KUMPULAN TUGAS KULIAH DAN MAKALAH _ADMINISTRASI _ADMINISTRASI NEGARA _ADMINISTRASI PUBLIK _KEBIJAKAN _MANAGEMEN _ORGANISASI _KEAGAMAAN _DAN LAIN LAIN

Sunday, 30 October 2016

MAKALAH BUMN (PERUSAHAAN NEGARA)

BAB I
PENDAHULUAN
Keberadaan Perusahaan Negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu pilar perekonomian Indonesia, didasarkan kepada penggarisan UUD 1945, disamping keberadaan usaha swasta dan koperasi. Keterlibatan Negara dalam kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan pencerminan dari substansi Pasal 33 UU itu, yang menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara” (ayat 2). “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat” (ayat 3). Dengan mengingat peran BUMN adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya dibidang perekonomian, maka kebijaksanaan pemerintah dalam pembinaan BUMN-pun disesuaikan dengan kebijaksanaan nasional. Sebagai Negara yang manganut paham ekonomi terbuka, perkonomian nasional tidak terlepas dari pengaruh perekonomian dunia yang berkembang sangat pesat. Konsekuensinya adalah kebijaksanaan pembinaan BUMN-pun senantiasa mengalami penyesuaian-penyesuaian mengikuti kondisi dan perkembangan perekonomian nasional dan internasional
Mengingat peran BUMN adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya dibidang perekonomian, maka kebijaksanaan pemerintah dalam pembinaan BUMN-pun disesuaikan dengan kebijaksanaan nasional. Sebagai Negara yang manganut paham ekonomi terbuka, perkonomian nasional tidak terlepas dari pengaruh perekonomian dunia yang berkembang sangat pesat. Konsekuensinya adalah kebijaksanaan pembinaan BUMN-pun senantiasa mengalami penyesuaian-penyesuaian mengikuti kondisi dan perkembangan perekonomian nasional dan internasional.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan perusahaan publik yang memberi sumbangan bagi perkembangan ekonomi/pendapatan negara, perintis kegiatan usaha dan penunjang kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan. Selain itu, BUMN juga merupakan alat untuk memupuk keuntungan. BUMN  dalam hal ini  terdiri dari beberapa bentuk seperti Persero, Perjan dan Perum. Dengan demikian fungsi dan peranan BUMN ini sangat besar dalam menjaga stabilitas ekonomi negara dan dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah termasuk lingkungan politik negara. Oleh sebab itu, latar belakang dan perkembangannya tidak terlepas regulasi yang dibuat dan dijalankan oleh pemerintah.
Harapan ini tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pengelolaan BUMN membutuhkan keterlibatan yang aktif dari semua pihak, baik Pemerintah, manajemen BUMN, karyawan BUMN, akademisi, parlemen, dan masyarakat luas yang memiliki per-hatian terhadap BUMN. Karena itu, marilah bersama-sama pikirkan dan pantau bersama pengelolaan BUMN ini, untuk dapat memberikan hasil yang seoptimal mungkin bagi masyarakat dan negara ini. Selain itu perlu juga ada pembenahan tentang UU keuangan negara agar dapat tercipta kepatian hukum sehingga kebingungan masyarakat dan penegak hukum segera berakhir.



























BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perusahaan Negara
Konsep BUMN telah dirumuskan dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 740/KMK.00/1989. Dalam konsep itu, BUMN didefenisikan sebagai “badan usaha yang seluruh modalnya dimiliki negara” (pasal 1 ayat 2a).
Sementara dalam pasal 1 ayat 2b dari surat keputusan itu meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.      BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah
2.      BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan BUMN lainnya.
3.      BUMN yang merupakan badan-badan usaha patungan dengan swasta nasional/ asing dimana negara memiliki saham mayoritas minimal 51%.
Defenisi lain mengenai BUMN adalah karena BUMN itu merupakan “public enterprise”. Dengan demikian, BUMN mencakup dua elemen esensial yaitu: ”Pemerintah (public) dan bisnis (enterprise”. Dengan defenisi itu maka BUMN tidaklah murni pemerintah 100% dan tidak juga swasta 100% tetapi BUMN dapat dikatakan sebagai “perusahaan negara yang diwiraswastakan”.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah seluruh bentuk usaha negara yang modal seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh negara/pemerintah dan dipisahkan dari kekayaan negara.  Pengertian itu diperkuat lagi oleh Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dalam pasal 1 tentang  Ketentuan Umum menjelaskan  bahwa yang dimaksud BUMN adalah badan  usaha yang  seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Menurut DR.Akadun, arti kekayaan negara yang dipisahkan  adalah pemisahan  kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara  pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya di dasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.
2.2 Perkembangan Penentuan Kedudukan Perusahaan Negara
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, upaya menyederhanakan dan menertibkan berbagai perusahaan negara di Indonesia menjelang dan sesudah memasuki Orde Baru telah berlangsung dengan baik, walaupun cukup mengalami banyak kendala. Dari keanekaragaman perusahaan negara waktu itu, akhirnya dengan mengikuti suatu standard an kriteria tertentu, dialihkan keseluruhan bentuk itu menjadi perjan, perum dan persero.
Banyak masalah (problem) yang dihadapi oleh perusahaan negar/BUMN di Indonesia, mulai dari masalah pengalihan ke dalam tiga bentuk tersebut, berikut kedudukan perusahaan negara, masalah administrasi teknis/penunjang, dan akhirnya mengikuti pula problem administrasi substantif.
1)      Pengalihan Ketiga Bentuk Perusahaan Negara
Walaupun telah ditentukan norma-norma dari tiga bentuk usaha negara tersebut, seperti ketentuan dasar hukum yang diberikan, namun masih dirasakan ada kesulitan tentang penentuan ciri (pengukuran) dari perusahaan negara yang telah ada (maupun mungkin yang akan berdiri/sedang di dirikan) yang variasinya sangat beragam. Inpres No. 17 Tahun 1967 pun mengakui keadaan ini, sebagaimana yang dikemukakan dalam konsiderasinya bahwa menurut kenyataan waktu itu, terdapat banyak sekali perbedaan dalam bentuk, status hukum, struktur organisasi, sistem kepegawaian, administrasi keuangan, dan lain-lain dari perusahaan negara. Kenyataan ini pulalah yang dirasakan oleh berbagai tim/panitia negara yang bertugas untuk menyederhanakan perusahaan negara yang ada, khususnya untuk mengalihkan ke dalam tiga bentuk terakhir itu.
Permasalahan yang dirasakan berikutnya berkisar pada pertanyaan: sudahkah masing-masing perusahaan negara itu berciri utuh seperti salah satu dari tiga bentuk usaha negara yang diinginkan? Kemudian apabila atau belum atau misal kenyataannya berciri campuran, akan dianggap dan di perhitungkan sebagai ciri manakah perusahaaan negara yang bersangkutan? Bagaimanakah memberikan kriteria baru pada perusahaan negara yang menjadi persoalan itu? Sudah tentu kesulitan timbul oleh karena tidak di mungkinkan untuk mengintroduksi kriteria-kriteria lain.
Apakah dapat ditonjolkan pengalihannya itu, misalnya dengan ukuran-ukuran vital dan tidak vitalnya perusahaan negara yang bersangkutan? Kalau demikian halnya, bagaimanakah mengukur sesuatu perusahaan negara itu vital sedangkan yang lainnya tidak vital, ataukah dapat diambil sebagai ukuran adalah besar kecilnya modal yang diinvestasikan pada perusahaan negara yang bersangkutan? Kalau demikian, bagaimanakah halnya dengan perusahaan-perusahaan yang tengah bangkrut atau yang berkembang pesat, ataukah ini harus diukur dari segi laba perusahaan.
Pertanyaan-pertanyaan disekitar ini selalu diajukan kepada perusahaan negara yang ada oleh tim yang bersangkutan dalam proses pengalihannya. Sebagai misal, pertanyaan untuk penilaian yang diajukan kepada perusahaan negara yang akan dijadikan persero berkisar diantara topic-topik:
A.    Kemampuan perusahaan negara yang bersangkutan memperoleh keuntungan (rentabilitas, likuiditas, prospek kegiatan usaha, sumber pembelanjaan)
B.     Kemampuan perusahaan negara yang bersangkutan untuk menjamin keutuhan kekayaan (control intern yang efektif, administrasi yang up to date neraca dan perkiraan rugi/laba selesai pada waktunya, control ektern yang objektif, penilaian aktifa yang wajar)
C.     Kemampuan perusahaan negara yang bersangkutan untuk menyehatkan organisasinya, terutama yang menyangkut personil. Walaupun demikian, akhirnya kesulitan mesti timbul sebab bagaimana tim akan tahu senyatanya bahwa posisi dan keadaannya adalah benar-benar sedemikian dan terjaminkan bahwa data yang diperoleh adalah benar terpercaya? Tentu, akhirnya faktor subjektivitas dari baik yang berwenang untuk menentukan penilaiannya dengan maksud pengalihan ini maupun pejabat-pejabat/pemimpin perusahaan negara yang bersangkutan sedikit banyak akan menonjol.
Mungkin terbentur akan kesulitan-kesulitan demikian, diciptakanlah alternative ketiga sebagaimana yang daunt oleh Perpu No. 1 Tahun 1969, bahwa bilamana perusahaan negara yang bersangkutan tidak dapat digolongkan kedalam bentuk 2 pol yang agak ekstrim, yakni perjan atau persero, dimasukanlah ia kedalam perum ataukah bila sistem pilihan utama tidak cocok barulah dialihkan pilihannya kepada 2 bentuk berikutnya.
Ini ditentukan dlam Inpres No. 17 Tahun 1967 pada ad. D, yang mengemukakan bahwa dari ketiga bentuk usaha-usaha negara tersebut; A, B, dan C, di atas sejauh mungkin apabila bentuk C masih dapat dilaksanakan bagi perusahaan/usaha-usaha negara yang ada sekarang, maka seyoginya dipilih bentuk C saja, dan apabila tidak mungkin dimasukkan/dijadikan bentuk C, barulah dijadikan bentuk B atau A yang sekiranya lebih serasi dan cocok bagi kepentingan pelayanan masayarakat tanpa merugikan negara/secara tidak langsung merugikan (masyarakat) juga.
Oleh karena luasnya bidang kerja tim/panitia negara yang bertugas kearah penyelesaian persoalan ini, maka sampai juni 1972, ternyata bukan saja semua perusahaan negara yang dapat dialihkan kedalam salah satu bentuk dari 3 bentuk usaha negara itu, tetapi bahkan ada beberapa perusahaan negara yang sampai belum sempat diteliti oleh tim yang bersangkutan, belum lagi dai dalam memikirkan perusahaan negara yang dibentuk/telah berdiri baru. Kemudian, masih terasanya beberapa kelambatan di dalam procedural juridisnya bagi perusahaan negara yang sudah berstatus pasti untuk diberi dasar hukum pengalihannya (pembubaran/likuidasi dan dasar hukumnya yang baru) oleh peraturan pemerintah, selanjutny mungkin saja dengan undang-undang, contohnya kasus pengalihan bentuk hukum perusahaan pertambangan minyak nasional (pertamina).
Kelambatan demikian, bagaimanpun juga menimbulkan kemungkinan kekurangmantapan dari perusahaan negara untuk bekerja bergairah dengan “wajah” baru. Suatu kenyataan yang sampai belakangan hari, itu masih terlihat banyak bahwa nomeklatur yang semestinya diterapkan di depan masing-masing perusahaan negara tersebut (“jawatan” di depan perjan, “perum/perum otorita” di depan perum/perum otorita, dan “PT” di depan persero), belum banyak yang mematuhinya.
2)      Kedudukan Perusahaan Negara
Berdasarkan Perpu No. 1 Tahun 1969 (yang kemudia disahkan menjadi UU No. 9 Tahun 1969), ketiga bentuk perusahaan negara diberilkan bentuk hukum yang berbeda-beda. Dengan dengan demikian pengaturan sealanjutnya, baik mengenai struktur organisasinya, hubungan pertanggung jawaban, hierarki, dan sebagainya yang menyangkut kedudukannya dapat dilakukan dengan harapan yang lebih sempurna. Demikian juga mengenai hal-hal lainnya, seperti personil, permodalan, dan sebagainya. Dalam hubungannya dengan soal kedudukan perusahaan negara menurut 3 bentuk tersebut, dapatlah dikmukakan lebih terinci sebagai berikut.
a.       Perjan (Departmental Agency)
Perusahaan negara bentuk ini didasari oleh landasan hukum Inpres No. 17 Tahun 1967, UU No. 9 Tahun 1969 (yang dipergunakan lagi IBW dan ICW sepanjang tidak bertentangan dengan IBW semula). Berkedudukan ditingkat jawatan serendah-rendahnya sama dengan tingkat direktorat; dipimpin oleh seorang kepala jawatan yang kemudian melalui dierktur utama bertanggung jawab kepada menteri/dirjen yang bersangkutan ; dan melakukan tugas-tugas pemerintahan dan tugas-tugas perusahaan sekaligus yang tercermin dalam struktur organisasi departemennya.
b.      Perum (Public Corporation)
Perusahaan negara berbentuk perum didasari oleh Perpu No. 19 Tahun 1960 dan kemudian pendiriannya masing-masing diatur oleh peraturan pemerintah; berkedudukan dan bergerak dalam menjalankan tugas melayani kepentingan umum serta sekaligus untuk memupuk keuntungan. Selain itu, perusahaan negara bentuk ini bergerak di bidang yang oleh pemerintah dianggap vital, yang pada umumnya menjalankan tugas perusahaan. Akan tetapi, perum dapat pula dibebani tugas pemerintah (dalam hal ini tugas pemerintah dalam lingkup fungsi departemennya serendah-rendahnya yang berada pada tingkat direktorat) sehingga pada departemen tidak ada unit organisasi yang menjalankan tugas pemerintahan yang telah diserahkan kepada perum perusahaan negara dalam bentuk ini dipimpin oleh direksi, sedangkan untuk perum otoritas dipimpin oleh general manager, yang kesemuanya bertanggung jawab kepada menteri yang bersangkutan.
c.       Persero (public Company)
Perusahaan negara bentuk persero didasari oleh Inpres No. 17 Tahun 1967, UU No. 9 Tahun 1969, PP No. 12 Tahun 1969, KUHP Perdata (KUHP), dan peraturan-peraturan lainnya serta akta pendiriannya masing-masing. Persero berkedudukan sebagai perusahaan biasa (dilakukan oleh swasta) dan yang bukan semata-mata menjadi tugas pemerintah; dipimpin oleh direksi, dibawah pengawasan dewan komisaris yang masing-masing bertanggunga jawab kepada RUPS Negara selaku pemegang saham diwakili oleh menteri keuangan.
Kalau sebelumnya telah diatur pertanggung jawaban dari kepala jawatan/direktur utama (untuk perjan) dari direksi/general manager (untuk perum/perum otorita) kepada menteri/dirjen yang bersangkutan, namun masih dapat dipersoalkan, pertanggung jawaban ini merupakan pertanggung jawaban yang bagaimana, isinya tentang apa dan seberapa jauh batas-batas pertanggungjawaban itu? Disamping itu, masih dapat diketengahkan beberapa kemungkinan persoalan yang sejenis dengan ini; perbedaan letak wewenang dan akibat pertanggungjawaban antara dirjen yang membawahi perusahaan negara yang bersangkutan dengan pimpinan perusahaan negara termaksud. Sebagai contoh dapat dipertanyakan bagaimana pertanggungjawaban antara dirut perusahaan negara/perum listrik negara terhadap Menteri PUTL pada waktu itu dan pertanggungjawaban dirjen gas dan listrik (Gatrik) terhadap menteri yang sama.
Dapatkah dipertanyakan juga, misalnya seberapa jauh batas-batas pertanggungjawaban dirut Perjan kereta Api/PJKA kepada menteri perhubungan dibandingkan dengan pertanggungjawaban Dirjen Perhubungan Darat terhadap menteri yang sama terhadap perkeretaapian? Dengan sendirinya, persoalan ini sebenarnya berkisar pada kedudukan organisatoris dari perusahaan negara yang bersangkutan dibandingkan dengan dirjen-dirjen yang bertanggung jawab terhadap perusahaan negara termasuk dalam hubunganngya dengan departemen /menterinya masing-masing.

2.3  Visi dan Misi yang Diemban Kepada BUMN
Dengan memperhatikan tugas pokok dan fungsi BUMN, maka Visi yang hendak diwujudkan adalah sebagai berikut :
"Menjadikan BUMN sebagai badan usaha yang tangguh dalam persaingan global dan mampu memenuhi harapan stakeholder."
Memperhatikan kondisi objektif BUMN selama ini, maka Misi BUMN adalah sebagai berikut :
1.      Melaksanakan reformasi dalam ruang lingkup budaya kerja, strategi, dan pengelolaan usaha untuk mewujudkan profesionalisme dengan berlandaskan kepada prinsip-prinsip Good Corporate Governance di dalam pengelolaan BUMN.
2.      Meningkatkan nilai perusahaan dengan melakukan restrukturisasi, privatisasi dan kerjasama usaha antar BUMN berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
3.      Meningkatkan daya saing melalui inovasi dan peningkatan efisiensi untuk dapat menyediakan produk barang dan jasa yang berkualitas dengan harga yang kompetitif serta pelayanan yang bermutu tinggi.
4.      Meningkatkan kontribusi BUMN kepada negara.
5.      Meningkatkan peran BUMN dalam kepedulian terhadap lingkungan (community development) dan pembinaan koperasi, usaha kecil dan menengah dalam program kemitraan.
6.      Menjaga integrasi nasional dan menjaga keseimbangan roda pembangunan.
7.      Menjadikan BUMN sebagai alat untuk mensejahterakan masyarakat secara tidak langsung. Artinya, peran BUMN dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dilakukan dalam bentuk keterlibatan sebagai pengumpul modal untuk mensejahterakan masyarakat melalui proses panjang.









BAB III
PENUTUP
3.1         Kesimpulan
   BUMN memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun agar peran tersebut bisa lebih maksimal, BUMN harus memebuhi syarat-syarat berikut;
1.      Dikelola berdasarkan prinsip dan kultur korporasi (badan usaha yang sah) yang sehat;
2.      Dikelola oleh manajemen profesional, integritas dan leadership yang kuat, serta memiliki kemampuan bisnis yang tinggi. Untuk itu pola rekrutmen dan pola remunerasi (penghargaan atas jasa) harus dikembangkan sesuai dengan standar korporasi;
3.      Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG), secara konsisten dan berkesinambungan;
4.      Mampu terus menciptakan nilai tambah dan inovasi;
5.      Siap bersaing di era kompetisi global, dan memiliki kemampuan untuk survive dalam segala kondisi;
6.      Memiliki tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility), baik dalam hal kepedulian terhadap lingkungan hid up, pengentasan problem masyarakat sekitar, dan pengembangan pengusaha kecil.
Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pengelolaan BUMN membutuhkan keterlibatan yang aktif dari semua pihak, baik Pemerintah, manajemen BUMN, karyawan BUMN, akademisi, parlemen, dan masyarakat luas yang memiliki per-hatian terhadap BUMN. Karena itu, marilah bersama-sama kita pikirkan dan pantau bersama pengelolaan BUMN ini, untuk dapat memberikan hasil yang seoptimal mungkin bagi masyarakat dan negara ini.








DAFTAR PUSTAKA
Akadun M.Pd. . 2007. Administrasi Perusahaan Negara. Bandung: Alfabeta.
Westra, Pariata. 2002. Perusahaan Negara. Jogya: Gajah Mada University.
Anoraga, Pandji, S.E., M.E. 1994. BUMN, Swasta dan Koperasi. Semarang: Pustaka Jaya
Ibrahim R.,1997, Prospek BUMN dan Kepentingan Umum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung;
Sentosa Sembiring, 2006, Hukum Perusahaan Dalam Peraturan Perundang undangan, CV Nuansa Aulia, Bandung











  2 comments:

  1. Kesimpulan
    BUMN memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun agar peran tersebut bisa lebih maksimal, BUMN harus memebuhi syarat-syarat berikut;
    1. Dikelola berdasarkan prinsip dan kultur korporasi (badan usaha yang sah) yang sehat;
    2. Dikelola oleh manajemen profesional, integritas dan leadership yang kuat, serta memiliki kemampuan bisnis yang tinggi. Untuk itu pola rekrutmen dan pola remunerasi (penghargaan atas jasa) harus dikembangkan sesuai dengan standar korporasi;
    3. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG), secara konsisten dan berkesinambungan;
    4. Mampu terus menciptakan nilai tambah dan inovasi;
    5. Siap bersaing di era kompetisi global, dan memiliki kemampuan untuk survive dalam segala kondisi;
    6. Memiliki tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility), baik dalam hal kepedulian terhadap lingkungan hid up, pengentasan problem masyarakat sekitar, dan pengembangan pengusaha kecil. Perusahaan BUMN Di Indonesia

    ReplyDelete
  2. saya serenity autumn, saat ini tinggal di texas city, usa. Saya seorang janda saat ini dengan empat anak dan saya terjebak dalam situasi keuangan pada Mei 2019 dan saya perlu membiayai kembali dan membayar tagihan saya. saya mencoba mencari pinjaman dari berbagai perusahaan pinjaman baik swasta maupun perusahaan tetapi tidak pernah berhasil, dan sebagian besar bank menolak kredit saya. tetapi seperti yang diinginkan, saya diperkenalkan kepada seorang wanita dewa pemberi pinjaman pinjaman pribadi yang memberi saya pinjaman sebesar 850.000,00 usd dan hari ini saya adalah pemilik bisnis dan anak-anak saya baik-baik saja saat ini, jika Anda harus menghubungi perusahaan mana pun dengan referensi untuk mengamankan pinjaman tanpa agunan, tanpa pemeriksaan kredit, tanpa penandatangan bersama hanya dengan 2 tingkat bunga dan rencana dan jadwal pembayaran yang lebih baik, silakan hubungi mr pedro di email pedroloanss@gmail.com dia tidak tahu bahwa saya melakukan ini tetapi saya Saya sangat bahagia sekarang dan saya memutuskan untuk membiarkan orang tahu lebih banyak tentang dia dan saya juga ingin Tuhan memberkati dia lebih banyak.

    ReplyDelete

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Powered by Blogger.

TUGAS KULIAH, MAKALAH, ADMINISTRASI PUBLIK, KEBIJAKAN, MANAGEMEN, KEPEMIMPINAN, ORGANISASI DAN KEAG

Blogger templates

Blogroll