KUMPULAN TUGAS KULIAH DAN MAKALAH _ADMINISTRASI _ADMINISTRASI NEGARA _ADMINISTRASI PUBLIK _KEBIJAKAN _MANAGEMEN _ORGANISASI _KEAGAMAAN _DAN LAIN LAIN

Wednesday, 26 April 2017

MODEL-MODEL ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK



BAB I
PEMBAHASAN

 1.1 Latar Belakang
Dalam beberapa tahun belakangan ini, dimana persoalan-persoalan yang dihadapi pemerintah sedemikiankompleks akibat krisis multidimensional, maka bagaimanapun keadaan ini sudah barang tentu membutuhkan perhatian yang besar dan penanganan pemerintah yang cepat namun juga akurat agar persoalan-persoalan yang begitu kompleks dan berat yang dihadapi oleh pemerintah segera dapat diatasi. Kondisi seperti ini pada akhirnya menempatkan pemerintah dan lembaga tinggi Negara lainnya berada pada pilihan-pilihan kebijakan yang sulit.Kebijakan yang diambil tersebut terkadang membantu pemerintah dan rakyat Indonesia keluar dari krisis, tetapi dapat juga terjadi sebaliknya, yakni malah mendelegitimasi pemerintah itu sendiri.  
Dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul diperlukan pengambilan kebijakan yang tepat, sehingga kebijakan tersebut tidak menimbulkan permasalahan baru.  Pengambilan suatu kebijakan tentunya memerlukan analisis yang cukup jeli, dengan menggunakan berbagai model serta pendekatan yang sesuai dengan permasalahan yang akan dipecahkan.
Untuk bisa mengambil kebijakan yang sesuai dengan permasalahan yang ada, dipandang sangat perlu bagi pengambil kebijakan untuk mengerti serta memahami berbagai model dan pendekatan yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan suatu kebijakan. 

1.2       Rumusan Masalah
1.      Apa yang di maksud dengan Model?
2.      Bagaimana Manfaat dari Model?
3.      Bagaimana Model Analisis Kebijakan Publik dari Sudut Proses, sudut hasil dan dari sudut dampak?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian model
Model kebijakan adalah representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu.Seperti halnya masalah-masalah kebijakan yang merupakan bangunan mental yang berdasarkan pada konseptualisasi dan spesifikasi elemen-elemen kondisi masalah, model-model kebijakan merupakan rekonstruksi artificial dari realitas dalam wilayah yang merentang dari energi dan lingkungan sampai ke kemiskinan, kesejahteraan dan kejahatan.
Model kebijakan dapat dinyatakan sebagai konsep, diagram, grafik atau persamaan matematika. Mereka dapat digunakan tidak hanya untuk menerangkan, menjelaskan dan memprediksikan elemen-elemen suatu kondisi masalah melainkan juga untuk memperbaikinya dengan merekomendasikan serangkain tindakan untuk memecahkan masalah-masalah tertentu.
Model adalah wakil ideal dari situasi-situasi dunia nyata.Model adalah menyederhanakan dari realitas yang diwakili. Model dapat dibedakan atas model fisik dan model abstrak. Model fisik adalah reproduksi ukuran kecil dari benda atau objek fisik.Model pesawat terbang, model pakaian, model rumah dibuat untuk menggambarkan bentuk asli dari benda yang ingin digambarkannya. Model abstrak adalah penyederhanaan fenonema sosial atau konsep-konsep tertentu yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan-pernyataan teoritis, simbol-simbol, gambar atau rumusan-rumusan matematis mengenai fenomena yang dideskripsikannya.
Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai analisis kebijakan, Beberapa diantaranya yang relevan di bawah ini:
            Ericson (1970) dalam tulisannya, “..Public Policy analysis is a future-oriented inquiry into the optimum means of achieving a given set of social objectives” (penyelidikan yang berorientasi kedepan dengan menggunakan sarana yang optimal untuk mencapai serangkaian tujuan sisial yang diinginkan).
            Dror (1971) mendefinisikan analisis kebijakan sebagai “an approach and methodologyfor design and indentification of preferable alternatives in respect to complex policy issues” (suatu pendekatan dan metodelogi untuk mendesain dan menemukan alternatif-alternatif yang dikehendaki berkenaan dengan sejumlah isu yang kompleks).
            Sedangkan Kent (1971) mendefinisikan analisis kebijakan sebagai “..that kind of systematic, disciplined, analytical, scholarly, creative study whose primary motivation is to produce well-supported recommendations for action dealing with concrete political problems” (sejenis studi yang sistematis, berdisiplin, analitis, cerdas, dan kreatif yang di lakukan dengan maksud untuk menghasilkan rekomendasi yang andal berupa tindakan-tindakan dalam memecahkan masalah-masalah politik yang konkret).
            Dalam lingkar tradisi akademis pemikiran studi-studi kebijakan, terutama yang berkaitan dengan analisis kebijakan public, sudah lama dkenal adanya berbagai pendekatan (approaches) yang dikembangkan oleh para pakar/teoritisi kebijakan public. Pendekatan-pendekatan itu, masing-masing tentu dengan segala kebutuhan dengan kekurangannya, dimaksudkan untuk dapat memotret dan memahami fenomena kebijakan atau problema kebijakan tertentu. Oleh karena itu, kalau kita membahas analisis kebijakan, sedikit banyak yang kita bicarakan itu sebenarnya adalah beragam cara yang dilakukan oleh para pakar kebijakan, baik secara individual atau secara kolektif, dalam aktifitas yang disebut sebagai analisis kebijakan (policy analysis) tertentu yang di anggapnya paling sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
            Meski demikian, dalam realita sehari-hari mengingat kompleksnya masalah-masalah kebijakan kita akan sulit menemukan seorang analis yang seratus persen murni, memiliki visinya sempurna mengenai pendekatan yang benar-benar pas untuk segala macam persoalan.

2.2    Fungsi Model Kebijakan
Fungsi utama model adalah untuk mempermudah kita menerangkan suatu benda atau konsep. Dalam beberapa kasus, model dapat didasarkan suatu teori, tetapi model juga dapat dipakai untuk menguji atau menjelaskan hipotesis sebagai bagian dari proses perumusan teori. Untuk mempermudah dalam menjelaskan gedung, pasar, pemerintah, partisipasi, atau kesejahteraan tentunya diperlukan model, benda dan konsep di atas tidak mungkin kita bawa kemana-mana.Kita hanya dapat membawa benda dan konsep tersebut dalam bentuk model. Oleh karena itu, model memiliki fungsi :
a.       Membantu kita untuk memperoleh pemahaman tentang peroperasinya sistem alamiah atau system buatan manusia. Model membantu kita menjelaskan sistem apa, dan bagaimana sistem tersebut beroperasi. 
b.      Membantu kita dalam menjelaskan permasalahan dan memilah-milah elemen-elemen tertentu yang relevan dengan permasalahan. 
c.       Membantu kita memperjelas hubungan antara elemen-elemen tersebut. 
d.      Membantu kita dalam merumuskan kesimpulan dan hipotesis mengenai hakekat hubungan antar elemen. 
e.       model digunakan untuk menyederhanakan dan memudahkan dalam upaya membandingkan fenomena administrasi publik. Misalnya: kita menggunakan model-model implementasi kebijakan untuk membandingkan program yang sama dalam lokasi yang berbeda.
f.        Model digunakan sebagai hasil dari upaya membangdingkan , seperti layaknya model yang lain, penggunaan model ini untuk memudahkan penyampian dan penyederhanaan. Model ini contohnya digunakan untuk menjelaskan sistem administrasi publik di negara berkembang, jika dibandingkan dengansistem administrasi publik di negara maju. Jika di negara maju masalah dapat dipusatkan maka di negara-negara berkembang masalah-masalah administrasi publik cenderung menyebar dan kompleks.


2.3       Model-model Analisis Kebijakan Publik
Maksud dibuatnya model menurut Wahab (2008:72), “adalah untuk membantu pekerjaan mereka (analis) dalam memahami dan memvisualisasikan realita kebiajakan publik yang kompleks”. Menurut Wahab (2008:72), “dengan berbekalkan model-model dan tipologi-tipologi itulah maka analis kebijakan publik (public polcy anayst) akan dipermudah tugasnya dalam upayanya memahami bagamana proses perumusan atau proses implementasi kebijakan publik itu.
Henry dalam Islamy (2007:36) mengelompokkan dua tipologi dalam analisis model  kebijakan, yaitu (1) kebijakan publik dianalisa dari sudut proses; (2) kebijakan publik dianalisa dianalisa dari sudut hasil dan akibat (efek)nya. Selanjutnya Dye dalam Wahab (2008:77), membagi model analisis kebijakan publik ke dalam 6 buah model, yaitu : model kelembagaan, model kelompok, model elit, model rasional, model inkremental dan model sistem. Menurut henry dalam Islamy (2007:36), Tipologi yang termasuk ke dalam kelompok penganalisisan dari sudut proses adalah.
1.      Model kelembagaan
Dari sudut pandang model kelembagaan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh warga negara, baik secara perseorangan maupun secara berkelompok pada umumya terkonsentrasi dan tertuju pada lembaga-lembaga pemerintah. Kebijakan publik menurut model kelembagaan ini ditetapkan, disahkan, dilaksanakan dan dipaksakan pemberlakuannya oleh lembaga-lembaga pemerintah tersebut.
Dengan perkataan lain, menurut model ini terdapat hubunan yang erat antara kebijakan publik dan lembag-lembaga pemerintah. Kebijakan apapun tidak akan menjadi kebijakan publik kalau ia tidak diterima, diimplementasikan dan dipaksakan pemberlakuannya oleh lembaga-lembaga pemerintah.
Model kelembagaan biasanya dipakai untuk menelaah proses perumusan/ pembuatan kebijakan publik, namun sebetulnya dapat pula dimanfaatkan untuk menelaah implementasi kebijakan publik, model ini dipakai untuk menjelaskan kondisi aktual dan potensial dri lemabaga-lemabag pemerintah, dan menganalisis kenapa satu persoalan yang sama kadangkala harus diorganisasikan dan diatur oleh beberapa lemabaga.
2.      Model kelompok
Model ini berangkat dari suatu anggapan bahwa interaksi antar kelompok dalam masyarakat adalah pusat perhatian dari politik. Individu-individu yang memiliki latar belakang kepentingan yang sama biasanya akan bergabung baik secara formal maupun informal untuk mendesakan kepentingan-kepentingannya pada pemerintah. Dalam model ini, perilaku individu akan mempunyai makna politik kalau mereka bertindak sebagai bagian atas nama kepentingan kelompok.
Dari sudut pandang model kelompok, perilaku individu akan mempunyai makna politik kalau mereka bertindak sebagai bagian dari kelompok atau atas nama kepentingan kelompok. Kelompok dapat diibaratkan sebagai sebuah jembatan politik penting yang menghubungkan antara individu dengan pemerintah, karena politik tidak lain adalah perjuangan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok untuk emmpengaruhi kebijakan publik. Sebagai alat bantu analisis, model kelompok ini selain dapat dipergunakan untuk meganalisis proses pembuatan kebijakan publik juga dapat dipergunakan untuk menganalisis proses implementasinya.
Kelompok dipandang sebagai jembatan yang penting antara individu dan pemerintah, karena politik pada dasarnya adalah perjuangan-perjuangan yang dilakukan kelompok untuk mempengaruhi kebijakan publik. Dari sudut pandang model ini sistem politik mempunyai tugas untuk mengelola konflik yang timbul dalam perjuanagan antar kelompok tersebut, dengan cara :
a.       Menetapkan aturan permainan dalam perjuangan kelompok;
b.      Mengatur kompromi-kompromi dan menyeimbangkan kepentingan;
c.       Memberlakukan kompromi yang telah dicapai dalam bentuk kebijakan publik;
d.      Memaksakan kompromi tersebut.
Model pluralis/kelompok lebih menitik beratkan bahwa kebijakan publik terbentuk dari pengaruh sub-sistem yang berada dalam sistem demokrasi. Dalam model ini adalah gagasan yang sifatnya lebih parsitipatif dan berbasis komunitas dalam perumusan kebijakan atau pengambilan kebijakan.[1][4] Padangan Pluralis menurut Robert Dahl dan David Truman, menguraikan sebagai berikut :
a.       Kekuasaan merupakan atribut individu dalam hubungannya dengan individu-individu yang lain dalam proses pembuatan keputusan.
b.      Hubungan –hubungan kekuasaan tidak perlu tetap berlangsung, hubungan-hubungan kekuasaan lebih dibentuk untuk keputusan-keputusan khusus. Setelah keputusan tersebut dibuat maka hubungan-hubungan kekuasaan tersebut tidak akan nampak, hubungan ini akan digantikan oleh seperangkat hubungan kekuasaan yang berbeda ketika keputusan selanjutnya hendak dibuat.
c.       Tidak ada pembedaan yang tetap antara elit dan massa. Individu-individu yang berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dalam suatu wakt tidak dibutuhkan oleh individu yang sama yang berpartisipasi dalam waktu yang lain.
d.      Kepemimpinan bersifat cair dan mempunyai mobilitas yang tinggi.
e.       Terdapat banyak pusat kekuasaan diantara komunitas. Tidak ada kelompok tunggal yang mendominasi pembuatan keputusan untuk semua masalah kebijakan.
f.        Kompetisi dapat dianggap berada diantara pemimpin. Kebijakan publik lebih lanjut dipandang merefleksikan tawar menawar atau kompromi yang dicapai diantara kompetisi pemimpin politik.
Dalam model ini kebijakan publik pada dasarnya mencerminkan keseimbangan yang tercapai dalam perjuangan antar kelompok pada suatu waktu tertentu dan kebijakan publik mencerminkan kesimbangan setelah pihak-pihak atau kelompok-kelompok tertentu berhasil mengarahkan kebijakan publik ke arah yang menguntungkan mereka.Besar kecilnya pengaruh kelompok-kelompok tersebut ditentukan oleh jumlah, kekayaan, kekuatan organisasi, kepemimpinan, akses terhadap pembuat keputusan dan kohesi dalam kelompok.
3.      Model rasional
Dalam model ini konsep rasionalitas sama dengan konsep efisiensi. Oleh karena itu dapat diaktakan bahwa suatu kebijaksanaan yang sangat efisien, dimana rasio antara nilai yang dicapai dan nilai yang dikorbankannya adalah positif dan lebih tinggi dibandingkan dengan alternatif-alternatif yang lain, Islamy (2000:50). Dalam setiap organisasi tentu terdapat sejumlah cara untuk pencapaian tujuan, dan pada saat dihadapkan dengan kebutuhan untuk membuat suatu pilihan diantara berbagai alternatif, maka pembuat keputusan yang rasional (rational decision-maker) harus memilih alternatif yang dirasanya paling tepat guna mecapai hasil akhir (outcome) yang diinginkan.
Model rasional komprehensif ini menekankan pada pembuatan keputusan yang rasional dengan bermodalkan pada komprehensivitas informasi dan keahlian pembuat keputusan.  Dalam model ini suatu kebijakan yang rasional adalah suatu kebijakan yang sangat efisien, dimana rasio antara nilai yang dicapai dengan nilai yang dikorbankan adalah positif dan lebih tinggi dibandingkan dengan alternatif-alternatif yang lain.
Dalam model ini para pembuat kebijakan untuk membuat kebijakan yang rasional, harus :
a.       Mengetahui semua nilai-nilai utama yang ada dalam masyarakat.
b.      Mengatahui semua alternatif kebijakan yang tersedia.
c.       Mengetahui semua konsekuensi dari setiap alternatif kebijakan.
d.      Memperhitungkan rasio antara tujuan dan nilai sosial yang dikorbankan bagi setiap alternatif kebijakan.
Model ini terdiri dari elemen sebagai berikut :
a.       Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu.  Masalah ini dapat dipisahkan dengan masalah yang lain atau paling tidak masalah tersebut dapat dipandang bermakna bila dibandingkan dengan masalah yang lain.
b.      Tujuan, nilai atau sasaran yang mengarahkan pembuat keputusan dijelaskan dan disusun menurut arti pentingnya.
c.       Berbagai alternatif untuk mengatasi masalah perlu diselidiki.
d.      Konsekunsi (biaya dan keuntungan) yang timbul dari setiap pemilihan alternatif diteliti.
e.       Setiap alternatif dan konsekuensi yang menyertainya dapat dibandingkan dengan alternatif lain. Pembuat keputusan memil;iki alternatif beserta konsekuensi yang memaksimalkan pencapaian tujuan, nilai atau sasaran yang hendak dicapai.
Namun ada krikit terhadap model rasional komprehensif, yaitu :
a.       Para pembuat keputusan tidak dihadapkan pada masalah-masalah yang konkrit dan jelas.  Sehingga seringkali para pembuat keputusan gagal mendefinisikan masalah dengan jelas, akibatnya keputusan yang dihasilkan untuk menyelesaikan masalah tersebut tidak tepat.
b.      Tidak realitis dalam tuntutan yang dibuat oleh para pembuat keputusan. Menurut model ini pembuat keputusan akan mempunyai cukup informasi mengenai alternatif yang digunakan untuk menanggulangi masalah. Pada kenyataannya para pembuat keputusan seringkali dihadapkan oleh waktu yang tidak memadai karena desakan masalah yang membutuhkan penanganan sesegera mungkin.
c.       Para pembuat keputusan publik biasanya dihadapkan dengan situasi konflik daripada kesepakatan nilai. Sementara nilai-nilai yang bertentangan tersebut tidak mudah diperbandingkan atau diukur bobotnya.
d.      Pada kenyataannya bahwa para pembuat keputusan tidak mempunyai motivasi untuk menetapkan keputusan-keputusan berdasarkan tujuan masyarakat, sebaliknya mereka mencoba memaksimalkan ganjaran-ganjaran mereka sendiri.
e.       Para pembuat keputusan mempunyai kebutuhan, hambatan dan kekurangan sehingga menyebabkan mereka tidak dapat mengambil keputusan atas dasar rasionalitas yang tinggi.
f.        Investasi yang besar dalam program dan kebijakan menyebabkan pembuat keputusan tidak mempertimbangkan lagi alternatif yang telah ditetapkan oleh keputusan sebelumnya.
g.      Terdapat banyak hambatan dalam mengumpulkan semua informasi yang diperlukan untuk mengetahui semua kemungkinan alternatif dan konsekuensi dari masing-masing alternatif.
4.      Model inkremental
Model inkremental pada hakikatnya memandang kebijakan publik sebagai kelanjutan dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh pemerintah di masa lampau, dengan hanya melakukan perubahan-perubahan seperlunya. Pendekatan ini diambil ketika pengambil kebijakan berhadapan dengan keterbatasan waktu, ketersediaan informasi dan kecukupan dana untuk melakukan evaluasi kebijakan secara komprehensif.
Model ini lebih bersifat deskritif dalam pengertian, model ini menggambarkan secara aktual cara-cara yang dipakai para penjabat dalam membuat keputusan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mempelajari model penambahan, yakni :
a.       Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis empirik terhadap tindakan dibutuhkan.
b.      Para pembuat keputusan hanya mempertimbangkan beberapa alternatif untuk menanggulangi masalah yang dihadapi dan alternatif hanya berada secara marginal dengan kebijakan yang sudah ada.
c.       Untuk setiap alternatif, pembuat keputusan hanya mengevaluasi beberapa konsekuensi yang dianggap penting saja.
d.      Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan dibatasi kembali secara berkesinambungan.
e.       Tidak ada keputusan tunggal atau penyelesaian masalah yang dianggap paling “tepat”.
f.        Pembuatan keputusan secara inkremental pada dasarnya merupakan remedial dan diarahkan lebih banyak kepada perbaikan terhadap ketidaksempurnaan sosial yang nyata sekarang ini daripada mempromosikan tujuan sosial di masa depan.
Keputusan yang diambil dari model ini hasil kompromi dan kesepakatan bersama antara banyak partisipan. Dalam kondisi banyaknya partisipan, keputusan akan lebih mudah dicapai bila persoalan yang disengketakan oleh berbagai kelompok hanya merupakan perubahan  terhadap program yang sudah ada, keadaan sebaliknya jika menyangkut perubahan kebijakan besar yang menyangkut keuntungan dan kerugian besar. Pembuatan keputusan secara inkrementalisme adalah penting dalam rangka mengurangi konflik, memelihara stabilitas dan sistem politik itu sendiri.
Dalam pandangan inkrementalis, para pembuat keputusan dalam menunaikan tugasnya berada dibawah keadaan yang tidak pasti yang berhubungan dengan konsekuensi dari tindakan mereka di masa depan, maka keputusan inkrementalis dapat mengurangi risiko atau biaya ketidakpastian itu.
5.      Model sistem
Manfaat utama dari model sistem ini ialah kemampuannya untuk mengkonsepsualisasikan  secara sederhana gejala-gejala politik (political phenomena) yang, dalam kenyataan sebenarnya kerapkali jauh darikompleks. Dengan lebih memfokuskan pada proses-proses (processes) dan bukannya pada lembaga-lembaga (institutions) atau struktur-struktur (structures). Model sistem juga bermanfaat dalam mengelompokkan proses kebijakan (policy process) ke dalam tahapan-tahapan yang berbeda-beda yang masing-masing tahapan itu dapat pula dianalisis secara lebih terperinci.
Model sistem menurut Paine dan Naumes menggambarkan model pembuatan kebijakan sebagai interaksi yang terjadi antara lingkungan dengan para pembuat para pembuat kebijakan, dalam suatu proses yang dinamis. Model ini mengasumsikan bahwa dalam pembuatan kebijakan terjadi interaksi yang terbuka dan dinamis antara pembuat kebijakan dengan lingkungannya. Interaksi yang terjadi dalam bentuk keluaran dan masukan (inputs dan outputs).
Menurut model sistem, kebijakan politik dipandang sebagai tanggapan dari suatau sistem politik terhadap tuntutan-tuntutan yang timbul dari lingkungan yang merupakan kondisi atau keadaan yang berada di luar batas-batas politik. Kekuatan yang timbul dari lingkungan dan mempengaruhi sistem politik dipandang sebagai masukan (inputs) bagi sistem politik, sedangkan hasil-hasil yang dikeluarkan oleh sistem politik yang merupakan tanggapan terhadap tuntutan tersebut dipandangkan sebagai keluaran (outputs) dari sistem politik. Sistem politik adalah sekumpulan struktur untuk dan proses yang saling berhubungan yang berfungsi secara otoritatif untuk mengalokasikan nilai-nilai bagi suatu masyarakat. Hasil-hasil (outputs) dari sistem politik merupakan alokasi nilai secara otoritatif dari sistem dan alokasi-alokasi ini merupakan kebijakan publik.
Untuk mengubah tuntutan menjadi hasil-hasil kebijakan, suatu sistem harus mampu mengatur penyelesaian-penyelesaian pertentangan atau konflik dan memberlakukan penyelesaian pertentangan atau konflik dan memberlakukan penyelesaian ini pada pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu suatu sistem dibangun berdasarkan elemen yang mendukung sistem tersebut dan hal ini bergantung pada interaksi antar berbagai sub sistem, maka suatu sistem akan melindungi dirinya melalui tiga hal, yaitu :
a.       Menghasilkan outputs yang secara layak memuaskan;
b.      Menyandarkan diri pada ikatan-ikatan yang berakar dalam sistem itu sendiri;
c.       Menggunakan atau mengancam untuk menggunakan kekuatan (penggunaan otoritas).
Menurut Thomas R. Dye, dengan teori sistem ini dapat diperoleh petunjuk mengenai:
a.       Dimensi-dimensi lingkungan apakah yang menimbulkan tuntutan-tuntutan terhadap sistem politik ?
b.      Ciri-ciri sistem politik yang bagaimanakah yang memungkinkannya untuk mengubah tuntutan-tuntutan menjadi kebijakan publik dan berlangsung terus-menerus ?
c.       Dengan cara yang bagaimana masukan-masukan yang bersasal dari lingkungan mempengaruhi sistem politik?
d.      Ciri-ciri sistem politik yang bagaimanakah yang mempengaruhi isi kebijakan publik?
e.       Bagaimanakah masukan-masukan yang berasal dari lingkungan mempengaruhi kebijakan publik?
6.      Model Elit
Model elit adalah (the ruling elite model) adlaah sebuah model analisis yang dikembangkan dengan mengacu pada teori elit (elite theory).Kebijakan publik dilihat dari sudut teori elit selalu dianggap sebagai the result of preference and values of governing elite (cerminan dari preferensi kehendak dan nilai-nilai yang dianut oleh elit berkuasa). Miliband berpendapat bahwa negara bukanlah sebuah badan yang netral, melainkan sebuah instrumen untuk dominasi klas. Dalam masyarakat kapitalis negara pada hakekatnya merupakan instrumen bagi golongan borjuis untuk mengokohkan dominasinya (secara sosial, ekonomi dan politik) dalam masyarakat, (Wahab (2008:88). Kelompok elit yang bertugas membuat dan melaksanakan kebijaksanaan digambarkan dalam model ini sebagai mampu bertindak/berbuat dalam suatu lingkungan yang ditandai dengan sikap massa yang apatis, kerancuan informasi, sehingga massa menjadi pasif. Kebijakan publik mengalir dari atas ke bawah, yaitu dari golongan elit ke golongan masssa. Kelompok elit yang mempunyai kekuasaaan dan nilai-nilai elit berbeda dengan massa. Dengan demikian kebijakan publik adalah merupakan perwujudan keinginan-keinginan utama dan nilai-nilai golongan elit yang berkuasa.
Menurut Islamy (2000:40), Model elit-massa dapat dirumuskan secara singkat sebagai berukut :
  • Masyarakat dibagi menjadi dua kelompok kecil (golongan elit) yang mempunyai kekuasaan (penguasa) dan kelompok besar (golongan non-elit) yang tidak punya kekuasaan (diuasai). Hanya sejumlah kecil orang-orang yang menentukan kebijaksanaan negara, sedangkan massa (rakyat) tidak ikut menentukan.
  • Kelompok elit yang berkuasa tidak mempunyai tipe yang sama (berbeda) dengan kelompok non-elit yang dikuasai. Karena kelompok elit ditentukan atau dipilih secara istimewa dari golongan masyarakat yang mempunyai tingkat sosial-ekonomi tinggi.
  • Perpindahna posisi/kedudukan dari non-elit ke elit harus diusahakan selamba mungkin dan terus-menerus untuk mempertahankan stabilitas dan menghindari pergolakan (revolusi). Hanyala non-elit ynag telah menerima konsensus dasar golongan elit yang dapat masuk ke dalam lingkaran penguasa.
  • Golongan elit menggunakan konsensus tadi untuk mendukung nilai-nilai dasar dan sistem sosial untuk melindungi sistem tersebut.
  • Kebijaksanaan negara tidaklah menggambarkan keinginan massa tetapi keinginan elit.
  • Golongan elit yang aktif relatif sedikit sekali memperoleh pengaruh dari massa yang apatis/pasif. Elitlah yang mempengaruhi masa dan bukan massa yang mempengaruhi elit.
Menurut Islamy (1984:39), kelompok elit yang bertugas membuat dan melaksanakan kebijaksanaan digambarkan dalam model ini sebagai mampu bertindak/berbuat dalam suatu lingkungan yang ditandai dengan sikap massa yang apatis, kerancuan informasi, sehingga massa menjadi pasif. Kebijaksanaan negara mengalir dari atas ke bawah, yaitu dari golongan elit yang mempunyai kekuasaan dan nilai-nilai elit berbeda dengan massa.

BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Model kebijakan adalah representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu.Model adalah wakil ideal dari situasi-situasi dunia nyata.Model adalah menyederhanakan dari realitas yang diwakili. Model dapat dibedakan atas model fisik dan model abstrak. Model memiliki fungsi antara lain: Membantu kita untuk memperoleh pemahaman tentang peroperasinya sistem alamiah atau system buatan manusia. Model membantu kita menjelaskan sistem apa, dan bagaimana sistem tersebut beroperasi, membantu kita dalam menjelaskan permasalahan dan memilah-milah elemen-elemen tertentu yang relevan dengan permasalahan, membantu kita memperjelas hubungan antara elemen-elemen tersebut, membantu kita dalam merumuskan kesimpulan dan hipotesis mengenai hakekat hubungan antar elemen. Selain fungsi yang di miliki model, model kebijakan juga memiliki jenis yaitu model pluralis, elitis, sistem, rasional, inskrementalis, dan institusional.












DAFTAR PUSTAKA

Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo, Yogyakarta, 2005.
Eddi Wibowo, T. Saiful Bahri, Hessel Nogi S. Tangkisilan, Kebijakan Publik dan Budaya, Yayasan Pembaharu Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta, 2004.
Edi Suharto, Ph.d, Analisis Kebijakan Publik. CV Alfabeta. Bandung, 2008
Miftah Thoha, Ilmu Administrasi Publik Kontemporer, Kencana Prenada Media Group. Jakarta 2010
Wayne Parsons, Public Policy, Pengantar Teori dan Praktik Analisa Kebijakan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008.
William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta, 2003.



  1 comment:

  1. JOIN NOW !!!
    Dan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
    Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
    BURUAN DAFTAR!
    dewa-lotto.name
    dewa-lotto.cc
    dewa-lotto.vip

    ReplyDelete

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Powered by Blogger.

TUGAS KULIAH, MAKALAH, ADMINISTRASI PUBLIK, KEBIJAKAN, MANAGEMEN, KEPEMIMPINAN, ORGANISASI DAN KEAG

Blogger templates

Blogroll