KERITERIA PERUSAHAAN NEGARA (BUMN)
BAB I
PENDAHULUAN
Perusahaan
Negara sangat berpengaruh terhadap berkembangnya perekonomian sampai
kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya kriteria yang di bahas dalam perusahaan
Negara ini maka akan dengan mudah mengevaluasi pencapaian tujuan melalui proses
strategi yang tepat untuk di terapkan. Selain itu sangat penting sebagai
khazanah keilmuan yang dapat di terapkan perusahaan Negara sehingga tidak
keluar dari tujuan pada undang-undang yang telah di tetapkan dan bentuk
penyelesaian terhadap masalah yang terjadi di Indonesia.
Banyaknya
perusahaan Negara yang pada awalnya ingin memberikan pelayanan terbaik untuk
masyarakat ternyata sekarang sudah menyimpang dari tujuannnya. Penyimpangan
inilah yang menjadi masalah utama mengenai kriteria perusahaan Negara yang
harus di kaji dan di evaluasi termasuk untuk kesejahteraan di daerah
tertinggal. Disini di butuhkan usaha perusahaan untuk memajukan daerah
tersebut. Dari mulai infrastruktur, kesejahteraan tenaga kerja sampai
penghasilan penduduk di daerah itu. Lalu bagaimana dampak keberadaan perusahaan
Negara yang berdiri di lingkungan tersebut.
Topik ini di
bahas berdasarkan kajian pustaka dan sumber dari jurnal. Berbagai literatur
seperti buku Administrasi Perusahaan Negara menjadi pokok pembahasan dari
masalah yang di ambil. Sehingga setiap teori sampai solusi yang di berikan
dapat di pertanggungjawabkan.
Semoga dengan
adanya pembahasan ini memberikan solusi bagi terlaksananya perusahaan Negara
yang mengarah pada keutuhan masyarakat. Strategi tepat yang di laksanakan
perusahaan dapat menjadikan masyarakat tumbuh berkembang sehingga semua
kebutuhan dapat tercapai dengan baik. Selain itu menjadikan perusahaan Negara
tetap memprioritaskan kinerjanya menjadi lebih baik dari segi finansial dan
manajerialnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi Kriteria Perusahaan Negara
Penampilan perusahaan
negara lebih banyak ditentukan oleh pengaruh yang ditimbulkan oleh hubungan
perusahaan negara dengan negara sebagai pemilik. Namun demikian, secara de
facto pengaruh tersebut dapat
berupa pengaruh positif atau negatif. Perusahaan Negara adalah perusahaan yang
seluruh atau sebagian modalnya merupakan kekayaan Negara. Keberadaan perusahaan
Negara adalah untuk membangun perekonomian secara sosial dengan demokrasi
ekonomi yang mengutamkan rakyat.
Fritz Morstein Mark dan
LAN[1]
menyatakan bahwa administrasi perusahaan Negara itu tumbuh sebagai perluasan
fungsi pemerintah yang di wadahkan ke dalam suatu bentuk organisasi
administrasi yang bersifat khusus.
Menurut W. Friedmann[2]
dengan adanya kompleksitas keadaan sosial dan ekonomi maka timbul pula masalah
teknis dalam mengelola usaha-usaha Negara dalam skala besar.
Ramanadham[3]
menyatakan bahwa perusahaan Negara lebih fokus pada kewirasahaan ( business).
Sisi kewirausahaan di anggap penting karena sisi ini dapat di jadikan sebagai
pondasi yang kuat dan stabil bagi pengembangan suatu perusahaan Negara yang
modern.
Perusahaan Negara
menurut Fernandes[4]
merupakan suatu organisasi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dimiliki
Negara, terlibat dalam kegiatan ekonomi dalam bidang industri, pertanian,
perdagangan dan jasa, terlibat dalam kegiatan investasi an perkembangan
investasi, melakukan penjualan barang dan jasa dan seluruh kegiatan yang di
lakukan dapat dinyatakan dalam neraca dan perhitungan laba-rugi.
Menurut Molengraaff[5]
bahwa perushaan Negara merupakan badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam
bidang perekonomian yang mempunyai bentuk hukum ternetu.
2.2
Perkembangan kriteria perusahaan Negara
Evaluasi penampilan
perusahaan negara tidaklah berdiri sendiri karena dapat dihubungkan/dikaitkan
dengan sistem administrasi perusahaan negara, otonomi perusahaan negara,
otonomi perusahaan negara dan coorporate plan. Evaluasi terhadap perusahaan
negara sebetulnya menyangkut tiga hal, yaitu bagaimana mengembangkan kriteria
untuk mengevaluasi pencapaian (a) commercial
goals, (b) economic goals,
(efisiensi dan efektivitas), dan (c) social
goals perusahaan negara.[6]
a.
Kriteria
dalam Pencapaian Commercial Goals
Kriteria
yang biasa dipakai dalam mengukur pencapaian commercial goals adalah
keuntungan/ profitability/ surplus
seperti halnya yang terdapat pada perusahaan swasta. Bagi perusahaan negara,
kriteria ini sebetulnya kurang memadai karena ada faktor-faktor eksternal yang
dapat memengaruhinya, seperti pengendalian harga, faktor input dan output yang
dibeli oleh suatu perusahaan negara dari perusahaan negara lain atau melalui
pasar. Keuntungan/ profitability/ surplus secara sederhana dapat dinyatakan
sebagai suatu perbedaan antara pendapatan (revenue) dan biaya (cost). Kriteria
lain yang juga dipakai dalam mengevaluasi perusahaan negara adalah likuiditas
(debt/equity ratio) untuk mengukur kemandirian perusahaan. Masih banyak kriteria
lain yang bersumber dari administrasi perusahaan yang dapat dipakai untuk
mengevaluasi pencapaian commercial goals perusahaan negara. Namun demikian,
kehati-hatian perlu dijalankan karena ada kalanya perusahaan negara berada
dalam imperfect competition (pengendalian harga, accounting, benefit yang
sesungguhnya bukanlah benefit yang sebenarnya.
b.
Kriteria
dalam Pencapaian Economic Goals
Yang
dimaksud dengan economic goals di sini adalah hal-hal yang berkaitan dengan
efisiensi dan efektivitas perusahaan negara. Hal yang menjadi pokok perhatian
disini adalah mengenai biaya yang harus dibayar terhadap kualitas dan kuantitas
sumber daya atau barang dan jasa yang
dihasilkan dikaitkan dengan sumber daya yang dipakai (efisiensi),
sedangkan efektivitasnya dikaitkan dengan pencapaian tujuan perusahaan negara.
Dalam hubungan ini, sudah terdapat kriteria yang dapat dipakai oleh perusahaan
negara dalam mengukur pencapaian economic goals, antara lain kriteria
pemanaatan kapasitas terpasang, inventory ratios, consumption coeficient, dan
standar tenaga kerja.
c. Kriteria dalam
Pencapaian Social Goals
Akhir-akhir
ini memang telah dikembangkan suatu sistem evaluasi perusahaan negara yang
dapat dikatakan sebagai suatu usaha untuk menggabungkan beraneka ragam
indikator/ kriteria ke dalam suatu indikator komposit. Namun demikian,
indikator penampilan sosial perusahaan negara masih tetap mengalami kesukaran.
Kesukaran tersebut terutama terletak dalam cara melakukan kuantifikasi. Oleh
sebab itu, cara yang masih dapat dipakai adalah berusaha mengidentifikasi
social goals perusahaan negara sedini mungkin, dan kemungkinan memasukannya ke
dalam strategi dan rencana perusahaan. Prinsip yang dipakai dalam hal ini
adalah social goals perusahaan negara bukanlah ex post rationalization of result, melainkan ex ante declaration of intern.
Sebagaimana dimaklumi bahwa
kesukaran-kesukaran yang ditimbulkan dalam membangun kriteria evaluasi
perusahaan negara bersumber dari pandangan dikotomi dan terdapatnya
kompleksitas dalam manajemen perusahaan negara.
Teori dikotomi administrasi perusahaan
Negara berkaitan dengan pencapaian tujuan-tujuan perusahaan Negara. Ada
beberapa pandangan tentang teori dikotonomi dalam administrasi perusahaan
Negara.[7]
· Pertama,
komisi Reformasi Administrasi pemerintah India menyatakan, “perusahaan Negara
harus memperhatikan prinsip-prinsip kewirausahaan (business) dan komersial, akan tetapi keuntungan bukanlah faktor
penentu seperti halnya dengan usaha swasta.
Misalnya dalam usaha
komersial yang dilakukan pemerintah, lokasi proyek di daerah terbelakang atau
pemberian jasa penerbangan melalui rute yang tidak mengutungkan maka
kepentingan masyarakat lebih merupakan faktor yang menentukan ketimbang motif
keuntungan. berbeda dengan sektor swasta di mana keuntungan merupakan motif
maka tujuan usaha dalam sektor publik adalah kesejahteraan masyarakat.
Perusahaan Negara di samping mendorong dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi,
harus pula mampu menyediakan barang dan jasa dengan standar kualitas dan harga
yang memadai.
· Kedua,
Saleh Affif mengemukakan, “adalah titik wajar untuk mengharapkan BUMN berperan
sebagai usaha busines semata, tanpa menghiraukan kenyataan bahwa BUMN merupakan
aparat pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan”.
· Ketiga,
W Friedman mengemukakan “perusahaan publik mempunyai dua hakekat. Ditinjau dari
aspek komersial dan manajerial, perusahaan-perusahaan publik merupakan
perusahaan komersial dan esensinya berstatus hkum privat. Tetapi sejauh
perusahaan-perusahaan itu untuk mencapai tugas-tugas publik yang diberikan
pemerintah dan parlemen, perusahaan-perusahaan itu adalah memiliki otoritas
publik, dan menjadi subjek yang diawasi oleh pemerintah, yang biasanya
pembatasan ini dirumuskan oleh status dan dikembangkan oleh konvensi”.
Pandangan dikotonomi dalam perusahaan
Negara banyak dianut oleh para ahli, akan tetapi terdapat pula ahli lainnya
melihat tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan Negara semakin
kompleks. Panglaykim (1984) melihat semakin bercabangnya tujuan yang ingin
dicapai oleh perusahaan Negara dan kemungkinan konflik antara tujuan-tujuan
tersebut dapat terjadi. Bagi Praxy Fernandes, pikiran yang terkandung dalam
komisi Reformasi Administrasi, pemerintah India yang tampaknya agak kurang
menekankan pentingnya pencapaian tujuan keuntungan perusahaan Negara berakibat
hilangnya ciri perusahaan Negara sebagai perusahaan dan berubah menjadi
instansi pelayanan pemerintah. Konsekuensi lain yang dapat timbul adalah suatu
alibi yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan Negara yang tidak berhasil dalam
mencapai tujuan-tujuan keutungan finansial.
Dikotonomi tujuan yang ingin dicapai
oleh perusahaan Negara sebaiknya jangan sampai ditafsirkan sebagai suatu
konflik. Kalaupun perusahaan Negara dibebani dalam pencapaian tujuan
sosial/pembanguan maka tujuan tersebut harus dapat dirumuskan secara nyata
dalam corporate plan. Bahkan untuk
berkelanjutan tujuan-tujuan sosial dan pembangunan maka perusahaan Negara harus
tetap mendapatkan keuntungan dari usahanya itu. Konsep finansial profitability sebaiknya dapat ditafsirkan bahwa finansial profitability yang diperoleh
akhirnya dapat dipakai untuk mendapat tjuan-tujuan sosial.
Oleh karena itu, dalam penetapan harga
selayaknya produk perusahaan-perusahaan Negara juga mengikuti mekanisme pasar
agar suapaya mereka tetap mendapatkan keuntungan. Kalaupun pemerintah
menginginkan harga produk perusahaan-perusahaan Negara tersebut dibawah harga
mkanisme pasar maka pemerintah harus mensubsidi harga produk yang bersangkutan
untuk kelompok konsumen tertentu. Misalnya PT PLN harus dapat menjual listrik
dengan harga sama untuk seluruh kelompok konsumen. Apabila pemerintah
mengharapkan tarif tertentu untuk kelompok konsumen rumah tangga maka selisih
harus dibayar oleh pemerintah melalui mekanisme subsidi.
Menurut Irwan (1988) untuk dapat melihat
secara lebih baik mengenai pencapaian tujuan-tujuan finansial dan sosial profitability maka ada 4 (emapt)
situasi yang dihadapi oleh suatu perusahaan Negara, yaitu:
Situasi
A: 1. Finansial Profittability --
Ya
2. Sosial
Profitability -- Ya
Situasi
B: 1. Finansial Profittability -- Tidak
2. Sosial
Profitability -- Tidak
Situasi
C: 1. Finansial Profittability --
Ya
2. Sosial
Profitability --
Tidak
Situasi
D: 1. Finansial Profittability --
Tidak
2. Sosial
Profitability -- Ya
Dari keempat situasi tersebut maka
situasi B perlu kita tolak, karena situasi B merupakan situasi negative.
Situasi yang memerlukan pemikiran lebih jauh adalah situas C dan D. dalam
sitasi C kita harus meneliti apakah keputusan
yang bertujuan mewujudkan Finasial
Profitability tidak bertentangan dengan pencapaian tujuan Sosial Profitability. Jika terdapat
konflik maka situasi C perlu kita hindari . jika situasi C sifatnya netral maka
situasi C dapat diperhankan. Dalam situasi C Sosial Profitability dipertahankan, jika demikian halnya maka
pembuat kebijakan perlu mempertanyakan kerugian finasial yang ditimbulkannya
harus dibayar oleh siapa?
2.3
Dimensi Kriteria Perusahaan Negara
Fernandez dalam
mengembangkan mekanisme dasar evaluasi perusahaan negara adalah untuk
menciptakan sistem evaluasi komposit. Sebagaimana dikemukakan oleh Fernandez
bahwa model persamaan dapat diisi dengan berbgaia dimensi. Fernandez membaginya
sebagai berikut:
·
fisik (sama
dengan kriteria pencapaian economic goals perusahaan negara).
·
finansial (sama
dengan kriteria pencapaian commercial goals perusahaan negara).
·
Pemasaran
·
Sosial Ekonomi
(sama dengan pencapaian social goals perusahaan negara).
Dari keempat dimensi yang
dikemukakan itu, Fernandez mengakui sosial ekonomi yang komperensif sangat
sukar dikembangkan. Dalam hubungan ini, hal yang dapat dilakukan yang masih
dapat dilakukan adalah mengembangkan metodologi terhadap kasus-kasus tertentu.
Melalui kasus-kasus tertentu ini diusahakan identifikasi, kuantifikasi, dan
komperensi kedalam indikator-indikator penampilan. Sebagai contoh dapat
dikemukakan metodologi penampilan sosial perusahaan negara dalam kasus
pengembangan daerah terbelakang tersebut.
Tujuan Nasional
|
Pengembangan Daerah Terbelakang
|
Perumusan
tujuan-tujuan perusahaan yang dicantumkan di dalam corporate plan
|
Oleh karena
tujuan perusahaan pada hakikatnya menyediakan barang-barang konsumsi yang
dibutuhkan oleh masyarakat banyak, oleh sebab itu perusahaan dapat menerima
usaha pengembangan daerah sebagai bagian dari tujuan nasional. oleh karena
pengembangan daerah terbelakang itu menjadi salah satu dari tujuan
perusahaan, maka perusahaan dapat menerima tugas-tugas yang akan dapat
memberikan kontribusi terhadap pembangunan regional yang tercermin dalam
operasi perusahaan.
|
Pemisahan corporate
objective dalam komponen khusaus.
1.
Didalam
memilih instalasi, maka secara sadar preferensi diberikan kepada lokasi yang
terdapat didaerah terbelakang.
2.
Dalam
membangun infrastruktur yang akan memberikan dukungan jasa kepada instalasi
perusahaan, maka jasa tersebut dinikmati oleh daerah yang bersangkutan.
3.
Dalam rangka
usaha meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja perusahaan, maka perusahaan
memperluas fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh daerah.
4.
Melalui
instalasi yang dibangun di daerah terbelakang dapat diciptakan lapangan kerja
bagi orang-orang yang berdiam didaerah yang bersangkutan.
5.
Dalam rangka
menambah penghasilan penduduk daerah maka perusahaan memisahkan unsur
pengadaan dengan pembelian.
6.
Perusahaan
ingin mendorang kegiatan-kegiatan yang bersifat mendukung industri kecil yang
berada disekitar lokasi perusahaan.
7.
Perusahaan
akan melakukan usaha-usaha positif untuk mencegah dampak yang tidak
diinginkan terhadap daerah dan berusaha meningkatkan kewaspadaan dalam
menangani polusi.
8.
Perusahaan
akan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan lingkungan hidup di sekitar
instalasi perusahaan.
9.
Perusahaan
akan membina hubungan yang akrab dengan pejabat setempat dan akan memberika
bantuan manajerial dan teknis dalam memecahkan permasalahan daerah.
|
Kriteria Evaluasi
1.
Berapa banyak
instansi perusahaan yang telah dibangun dan beberapa banyak instansi tersebut
berada di daerah terbelakang?
2.
Apa saja
infrastruktur yang telah dibangun? Listrik, air bersih, jalan? Apakah jasa
infrastruktur dipakai semata-mata oleh daerah yang bersangkutan? Kuantifikasi
listrik dan persediaan air yang ada! Apakah jalan yang dibangun dimanfaatkan
pula dengan tujuan-tujuan lain, selain dari keperluan operasi-operasi
instalasi?
3.
Pelayanan
kesejahteraan apa saja yang telah diberikan kepada tenaga kerja, perusahaan,
sekolah, rumah sakit, pusat kesehatan, klinik keluarga berencana,
tempat-tempat rekreasi? Apakan fasilitas dapat dimanfaatkan oleh daerah ?
4.
Berapa banyak
pekerjaan yang telah diciptakan melalui pendirian instalasi. berapa banyak pekerjaan
itu dapat diisi oleh daerah dan berapa banyak yang didatangkan dari daerah
lain?
5.
Berapa banyak
persediaan bahan baku/inputs yang dibeli oleh instalasi perusahaan? Berapa
bana
banyak bahan yang dibeli dari daerah yang
bersangkutan? Berikan persentase penyediaan inputs yang dibeli dari daerah
yang bersangkutan!
6.
Apakah industri kecil itu telah dikembangkan? Berapa jumlahnya? Berapa
lapangan kerja dan perputaran modal yang dihasilkan oleh kegiatan pendukung
tersebut?
7.
Gambarkanlah potensi bahaya polusi yang disebabkan oleh instalasi perusahaan!
Berikanlah upaya anti polusi dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk itu?
8.
Berikanlah kontribusi yang telah diberikan dalam rangka meningkatkan
lingkungan hidup disekitar intalasi perusahaan! Apakah perusahaan telah
membangun kebun bunga, taman tempat bermain, dsb?
9.
Hubungan-hubungan apa saja yang telah dikembangkan dengan pejabat daerah.
Kontribusi apa saja yang telah diberikan perusahaan terhadap pemecahan
masalah-masalah daerah?
|
Kecenderungan ke arah otonomi memang
terasa kuat, terutama bagi perusahaan-perusahaan negara yang telah mencapai
tingkat keuntungan yang tinggi. Perusahaan negara yang mencapai tingkat
keuntungan yang tinggi ini perlu pembedaannya dari perusahaan negara yang
mencapai keuntungan melalui monopoli.
Konsep otonomi perusahaan negara
tentulah tidak berdiri sendiri, ada kaitannya dengan efisiensi/efektivitas,
pengawasan pemerintah dan kompetisi. Konsep otonomi perusahaan negara pada
dasarnya mengandung dua hal, yaitu (1) otonomi finansial, dan (2) otonomi
manajerial. Selanjutnya, otonomi itu sendiri terkait pula dengan accountability
(pertanggungjawaban). Dalam kepustakaan, tentang konsep otonomi perusahaan
negara dihubungkan dengan penampilan/prestasi yang didalamnya terkandung asas
keseimbangan. Penampilan yang baik dari perusahaan negara akan dapat timbul
bila terdapat keseimbangan natara pengawasan negara dan otonomi perusahaan
negara. Konsep pengawasan dalam asas keseimbangan ini dapat diartikan sebagai control
without interference.
BAB III
KESIMPULAN
Kriteria
perusahaan Negara berhubungan dengan tindakan evaluasi dengan maksud untuk
mengetahui kinerja perusahaan Negara karena di berikannya wewenang khusus atau
otonomi perusahaan Negara. Evaluasi terhadap
perusahaan negara menyangkut tiga hal, yaitu bagaimana mengembangkan kriteria
untuk mengevaluasi pencapaian (a) commercial
goals, (b) economic goals,
(efisiensi dan efektivitas), dan (c) social
goals perusahaan negara.
Kesukaran-kesukaran yang ditimbulkan
dalam membangun kriteria evaluasi perusahaan negara bersumber dari pandangan
dikotomi dan terdapatnya kompleksitas dalam manajemen perusahaan negara. Teori
dikotomi administrasi perusahaan Negara berkaitan dengan pencapaian
tujuan-tujuan perusahaan Negara. Permasalah yang muncul dengan adanya dikotomi
akan menyebabkan tidak tercapainya tujuan-tujuan Negara yang berkaitan dengan
kebutuhan masyarakat.
[1] Dr Akadun. Administrasi perusahaan Negara. 2009. hlm:71
[2] Op cit. hlm:73
[3] Pariata, Westra. Administrasi Perusahaan Negara, Perkembangan &
Permasalahan. 2009. hlm:29
[4] Op cit. hlm:47
[5] Prof. Abdulkadir Muhammad , S.H. Hukum perusahaan Indonesia. 2010.
hlm:10
[6] Pariata, Westra. Administrasi Perusahaan Negara, Perkembangan &
Permasalahan. 2009. hlm:57
[7] Dr Akadun. Administrasi perusahaan Negara. 2009. hlm:80
0 komentar:
Post a Comment