model kelompok, model model kelembagaan, model rasional, tugas
JOIN NOW !!!
ReplyDeleteDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.name
dewa-lotto.cc
dewa-lotto.vip