KUMPULAN TUGAS KULIAH DAN MAKALAH _ADMINISTRASI _ADMINISTRASI NEGARA _ADMINISTRASI PUBLIK _KEBIJAKAN _MANAGEMEN _ORGANISASI _KEAGAMAAN _DAN LAIN LAIN

Wednesday, 26 April 2017

SINERGITAS KELEMBAGAAN PUBLIK DALAM MENDUKUNG TERCAPAINYA VISI ORGANISi



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Dewasa ini, perkembangan ilmu pengetahuan sudah semakin pesat. Hal ini juga dapat menjadi indicator bahwa pola kehidupan sosial masyarakat sudah semakin berkembang dan masalah yang harus diatasi juga semakin complicated. Ilmu administrasi publik yang pada dasarnya merupakan disiplin ilmu yang memiliki tujuan to protect, to regulate, and to service the citizen tentu saja juga ikut berkembang sejalan dengan perubahan yang ada di masyarakat. Berbagai macam paradigma dan konsep telah dimiliki oleh ilmu administrasi publik yang tentu saja digunakan sesuai dengan perkembangan zaman. Paradigma-paradigma tersebut digunakan untuk menciptakan kemaslahatan bagi masyarakat, mulai dari paradigma dikotomi politik dan administrasi, prinsip-prinsip administrasi, administrasi publik sebagai ilmu politik, administrasi publik sebagai ilmu administrasi, admiistrasi publik sebagai ilmu administrasi publik, administrasi publik sebagai administrasi pembangunan, reformasi administrasi, New Public Management, hingga Good Governance. Paradigma yang disebutkan terakhir akan banyak dikupas setelah ini, karena berkaitan dengan konsep electronic government yang saat ini sedang marak diisukan untuk dapat digunakan di berbagai sistem pemerintahan, baik pusat maupun daerah, sebagai sarana untuk pemberdayaan (empowering) masyarakat dalam sistem demokrasi di Indonesia. Dengan ini, masyarakat diharapkan lebih mendapatkan pelayanan publik yang memuaskan dan memiliki andil untuk menentukan kebijakan yang akan diambil pemerintah melalui transparansi dan akuntabilitas publik
1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana sinergitas peran lembaga public dalam rangka mewujudkan visi organisasi ?
2.      Apa kendala yang sering di hadapi ?
3.      Bagaimana membangun sinergitas antar lembaga public ?
1.3  TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui bagaimana sinergitas peran lembaga public dalam rangka mewujudkan visi organisasi
2.      Untuk mengetahui kendala yang sering di hadapi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian sinergitas kelembagaan
Kata Sinergy, Sinergisme, Sinergisitas, seringkali diucapkan orang tanpa kadangkala tidak tahu apa artinya. Di kamus bahasa Indonesia-Inggris edisi ketiga oleh John M. Echols dan Hassan Shadily, penerbit PT Gramedia Jakartapun tidak ditemui apa terjemahan kata SINERGY. Memang kata ini bukan asli kata Indonesia. Tapi bila membaca di buku Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Solusi dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, DR. J. Kaloh, hal 159. “Stephen R. Covey dalam bukunya Principles Centered Leadership (1993) mengatakan bahwa SINERGI yang dikerjakan bersama lebih baik hasilnyadaripada dikerjakan sendiri-sendiri, selain itu gabungan beberapa unsur akan menghasilkan suatu produk yang lebih unggul. SINERGI mengandung arti kombinasi unsur atau bagian yang dapat menghasilkan keluaran lebih baik dan lebih besar. Gubernur Sulut Drs. SH Sarundajang mengatakan di dalam Kata Pengantar Buku Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Utara, tahun 2005-2010: “Kami berharap dukungan, kerjasama dan kerja keras-cerdas dari semua pihak tersebut terus terbina dan berlangsung agar makin memperkuat SINERGISME dan jejaring aliansi strategis yang sangat dibutuhkan untuk memajukan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia di Sulawesi Utara,…” dan juga buku yang sama pada hal 357 SINERGITAS pelaksanaan pembangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dibenahi termasuk SINERGITAS antara Pemerintah Daerah Provinsi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota maupun SINERGITAS antara satuan kerja….Harapan utama dari terciptanya SINERGITAS pembangunan ini agar kesejahteraan masjarakat dapat ditingkatkan. Oleh karena itu perlu pemahaman arti kata SINERGY yang benar supaya seluruh komponen Masyarakat dan Pemerintah bisa saling berSINERGY demi tercapainya kesejahteraan masjarakat
2.2 Pengertian Visi Organisasi
Visi adalah suatu pandangan jauh tentang organisasi, tujuan - tujuan perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut pada masa yang akan datang. Visi itu tidak dapat dituliskan secara lebih jelas menerangkan detail gambaran sistem yang ditujunya, dikarenakan perubahan ilmu serta situasi yang sulit diprediksi selama masa yang panjang tersebut. Beberapa persyaratan yang hendaknya dipenuhi oleh suatu pernyataan visi:
·         Berorientasi ke depan
·         Tidak dibuat berdasarkan kondisi saat ini
·         Mengekspresikan kreatifitas
·         Berdasar pada prinsip nilai yang mengandung penghargaan bagi masyarakat
2.3 Fenomena sinergitas kelembagaan publik dalam mendukung tujuan organisasi (antara pemerintah pusat dan daerah)
2.3.1        Keragaman disharmoni Hubungan Pusat dan Daerah.
Secara faktual ketidakharmonisan hubungan antara pemerintah propinsi dengan kabupaten/kota sudah dirasakan sejak diberlakukannya UU No.22 tahun 1999. Semangat desentralisasi yang berlebihan dan sering disalahartikan bagi sebagian besar pemerintah lokal, nampaknya telah menghasilkan sebuah relasi  yang disharmoni dengan pemerintah diatasnya, baik terhadap pemerintah propinsi maupun pemerintah pusat. Kebebasan dan kewenangan yang dimiliki pemerintah lokal untuk menyusun berbagai peraturan daerah yang hanya mendasarkan atas kebutuhan dan kepentingan lokal semata, tanpa memper timbangkan kepentingan regional dan nasional akhirnya banyak menghasilkan produk perda yang cacat hukum dan dipihak lain perilaku pemerintah lokal yang cenderung arogan menjadi pemicu melebarnya jurang  hubungan pemerintah pusat dan lokal itu sendiri.  Sebaliknya, sumber kewenangan pemerintah propinsi yang secara riel telah berkurang, nampaknya masih dipersepsi sama, dimana pemerintah propinsi masih merasa memiliki kekuasaan yang berlebih dibanding pemerintah kabupaten /kota sehingga sewaktu menyusun dan membuat peraturan acapkali berada diluar yuridiksinya.

Dipihak lain disharmonisan relasi antara pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota juga dipicu oleh persepsi dan pemaknaan otoda yang beragam pada tingkat pemerintahan dan masyarakat. Bagi kebanyakan pemerintah lokal melihat bahwa otonomi daerah sama atau berdekatan dengan automoney, sehingga membawa konsekuensi terhadap pencarian, peningkatan dan penciptaan penerimaan daerah  sebanyak mungkin tanpa mempertimbang kan kepentingan jangka panjang bagi masyarakat. Sayangnya, pemaknaan otonomi yang diamini sebagian pemerintah lokal (kabupaten/kota) juga menjadi virus dan menyebar di lingkaran pemerintah propinsi, sehingga konflik perebutan lahan obyek penerimaan daerah tidak terhindarkan antara pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Paling tidak fenomena peningkatan eskalasi terhadap eksplotasi dan eksplorasi sumberdaya alam minyak, penambangan batubara, penebangan dan pengundulan hutan telah mengalami peningkatan sangat drastis dan dramatis.  Tidaklah salah jika keberdaan UU otonomi daerah akhirnya telah dijadikan format justifikasi untuk mengeksploitasi dan mengekstrasi sumber daya local secara besar-besaran, dan kenyataannya kegiatan ekplorasi tersebut tidak memberi kontribusi ekonomis secara nyata terhadap masyarakat setempat dan hanya dinikmati oleh segelintir pejabat elit local.     Seiring dengan banyaknya mispersepsi terhadap pemaknaan otonomi daerah yang lekat dengan  automoney, akhirnya telah menuai beragam konflik yang bersifat vertical maupun horizontal (antara pemerintah pusat dan propinsi dengan kabupaten maupun kabupaten/kota dengan kabupaten/kota). Jika demikian, maka otonomi daerah telah menjadi counterproductive terhadap perluasan dan peningkatan public service maupun proses demokratisasi itu sendiri
Desentralisasi mestinya dianggap sebagai proses, meskipun cara hidup dan keadaan pikiran berdasarkan pada prinsip  kebebasan, penghargaan dan partisipasi. Desentralisasi mengakui dan mempercayai adanya kebutuhaan untuk mendekati kesenjangan dan perbedaan antara semua tingkat pemerintahan melalui  interaksi dan berbagai kewenangan. Artinya bahwa desentralisasi memuat jalinan tanggungjawab dari pusat ke kabupaten. Salah satu bentuk tugas dan tanggungjawab pemerintah adalah menyusun dokumen perencanaan pada tingkat pusat hingga tingkat local secara series. Dokumen-dokumen yang saling terkait antara kepentingan pusat, propinsi dan kabupaten/kota adalah dokumen Perencanaan RPJP, RPJMD dan RKPD.

Meskipun dokumen perencanaan harus disediakan di setiap tingkatan pemerintahan dan disusun secara series dan integrative, namun acapkali materi dokumen perencanaan di tingkat pusat, regional dan local tidak integrative dan sinkron. Sangat dimungkinkan ketidaksinkronan dokumen perencanaan antara propinsi dan kabupaten lebih dikarenakan adanya disharmonisai hubungan yang terjadi, sehingga koordinasi dan komunikasi antar strata pemerintahan tersebut kurang maksimal. Melihat realitas tersebut, acapkali dokumen perencanaan antara pemerintah propinsi dengan kabupaten seakan merupakan dua hal yang terpisah.  Khususnya memahami penyusunan RPJMD Kabupaten/kota sangat jarang sekali mengacu pada RPJMD Propinsi. Situasi ini terjadi disebabkan oleh karena RPJMD lebih merupakan kebutuhan bupati/walikota daripada merefleksi kebutuhan dan kepentingan masyarakat atau kepentingan diatasnya. Akibatnya isi dokumen RPJMD lebih merupakan dokumen pemenuhan janji kepala daerah kepada konstituen dalam pemilu daripada sebagai arah dan pedoman perencanaan pembangunan daerah yang merefleksi kebutuhan masyarakat banyak. Disharmoni kewenangan dalam materi penyusunan dokumen perencanaan terutama RPJMD tentu membawa konsekuensi terhadap bentuk-bentuk materi dokumen tahunan yakni RKPD. Disharmoni kewenangan penyusunan dokumen RPJMD semakin terlihat ketika RPJMD propinsi yang lebih merefleksi dan mengakomodir kepentingan gubernur untuk memenuhi janji politiknya bukan merupakan satu partai dengan para bupati/walikota di masing-masing pemerintahan local.

Disamping fenomena disharmoni diatas, terlihat juga bahwa ditingkat kelembagaan acapkali terjadi hubungan yang kurang baik antara pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten disaat pihak propinsi akan melakukan koordinasi yang diakibatkan oleh adanya variasi nomenklatur kelembagaan yang berbeda baik antara propinsi dengan kabupaten atau antar kabupaten. Perbedaan nomenklatur ini berimplikasi pada disharmoni koordinasi dan pelaksanaan tugas yang bersifat lintas kabupaten. Sebagai misal di tingkat propinsi memiliki dinas yang mengurusi persoalan lingkungan hidup (Dinas LH), ketika propinsi meminta bantuan untuk implementasi urusan lingungan hidup  di tingkat kabupaten sering terjadi hambatan, sebab di tingkat kabupaten tidak ada dinas tersebut, hanya ada bagian yang tentunya kewenangannya terbatas.

2.3.2     Konstruksi Sinergi Hubungan Antar Pemerintahan
Meskipun masih banyak persoalan yang tersisa dalam UU No 32 tahun 2004, namun jika kita lebih bijaksana, maka banyak aspek yang sebenarnya dapat diimplementasikan secara bersama antar tingkat pemerintahan sebagai wujud sinergitas hubungan antar tingkatan pemerintah dalam rangka mewujudkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Dalam upaya penciptaan efisiensi dan efektivitas pemerintahan daerah, maka relasi hubungan antara pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten /kota harus mampu mengejawantahkan jaminan bentuk relasi yang adil dan saling menguntungkan.  Relasi hubungan pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten dalam konstruk UU No 32 tahun 2004 dapat menyangkut 4 bidang, utama, yakni : 1) Hubungan kewenangan antara propinsi dan kabupaten/kota, 2) Hubungan Keuangan antara Propinsi dan Kabupaten/Kota, 3) Hubungan Pelayanan umum, 4) Hubungan Pemanfaatan Sumberdaya Alam dan Sumberdaya lainnya.
2.3.3  Sinergi dibidang Kewenangan
Relasi kewenangan antara pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten sebenarnya dapat diketemukan dalam pasal 10 hingga 14.  Sumber kewenangan untuk Urusan wajib bagi propinsi dan kabupaten/kota yang dinilai kembar atau mirip memang melahirkan dua pandangan yang berbeda. Disatu sisi melihat dengan kekebaran urusan wajib, akan memudahkan koordinasi , komunikasi dan sinergisitas, namun dipihak lain melihat dan memandang dengan kekembaran kewenangan yang ada, justru akan mengurangi atau meniadakan koordinasi. Dua pandangan yang saling berbenturan tersebut, nampaknya cenderung mewakili tingkatan pemerintahan daerah. Bagi propinsi, cenderung mewakili pandangan pertama sedangkan bagi pemerintah kabupaten/kota berada pada pandangan yang kedua. (Lihat tabel dibawah ini)
Pasal 13
(Urusan Wajib Pemerintah Daerah Propinsi)
Pasal 14
(Urusan Wajib Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota)
Ø  Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan;
Ø  Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan;
Ø  Perencanaan, pemanfaatan dan Pengawasan tata ruang;
Ø  Perencanaan, pemanfaatan dan Pengawasan tata ruang;
Ø  Penyelenggaraan Ketertiban umum dan Ketentraman Masyarakat;
Ø  Penyelenggaraan Ketertiban umum dan Ketentraman Masya rakat;
Ø  Penyediaan sarana dan prasarana umum;
Ø  Penyediaan sarana dan prasarana umum;
Ø  Penanganan bidang Kesehatan;
Ø  Penanganan bidang Kesehatan;
Ø  Penyelenggaraan pendidikan dan Alokasi Sumber daya manusia potencial,
Ø  Penyelenggaraan pendidikan;
Ø  Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota
Ø  Penanggulangan masalah sosial ;
Ø  Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/ kota
Ø  Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
Ø  Fasilitasi pengembangan koperasi, Usaha Kecil dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota
Ø  Fasilitasi pengembangan koperasi, Usaha Kecil dan menengah
Ø  Pengendalian lingkungan hidup
Ø  Pengendalian lingkungan hidup;
Ø  Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota
Ø  Pelayanan pertanahan;
Ø  Pelayanan kependudukan dan Catatan Sipil
Ø  Pelayanan kependudukan dan Catatan Sipil;
Ø  Pelayanan administrasi umum pemerintahan
Ø  Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
Ø  Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten
Ø  Pelayanan administrasi penanaman modal;
Ø  Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota
Ø  Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya;
Ø  Urusan wajib lanilla yang diamantkan oleh peraturan perundang-undangan
Ø  Urusan wajib lanilla yang diamantkan oleh peraturan perundang-undangan
Jika kita tinjau dari perspektif teoritik dengan menggunakan kacamata struktural fungsional, dimana setiap struktur akan diikuti oleh fungsi, dan setiap hirarkhi struktur akan memberi fungsi yang berbeda-beda, maka kekembaran urusan wajib antar tingkatan pemerintah daerah secara otomatis akan melahirkan overlaping, konflik kewenangan, tumpang tindih serta pemborosan.  Untuk memecah kebuntuan tersebut, maka cara yang cerdas dan strategis perlu dilakukan terutama untuk membangun sinergi hubungan kewenangan antara propinsi dan kebupaten/kota secara lebih harmonis, yakni :
a.       perlu dilakukan penataan kembali atau refungsionalisasi terhadap sumber kewenangan dan fungsi dimasing-masing urusan wajib antara pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota,
b.      perlu disusun diskripsi atau dijabarkankannya tupoksi kewenangan masing-masing urusan wajib antara propinsi dan kabupaten/kota secara lebih jelas, rinci dan lugas.
c.       Pemerintah propinsi harus memiliki inisiatif untuk mendorong terselengga ranya rapat koordinasi antar tingkat pemerintahan secara lebih intensif, terprogram, terarah dan memiliki target yang jelas.  

2.3.4     Sinergi dibidang Keuangan
Relasi dibidang keuangan antara pemerintah propinsi dan kabupaten/kota dapat dilihat dalam pasal 15 terutama ayat 2, dimana hubungan keuangan dapat meliputi: a) bagi hasil pajak dan non pajak, b) pendanaan urusan pemerintah yang menjadi tanggungjawab bersama,  c) pembiayaan bersama atas kerjasama antar daerah,  d) pinjaman dan atau hibah antar pemerintah daerah.
          Mencermati hubungan keuangan antara propinsi dan pemerintah kabupaten/kota acapkali terjebak pada suatu pandangan bahwa hubungan keuangan lebih diarahkan pada  upaya-upaya terencana, strategis dan taktis, namun tidak humanis untuk mengakumulasi penerimaan daerah sebagai refleksi atas lestarinya otonomi dimasa depan. Meskipun pandangan tersebut secara logika dan rasional banyak diamini oleh elit pemerintahan, namun dalam jangka panjang sebenarnya pandangan tersebut menjadi perangkap dan kurang menguntungkan. Bagaimanapun juga, hubungan keuangan yang sebenarnya lebih esensial harus mampu menjawab persoalan untuk jangka panjang, yakni bagaimana dan dengan apa daerah mampu membiayai urusan pemerintahan secara lebih efisien dan efektif ?.
          Jika kita cermat dan jeli, dimana pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota memiliki urusan wajib yang sama, maka sebenarnya upaya kerjasama pembiayaan antar daerah dalam membiayai urusan tersebut dapat dilakukan dan dimaksimalkan. Jika demikian halnya, maka pelestarian dan kelangsungan otonomi daerah sebenarnya terletak pada upaya terjalinnya hubungan antar tingkat pemerintahan dalam pembiayan urusan bersama sehingga sumber pengeluaran masing-masing daerah dapat lebih diefisiensikan dan diefektifkan.
          Untuk menguji seberapa efisien dan efektivitas pengeluaran daerah dalam pemerintahan daerah saat ini,  sebenarnya dapat dikenali dari fenomena hasil pembangunan saat ini, dengan mengajukan beberapa pertanyaan sederhana dan mendasar seperti kasus pembiayaan penanganan kemiskinan. Apakah anggaran untuk penanganan kemiskinan yang dikeluarkan oleh pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang setiap tahunnya selalu mengalami kenaikan terus menerus telah mampu menurunkan angka kemiskinan dan berapa banyak masyarakat miskin yang berubah menjadi sejahtera ?. Ataukah seberapa besar/banyak anggaran yang harus disediakan pemerintah untuk menangani 1 keluarga miskin sehingga mampu berubah menjadi keluarga yang sejahtera dan  berapa waktu yang harus dibutuhkan ?.      
          Melihat kenyataan tersebut, maka peran apa yang sehrusnya dimainkan oleh pemerintah propinsi untuk mensinergikan hubungan kewenangan keuangan dengan pemerintah kabupaten/kota. Ada beberapa hal sebenarnya dapat dilakukan propinsi, yakni :
1.      Pemerintah propinsi harus mampu mengubah mindset para elit kabupaten/ kota bahwasannya kerjasama pembiayaan antar pemerintah daerah menjadi sesuatu yang penting terutama bertujuan untuk meringankan beban pembiayaan pembangunan antar pemerintah daerah,
2.      Pemerintah propinsi harus mampu dijadikan sumber informasi dan rujukan bagi pemerintah kabupaten/kota terutama dalam bidang pengembangan pengelolaan keuangan secara efisien dan efektif.
3.      Pemerintah propinsi harus mampu menjadi inisiator, motivator dan fasilitator terselenggaranya kerjasama pembiayaan antar pemerintah serta menyediakan beragam model-model kerjasama yang dapat diwujudkan dalam beragam urusan pemerintahan

2.3.5     Sinergi dibidang Pelayanan Umum dan SDA
Relasi dibidang pelayanan umum antara pemerintah propinsi dan kabupaten/kota dapat dilihat dalam pasal 16 ayat 1 yang menegaskan bahwa hubungan dibidang pelayanan menyangkut: a)  kewenangan, tanggung jawab dan penentuan SPM, b) pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; c) fasilitasi pelaksanaan kerjasama antar pemerintah daerah dalam penyelenggaran pelayaan umum. Sedangkan dalam ayat 2 ditegaskan bahwa : a) pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah, b) kerjasama antarpemerintah daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum dan c) pengelolaan perizinan bersama bidang pelayanan umum.
Jika kita cermati nampaknya ruang lingkup relasi pelayanan umum hampir mirip dengan relasi dibidang Sumber daya alam. Menurut pasal 17 ayat 1, ditegaskan bahwa hubungan pemnfaatan SDA dan Sumber daya lainnya meliputi : a) kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya dan pelestarian; b) bagi hasil atas pemanfaatan sumberdaya alam; c) penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitsi lahan. Kemudian terkait dengan ayat 2, ditegaskan bahwa: a) pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumberdaya lainnya yang menjadi kewenangan daerah; b) kerjasama bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumberdaya lainnya antarapemerintah daerah, c) pengelolaan perijinan bersama dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya.
Secara sepintas dari dua relasi atau hubungan dibidang pelayanan umum maupun SDA sangatlah jelas dan dapat ditarik suatu benang merahnya, dimana pemaknaan otonomi daerah sebenarnya lebih diletakkan pada  jangkauan dan keleluasan relasi atau hubungan yang dapat dibangun oleh pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota, sehingga bangunan relasi tersebut mampu menjadi arah bagi terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan daerah secara efisien dan efektif.
2.4  Pengembangan Jaringan Kerjasama (Networking) Antar Daerah
Mencermati konstruksi hubungan pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten /kota mendasarkan UU No 32 tahun 2004 tersebut, yang sebenarnya dapat menyentuh pada 4 bidang, yakni hubungan kewenangan, keuangan, pelayanan publik dan pemanfaatan sumberdaya alam yang tertuang dalam pasal 14 – 17, maka hal tersebut harus dijadikan entypoint untuk peningkatan, perluasan dan intensitas relasi yang sinergis dan harmonis antara pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Akses terbangunnya netwoking antar pemerintah propinsi dengan pemerintah kabupaten/kota secara yuridis sebenarnya telah tersedia, terutama menyangkut pasal 195 ayat 1 yakni dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerjasma dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi, efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan, ayat 2 menjelaskan bahwa kerjasama yang dimaksud dapat diwujudkn dalam bentuk badan kerjasama antar daerah. Kemudian pada pasal 196, terutama ayat 2 ditegaskan bahwa untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat. 
Jika kita mencoba menarik benang merah hubungan antara pasal 14-17 mengenai hubungan kewenangan antara propinsi dan pemerintah kabupaten /kota dengan pasal 195-196 mengenai kerjasama antar daerah, maka sangatlah jelas bahwa otonomi daerah sebenarnya lebih mengarah pada penciptaan, perluasan dan peningkatan networking antar daerah yang kesemuanya bermuara untuk mewujudkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Seiring dengan upaya perluasan, pengembangan dan penciptaan networking antar daerah, ada dua peran utama yang dapat dilakukan oleh pemerintah propinsi saat ini , yakni :
1.      Pemerintah propinsi harus mampu menjadi inisator dalam membangun kesadaran bersama mengenai mutual relationship yang berdimensi keadilan dan saling menguntungkan dengan pemerintahan lokal dan atau dengan pihak swasta;
2.      Pemerintah Propinsi harus mampu menjadi fasilitator dan motivator terbentuk dan berfungsinya badan kerjasama antar daerah sebagai wadah interaksi, komunikasi dan koordinasi bagi akses terbangunnya kerjasama antar daerah diberbagai bidang pelayanan publik dan bidang lainnya. Disamping itu secara lebih teknis, badan kerjasama antar daerah dapat dijadikan : a) Sebagai wadah koordinatif antar unit/lembaga/badan lintas daerah dalam merumuskan berbagai kebijakan yang terkait dengan perwujudan pengelolaan bidang pelayanan publik dan bidang lainnya. b) Sebagai wadah koordinatif untuk merumuskan pembagian peran dan kegiatan antar unit/lembaga/badan lintar antar daerah. c) Sebagai wadah koordinatif untuk merencanakan, melaksanakan, pengelolaan dan evaluasi  dalam pengem bangan pengelolaan pelayanan publik dan bidang lainnya.
c. Untuk menujang terbangunnya dan perluasan networking dan mutual relatioship dengan tingkat pemerintahan lokal atau pihak swasta, maka pemeranan lembaga (role of  institution) sepertii biro kerjasama dan humas menjadi sangat penting.
2.5 KONSEP SINERGI
Adanya interaksi antar ketiga stakeholders selain itu juga diperlukan adanya sinergi antar ketiga pemangku kepentingan tersebut. Najiyati dan Rahmat (2011), mengartikan sinergi sebagai kombinasi atau paduan unsur atau bagian yang dapat menghasilkan keluaran lebih baik dan lebih besar. Jadi sinergi dapat dipahami sebagai operasi gabungan atau perpaduan unsur untuk menghasilkan output yang lebih baik. Sinergitas dapat terbangun melalui dua cara yaitu
a.      Komunikasi
Sofyandi dan Garniwa (2007), pengertian komunikasi dapat dibedakan atas dua bagian, yaitu:
1.      Pengertian komunikasi yang berorientasi pada sumber menyatakan bahwa, komunikasi adalah kegiatan dengan mana seseorang (sumber) secara sungguh-sungguh memindahkan stimuli guna mendapatkan tanggapan.
2.      Pengertian komunikasi yang berorientasi pada penerima memandang bahwa,  komunikasi sebagai semua kegiatan di mana seseorang (penerima) menanggapi stimulus atau rangsangan

b.      Koordinasi
Disamping adanya komunikasi dalam menciptakan sinergitas juga memerlukan koordinasi. Komunikasi tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya koordinasi seperti yang dinyatakan oleh  Hasan bahwasannya  dalam komunikasi dibutuhkan koordinasi (2005, h.18). Silalahi (2011,  h.217), “koordinasi adalah integrasi dari kegiatan-kegiatan individual dan unit-unit ke dalam satu usaha bersama yaitu bekerja kearah tujuan bersama”.Moekijat (1994, h.39) menyebutkan ada 9 (sembilan) syarat untuk mewujudkan koordinasi yang efektif, yaitu
Ø  Hubungan langsung Bahwa koordinasi dapat lebih mudah dicapai melalui hubungan pribadi langsung.
Ø  Kesempatan awal “Koordinasi dapat dicapai lebih mudah dalam tingkat-tingkat awal  perencanaan dan pembuatan kebijaksanaan.”
Ø  Kontinuitas “Koordinasi merupakan suatu proses yang kontinu dan harus berlangsung pada semua waktu mulai dari tahap perencanaan.”
Ø  Dinamisme “Koordinasi harus secara terus-menerus diubah mengingat perubahan lingkungan baik intern maupun ekstern.”
Ø  Tujuan yang jelas “Tujuan yang jelas itu penting untuk memperoleh koordinasi yang efektif.”
Ø  Organisasi yang sederhana”Struktur organisasi yang sederhana memudahkan koordinasi yang efektif.”
Ø  Perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas: Wewenang yang jelas tidak hanya mengurangi pertentangan di antara pegawai-pegawai yang berlainan, tetapi juga membantu mereka dalam pekerjaan dengan kesatuan tujuan.
Ø  Komunikasi yang efektif: Komunikasi yang  efektif merupakan salah satu persyaratan untuk koordinasi yang baik
Ø  Kepemimpinan supervisi yang efektif: Kepemimpinan yang efektif menjamin koordinasi kegiatan orang-orang, baik pada tingkat perencanaan maupun pada tingkat implementor


2.6 GOOD GOVERNANCE
Good  Governance  di beberapa negara sudah meluas mulai tahun 1980, dan di Indonesia mulai dikenal secara lebih dalam tahun 1990 sebagai wacana penting yang muncul dalam berbagai pembahasan, diskusi, penelitian, dan seminar, baik di lingkungan pemerintah, dunia,  usaha swasta, dan masyarakat termasuk di lingkungan para akademisi (Sedarmayanti, 2009, h.270). Sedarmayanti (2003, h.7-8) mengajukan karakteristik good governance, sebagai berikut:
A.    Participation
Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun secara intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya.
B.     Rule of law
Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak azasi manusia.
C.    Transparancy
Transparansi  dibangun atas dasar keabsahan arus informasi. Proses-proses, lembaga dan informasi yang secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.
D.    Responsive
Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders.
E.     Consensus Orientation
Good governance  menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.
F.     Equity
Semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.
G.    Effectiveness and effeciency
Proses-proses dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.
H.    Accountability
Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-lembaga  stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.

I.                Strategic vision
Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif  good governancedan pengembangan yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan macam ini.















BAB III
KESIMPULAN
Adanya interaksi antar ketiga stakeholders selain itu juga diperlukan adanya sinergi antar ketiga pemangku kepentingan tersebut. Najiyati dan Rahmat (2011), mengartikan sinergi sebagai kombinasi atau paduan unsur atau bagian yang dapat menghasilkan keluaran lebih baik dan lebih besar. Jadi sinergi dapat dipahami sebagai operasi gabungan atau perpaduan unsur untuk menghasilkan output yang lebih baik. Sinergitas dapat terbangun melalui dua cara yaitu Komunikasi dan Koordinasi Kepemimpinan supervisi yang efektif: Kepemimpinan yang efektif menjamin koordinasi kegiatan orang-orang, baik pada tingkat perencanaan maupun pada tingkat implementor.
Dalam hal ini sinergitas dapat terwujud untuk mendukung visi organisasi, factor yang paling berpengaruh adalah kecenderungan egosentris antar lembaga public perlu di hilangkan guna mencapai visi organisasi















DAFTAR PUSTAKA
Azizi, Qodry A. 2007. Change Management Dalam Reformasi Birokrasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Bellone, Carl J. 1980. Organization Theory And The New Public Administration, Allyn And Bacon. Inc,Boston.
Evans, R. James. 1994. Creative Thinking, Terjemahan Bosco Carvallo, Berpikir Kreatif Dalam Pengambilan Keputusan Dan Manajemen,Bumi Aksara, Jakarta.
Frederickson, H. George. 1984. New Public Administration, The University Alabama Press.
Hasibuan s.p. malayu. 1995. Manajemen dasar, pengertian dan masalah, PT.TOKO Agung, Jakarta
Makmur. 2009. Teori Manajemen Stratejik Dalam Pemerintahan Dan Pembangunan, PT. Refika Aditama, Jakarta.
Ndraha Taliziduhu.2003.Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru), PT. Rineka Cipta, Jakarta.
r-d-w-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-70084-Umum-Membangun-Sinergitas-Antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota.html diakses tanggal 24/03/2015 pukul 11:42


0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Powered by Blogger.

TUGAS KULIAH, MAKALAH, ADMINISTRASI PUBLIK, KEBIJAKAN, MANAGEMEN, KEPEMIMPINAN, ORGANISASI DAN KEAG

Blogger templates

Blogroll